Dalam Undang-Undang PKDRT terdapat beberapa perbuatan kekerasan yang menjadi bagian dari kekerasan terhadap perempuan. Hal tersebut tercantum dalam rumusan Pasal 5 UU PKDRT tentang pengertian kekerasan dalam rumah tangga yang meliputi, kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran keluarga. Dalam UU PKDRT diatur pula hak-hak saksi dan korban setelah, sebelum dan selama memberikan kesaksian. Perlindungan atas korban dan saksi dalam UU PKDRT ini bertujuan untuk memberikan rasa aman kepada korban dan/atau saksi dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana. Hal ini diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang menyebutkan hak-hak seorang saksi dan korban, yaitu:
a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya
b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan
c. Memberikan keterangan tanpa tekanan
d. Bebas dari pertanyaan yang menjerat
e. Dirahasiakan identitasnya
f. Mendapat identitas baru
g. Mendapat kediaman sementara
h. Mendapat nasihat hukum
i. Mendapat pendampigan
Selain melalui Undang-Undang, terdapat bentuk lain dari upaya perlindungan hukum terhadap perempuan korban KDRT, yaitu: