Mohon tunggu...
MK
MK Mohon Tunggu... Freelancer - Cahaya Bintang

Saat diri dapat katakan CUKUP di saat itu dengan mudah diri ini untuk BERBAGI kepada sesama:)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Poli Peduli Kanker Payudara

25 Oktober 2022   18:15 Diperbarui: 25 Oktober 2022   18:27 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan Oktober diperingati sebagai Bulan Kesadaran Kanker Payudara yang merupakan kampanye tahunan untuk meningkatkan kesadaran tentang Kanker Payudara.

Setelah bertahun menjadi pasien rumah sakit swasta yang fokus dengan kanker, beberapa hari yang lalu saat ingin kontrol payudara,baru saya tahu ada poli peduli kanker payudara khusus untuk pemeriksaan awal kanker payudara. Poli itu selama bulan Oktober mengadakan program USG payudara & mammografi dengan harga spesial lebih murah dari harga normal. Harga itu termasuk dokter umum wanita yang sudah dilatih untuk pemeriksaan awal kanker payudara. 

Keberadaan poli itu menurut saya sangat membantu wanita yang ragu dan risih untuk pertama kali pergi ke fasilitas kesehatan memeriksa benjolan atau kelainan di sekitar payudara. Selain menyediakan dokter wanita, dokter radiologi juga sebisa mungkin dicari yang wanita.  

Saya setiap mandi dan mau tidur, sering melakukan pemeriksaan payudara sendiri yang dikenal dengan sebutan SADARI. Pertama kali saya menemukan benjolan di payudara kiri dan kanan itu sekitar 10 tahun yang lalu.

Ketika jari menemukan benjolan di kedua bagian payudara, seketika itu juga tubuh langsung menjadi lemas. Karena, mama penyintas kanker payudara yang bagian kanan diangkat semua.

RISIH

Mama menyarankan saya untuk cek ke dokter kanker dia, tapi saya menolak dan memutuskan minta saran ke tetangga yang merupakan dokter kulit dan seorang wanita. Dokter itu saat periksa juga merasakan ada benjolan dan menyarankan untuk cek ke dokter kanker yang dipakai mama. 

Saya tidak setuju sarannya dan memutuskan menemui alm. dokter keluarga yang juga tetangga tapi berjenis kelamin pria.

Alm. dokter hanya mendengar cerita saya. Setelah saya selesai bercerita, beliau dengan tenang berkata,"Beberapa hari lalu teman masa SMA yang tinggal di Amerika baru selesai operasi mengangkat kedua payudara. Sebelumnya dia juga konsultasi ke almarhum. Alm. curiga benjolan dia kanker karena selama ini selalu curhat masalah hidup terutama  pernikahannya dengan pria asing yang tidak bahagia. Untuk lebih pasti jenis benjolan itu cari dokter bedah onkologi di rumah sakit dekat kantor kamu. Menurut saya, kamu tidak apa-apa."

Saya karena panik dan takut sampai lupa di dekat kantor ada rumah sakit swasta yang fokus menangani kanker. 

Saya masih ingat hari itu Sabtu dan memutuskan untuk pergi sendiri ke rumah sakit walau, mama ingin sekali ikut menemani. Dokter bedah onkologi di hari Sabtu libur dan hanya ada dokter bedah umum yang khusus ditugaskan di poli onkologi. Semua dokter di poli itu pria.

Saat diperiksa dengan berbaring telanjang dada dan merelakan dokter pria melihat serta menyentuh payudara, sungguh tidak menyenangkan. 

Saya disarankan untuk cek darah tumor maker dan USG payudara bukan mammografi karena itu untuk 40 tahun ke atas.

Saat USG pun kembali saya harus berhadapan dengan dokter pria. Tetapi, semua rasa risih itu harus dihilangkan demi kesehatan.

Seminggu kemudian saya kembali dengan membawa hasil. Dokter mengatakan payudara saya bagus dan benjolan itu hanya kista yang bisa hilang dengan sendiri.

