Mohon tunggu...
Rizki Subbeh
Rizki Subbeh Mohon Tunggu... Guru - SAYA ADALAH SEORANG GURU

Dekonstruksi Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Senja, Mentari Terbenam

16 Maret 2018   21:45 Diperbarui: 17 Maret 2018   22:53 1406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Doc Erika Emilia Lestari

"Setelah beberapa tahun kita lalui bersama kini kita telah memetik buahnya" renungan Senja di hatinya. Tertawa ketiga sahabat itu, dengan posisi dan tempat yang sama, dengan arah matahari telah berada di ufuk barat akan terbenam disela-sela air asin yang siap digeser awan petang di temani sang bulan dan bintang. 

Senyuman itu terus menghantui setiap mereka berkumpul menikmati indahnya sore, sekian tahun telah mereka lalui dengan ketenangan diatas senyuman meski kesulitan yang menjadi latar belakang. Kulit kacang, Fanta, Sprite menemani waktu luang mereka, setelah seharian terkurung di ruangan yang gerah akan kesibukan. 

Tertawa mereka terhenti dengan Mentari yang bertanya pada dua sahabatnya "ehh.. kawan? sudah lama kita tidak bertemu dengan Pak Bambang, apa sudah pensiun beliau?" sambil meminum Fanta dengan sangat menikmatinya. "iya, ya...tapi sudah lah bagaimana lagi, toh nomer HP saja sudah tidak aktif" sahut Ben. Mereka terdiam sejenak, Senja yang berbaring di pasir sambil menggigit kulit kacang, Mentari menikmati fanta dengan memandangi proses terbenamnya matahari, Ben bermain pasir di hadapannya. 

Santai itu pun telah mereka sudahi ketika suara gema Adzan magrib terdengar di telinga, mereka pun menuju rumah masing-masing memanjakan tubuhnya dengar air hangat lalu bersiap menghadap sang pencipta. 

Senja pun berbaring di atas kasur spon setelah selesai berdoa dengan apa yang dia rasakan saat ini, sejenak teringat masa itu ketika dirinya dan dua sahabat lainnya berada digaris keterpurukan. 

Mereka hidup dengan latar belakang yang sangat sederhana serba kekurangan, kehidupan di daerah pesisir yang mayoritas penduduknya menjadi seorang nelayan, sebagian bekerja menjadi buruh tani, dan ada juga bekerja sebagai pemulung ikan dari sisa-sisa hasil nelayan yang nantinya akan di olah menjadi ikan asin. Desa Naujut tempat terpencil di Kabupaten Naipmi, sangat jauh berbeda dengan desa-desa lain, meski tidak hanya desa Naujut saja yang berada di pesisir laut namun perbedaan sangat mencolok, desa Ayak misalnya, yang berada di pesisir laut tetapi kehidupan di desa tersebut tergolong menengah ke atas. 

Disisi lain jarak dari kota yang sangat jauh yang membuat desa  Naujut sulit berkembang, jalur menuju desa tersebut masih kurang maksimal, jalan setapak berbatu dan berpasir menjadi kendala utama. Tidak hanya itu saja, listrik dan pendidikan yang sangat terbatas menjadi penyebab perkembangan desa tersebut semakin terpuruk. Pemerintah daerah hanya bisa memajukan pusat kota dan desa-desa terdekat saja, para tikus-tikus yang memikirkan kenyamanan dan ketentraman individual memberi kesejahteraan yang sangat berbeda. 

sifat rakus dan licik menjadi ciri dari pemerintahan ini, jika di negara lain usia dini hingga 17 tahun menerima uang dari negara, berbeda dengan negeri ini tidak pandang usia semua rata menerima kesengsaraan hanya yang berbeda pada keluarga-keluarga atas yang mengandalkan ajimumpung saja. 

Mereka hanya berkumandang janji setelah terpilih sampah lah kami, beberapa uang bahkan puluhan juta atau sampai miliyar hingga triliun mereka hamburkan kesana-kemari dengan tujuan yang tidak jelas, sehingga apa yang dicanangkan oleh pemerintah jarang sampai ke pelosok desa. Desa Naujut hanya terlihat terang ketika waktu menunjukkan pagi, siang, dan sore, malam pun akan menghentikan aktifitas pada desa tersebut. 

Hanya terlihat beberapa lampu listrik saja di rumah warga, Lilin pun menjadi penerangan satu-satunya bagi warga yang hidup serba kekurangan, jika terlihat dari jauh, desa ini seperti desa kunang-kunang, kedap kedip sinar lilin yang terhembus angin laut. Tak lama kemudian bedug untuk shalat isya terdengar di telinga Senja, lamunan berhenti, 

Senja pun mengambil wudhu. Shalat isya telah selesai dilakukan, dia pun melihat Ibunya yang sedang melihat TV. Sambil berjalan menuju ruang tamu Senja menyapa "Ibu kok belum tidur? Apa sudah makan bu?" tanya Senja terhadap Ibunya yang sedang melihat TV dengan memegang tasbih, memutar dan memetik biji-biji tasbih mengumandangkan Dzikir dalam hatinya. "belum nak, kenapa? Sudah tadi sore Ibu makan sama Bapaknya, kenapa belum tidur Senja? Besok kerja mending sekarang tidur saja, tuh bapaknya sudah ngorok kayak sepur yang melintas." Sahut Ibu yang lekas menghentikan Dzikirnya. Senja duduk di sofa dengan menghisap sebatang rokok dan menikmatinya, perlahan asap keluar dari mulut Senja dengan menjawab " sebentar bu, ini masih menikmati sebatang rokok, stelah ini Senja akan tidur ". Mendangar jawaban anak semata wayangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun