Selesai makan, gigi Wiwi disikat bunda dan muka kembali dilap supaya segar. Selagi menunggu waktu jam kedutaan buka, mereka jalan-jalan di halaman monas dekat stasiun Gambir. Wiwi dengan gembira langsung berlarian tetapi, segera ditegur bunda untuk berhenti karena nanti baju basah penuh keringat dan bau.
Sampai di kedutaan, muka dan badan Wiwi kembali dilap setengah jam sebelum jam tes dimulai.
Selesai tes, para ibu yang sedang menunggu kaget mendengar Wiwi memanggil bunda dan langsung saling mengunjing.
"Itu anaknya beda banget!"
"Masih muda tapi punya anak sebesar itu."Â
Wiwi yang mendengar itu tidak ambil pusing karena sering melihat foto keluargaku yang juga beda warna kulit dan banyak ibu-ibu di kampung yang memiliki anak di usia muda.Â
Bunda segera pamitan dan bawa Wiwi pergi dari sana menuju pasar baru untuk beli sepatu.
"Bunda! Itu mesjid Istiqal! Dan lihat gereja Katedral!" serunya riang saat bajaj melewati kedua tempat ibadah itu.
"Kita kalau tinggal di sini bisa ke Istiqal sembahyang dan eyang ke katedral, misa!" lanjutnya dengan wajah berbinar.
Eyang pernah cerita waktu setelah sembuh dari sakit ketika ditinggal aku, saat hari Minggu ketika eyang mau pergi misa ke gereja, Wiwi merengek untuk ikut. Sewaktu masih ada aku, dia tiap hari Minggu juga ikut sekolah minggu.Â
"Wiwi menangis mau ikut ke gereja untuk sekolah minggu tetapi, eyang tolak dan bujuk supaya nanti pergi sekolah minggu waktu Bintang pulang," kata eyang dengan tersenyum.