Mendengar penjelasan seperti itu entah kenapa saya curiga ada yang salah lalu, memutuskan segera mencari spesialis bedah onkologi di rumah sakit yang sama.

KETELITIAN DOKTER

Kecurigaan saya itu berdasarkan pengalaman mama ketika pertama kali menemukan benjolan di payudara. Ketiadaan pengetahuan membuat mama pertama kali menemui dokter kandungan langganan untuk dimintai saran dan sekalian cek pap smear.

Dokter mengatakan tidak apa karena payudara masih mulus. Tetapi, mama tidak percaya dan memaksa papa untuk bertanya ke teman masa SMA yang menjadi dokter militer.

Teman itu langsung mengatur jadwal bertemu dokter bedah onkologi dan menawarkan diri untuk menemani mama tapi, mama tolak karena rumahnya jauh dari rumah sakit yang dipilihnya. 

Mama begitu bertemu dokter langsung disuruh mammografi dan setelah hasil keluar, tanpa basa-basi langsung menyuruh besok dioperasi mengangkat benjolan yang ada 2 akar.

Saat di ruang operasi, mama yang melihat dokter mencoret kulit dengan spidol curiga kalau yang diangkat bukan benjolan saja. Kecurigaan mama terbukti.

Dokter tanpa memberikan penjelasan langsung mengangkat semua payudara kanan. Ketika ditanya kenapa dan stadium berapa? Jawabannya demi mematikan sel kanker dan tidak usah tahu stadium berapa.

Selesai operasi, mama langsung dirawat 3 hari 2 malam di kamar ICU tanpa penjelasan yang jelas. 

Kejadian yang menimpa mama itu membuat saya menghindari dirawat dokter yang sama dan tidak langsung percaya penjelasan dokter.

Saya akhirnya memutuskan bertemu dokter yang pagi praktek di rumah sakit kanker milik pemerintah dan sore di sana. 

Dokter itu kaget sekali saat saya beritahu penjelasan dokter pertama. Menurutnya itu tidak benar karena bila dibiarkan bisa menyebabkan radang lalu merembet ke penyakit lain. Dokter menyarankan untuk saat itu biopsi aspirasi yaitu menyedot keluar cairan di kantung kista dengan jarum suntik. Cairan itu nanti harus diteliti ada mengandung sel berbahaya atau tidak. 

Sejak itu saya memutuskan untuk kontrol ke dokter ini. Setelah beberapa kali kontrol, saya kagum dengan ketajaman tangan beliau yang bisa menemukan benjolan yang tidak terlacak di USG.

Awalnya saya ngotot tidak percaya karena tangan saya tidak merasa ada benjolan. Tapi, dokter dengan enteng menjawab, "Meski saya tidak punya payudara seperti kamu tapi, saya hampir tiap waktu memegang payudara jadi tahu bagian ini ada yang tidak beres."

Setelah disedot, bagian yang dipermasalahkan itu mengeluarkan banyak cairan. 

Menemukan dokter yang informatif dan teliti sangat sulit.

Saya selama belasan tahun menghindari dokter THT karena saat SMA gara-gara telinga mendadak nyeri, dibawa papa periksa ke dokter THT yang sangat terkenal. Dua kali pergi kontrol keadaan makin parah hingga membuat mama sangat marah dan teringat dokter anak yang dipakai saya sejak lahir. 

Dokter anak itu kaget bukan main melihat kondisi saya dan obat yang diberi dokter THT. Meski sudah lama tidak bertemu karena setelah SMP baru sekarang saya sakit, beliau masih ingat dengan jelas pertumbuhan gigi saya. Nyeri di telinga disebabkan gigi yang patah. 

Sejak itu saya sakit sedikit langsung mencari beliau hingga mau lulus kuliah. Saat datang untuk periksa flu, dokter setelah menulis resep tiba-tiba menegur saya. Beliau mengingatkan saya tidak lama lagi lulus kuliah pasti kerja. Setelah kerja pasti saat sakit saya kesulitan datang ke rumah beliau untuk periksa karena waktu dan berbagai masalah kehidupan yang tak terduga. Saya tidak bisa terus mengandalkan dirinya dan dokter yang lain. Dokter salah analisa itu hal yang wajar karena tidak mengenal saya sebaik beliau. Menurut beliau, orang yang paling bisa diandalkan di dunia ini adalah diri saya sendiri. Saya diminta mengingat kembali semua yang kita lakukan selama ini lalu cari tahu sendiri kenapa. Beliau sangat yakin saya pasti bisa. 

Teguran beliau dalam sekejap menjadi kenyataan. Mama terkena kanker payudara lalu saat radiasi, petugas salah pasien hingga membuat fibrosis di paru pasca radiasi. Hidup saya dan keluarga tidak sama seperti kemarin.

Suatu hari saat pulang kerja, mendadak perut melilit sakit. Saya memutuskan untuk segera cek ke dokter kandungan di rumah sakit dekat rumah. Dokter kandungan ternyata tidak praktek. Depan poli kandungan ada poli THT. Entah kenapa melihat poli itu perut langsung nyaman dan ada dorongan untuk menemui dokter yang jam praktek hampir habis. 

Dokter memperbolehkan saya untuk masuk. Saya memberi alasan mau korek kuping. Tapi setelah selesai periksa, dokter mengatakan hal yang mengejutkan. 

Menurut beliau saat saya mulai ngomong, beliau curiga saya memiliki masalah pernafasan dari rongga hidung dan setelah diperiksa ternyata benar. Beliau juga praktek di rumah sakit militer dan baru saja selesai mengadakan penelitian masalah pernafasan seperti yang saya idap. 

Masalah itu bisa diatasi dengan terapi obat tidak perlu operasi. Sesuai perkiraan beliau setelah 2 minggu rutin konsumsi obat itu, saya merasakan ada perubahan.

Sejak lahir saya memiliki masalah penglihatan. Setelah kerja, saya memutuskan untuk rutin cek ke rumah sakit khusus penyakit ini. Entah kenapa setiap datang kontrol, saya memutuskan untuk ganti dokter hingga akhirnya bertemu dokter bergelar profesor.

Dokter itu kaget bukan main melihat sejarah rekam medis saya karena semua analisa yang ada di sana salah semua. Akhirnya saya memutuskan untuk tidak menganti dokter ini hingga suatu hari saat kontrol mendadak beliau meminta saya jangan cari beliau lagi. Beliau meminta suster membuat janji dengan dokter yang merupakan guru beliau. 

"Dokter itu meski tidak punya gelar tinggi tapi dokter yang sesungguhnya. Beliau itu guru saya dan hanya beliau yang saya percaya untuk mengurus kamu karena beliau sangat teliti," kata dokter.

Meski bingung kenapa saya harus dipindah dokter tapi, saya tidak menanyakan alasan dan memilih menurut. Di luar dugaan, pemindahan itu membuat saya di ping-pong. Guru bingung kenapa diminta cek ulang hasil analisa murid. Setelah selesai cek, saya diminta kembali lagi. Saat kembali, saya dimarahi dan dinasehati, "Pokoknya jangan cari saya lagi! Beliau itu guru saya dan untuk apa saya cek hasil analisanya!"

Saya hanya diam dan bertanya sendiri apa pasien yang lain juga mengalami hal yang sama seperti saya? Terjepit di antara murid yang sudah jadi profesor dan guru yang spesialis biasa yang saling berlomba tidak memegahkan diri dan merasa paling benar.

Perbuatan mereka itu bukti nyata bahwa sebagai orang tua, guru dan atasan memang sudah merupakan kewajiban untuk mendidik orang menjadi sama hebat atau lebih hebat dari diri sendiri. 

Tidak sampai sebulan setelah kejadian itu, dokter bergelar profesor diangkat menjadi menteri kesehatan. Ternyata beliau hingga akhir masa kerja masih memikirkan masa depan kesehatan saya sebagai pasien dengan mencarikan dokter penganti yang tepat.

Nasehat beliau untuk kelak mencari dokter jangan melihat gelar yang tinggi tetapi lihat orangnya teliti atau tidak, selalu saya ingat.

PERNIKAHAN

Dokter bedah onkologi menyarankan 2 hal untuk mengatasi masalah saya. Pertama menikah sebelum usia 35, hamil lalu, susui anak yang saya lahirkan. Kedua, menopause karena pasti lenyap sendiri. 

Saat sedang menunggu beliau datang, saya melihat ada perempuan muda yang seperti seusia saya. Ketika saya sapa ternyata kami beda sebulan. 

Gadis itu cantik dan memiliki pekerjaan yang bagus. Jenis benjolan dia beda dengan saya. Waktu SMP pernah dioperasi karena termasuk ganas. Sekarang saat SADARI, dia khawatir muncul lagi yang sama. Kekhawatiran dia menjadi kenyataan. Dokter menyarankan untuk operasi mengangkat tumor ganas itu dan menyarankan hal yang sama seperti yang saya terima.

Bagi kami pernikahan bukan tentang menemukan pasangan lalu memiliki anak yang kehadirannya bisa menyehatkan kami.

Mayoritas teman saya yang menikah pasti mengatakan bahwa pernikahan adalah kehidupan yang sesungguhnya. Saya yang mendengar itu hanya diam tidak menanggapi karena perkataan itu bukti nyata sebelum menikah pasti tidak pernah mengurus rumah tangga.

Saya yakin ada banyak manusia di luar sana yang sejak lahir tidak dilatih ketrampilan mengurus rumah tangga maka dari itu setelah menikah kalang kabut.

Mama sehari setelah kakak menikah langsung uring-uringan. Saya hanya diam melihatnya karena baru sekarang mama sadar selama ini telah melakukan kesalahan tidak mendengar protes keras saya saat kecil meminta kesetaraan kerja antar anak dalam mengurus rumah. 

Selama ini sebagai anak terkecil selalu saya yang diminta mengalah beresi rumah supaya kakak bisa tenang belajar dan dapat rangking bagus. Saya yang tidak pernah dapat rangking jelas marah karena bagi saya bisa naik kelas dan lulus itu sudah cukup.

Menurut mama, rumah tanpa makanan bukan rumah. Kakak sama sekali tidak bisa masak. Mama bingung nanti saat punya anak dikasih makan apa. Tapi, beruntung kakak dapat suami yang terbiasa mengurus rumah hingga bisa masak. 

Pernikahan menjadi tempat menyatukan orang rajin dan malas mengurus rumah tangga seumur hidup mereka. Beruntung mereka sudah punya rumah sendiri. Bisa dibayangkan bila kakak tinggal bersama mertua pasti tiap hari menangis dikritik. 

Bagi saya menikah itu pekerjaan mengurus manusia tidak beda dengan apa yang saya kerjakan sebagai anak. Seisi rumah harus diurus kebersihan dan kesehatan jasmani hingga mental. Diperlukan pengertian dan kesabaran super tinggi supaya hidup damai, aman dan nyaman.

PILIHAN

Semua manusia memiliki kesempatan untuk memilih termasuk, memasang implan payudara atau tidak setelah operasi pengangkatan. 

Mama memilih tidak pasang karena sudah berusia 55 tahun saat kejadian dan implan hanya punya fungsi untuk keindahan yang hanya dilihat dia, papa dan anak yang mengerti bekas operasi tidak ada guna ditutupi karena itu hal wajar.

Tetapi, beberapa dari kenalan kami ada yang memilih pasang implan karena khawatir ditinggal suami. 

Kebimbangan sebelum dan sesudah pengobatan kanker payudara bisa dikonsultasikan dengan dokter poli peduli kanker payudara. Karena fungsi poli itu untuk memilih mencegah atau mengobati. 

Bila pada akhirnya pilihan jatuh untuk mengobati, saya yakin di luar sana ada banyak orang yang bisa memberi penghiburan dan kekuatan dalam menjalani masa yang sulit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun