Mohon tunggu...
MK
MK Mohon Tunggu... Freelancer - Cahaya Bintang

Saat diri dapat katakan CUKUP di saat itu dengan mudah diri ini untuk BERBAGI kepada sesama:)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pintu Depan 28

28 April 2022   20:26 Diperbarui: 28 April 2022   20:29 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Wiwi yang lahir hanya beda 2 jam lebih dahulu dariku di rumah bidan, memiliki otak yang luar biasa encer. Tahun lalu dia lulus dengan nilai cum laude dari jurusan komputer sains dan sistim informasi dari The National University of Singapore. Jauh sebelum lulus sudah ditawari pekerjaan oleh berbagai perusahaan teknologi raksasa dunia. Dan, Wiwi setahun sebelum lulus menerima tawaran pekerjaan perusahaan teknologi terbesar di Amerika. 

"Kata ibu tadi mas Wiwi baru diangkat jadi supervisor bagian riset dan pengembangan produk untuk kawasan Asia Tenggara. Perusahaannya bulan depan mengadakan seminar di Jakarta selama 3 hari dan mas Wiwi akan datang 2 hari sebelum seminar dimulai lalu pulang sehari setelah seminar selesai," kata Bulan dengan mengebu-gebu. 

"Kalau dia ada waktu, kamu bisa belajar teknologi informasi dengannya," balasku dengan tersenyum.

"Iya!! Aku tidak sabar untuk bertemu mas Wiwi!," serunya dengan girang.

"Bude dan Wiwi nanti menginap di mana?" tanyaku.

"Hotel Grand Hyatt! Keren 'kan!!!," jawab Bulan dengan mengedipkan mata kiri.

Aku tertawa melihat tingkahnya. Sepertinya dia masih ingat cerita aku dengan Aryo. 

"Nanti kita todong mas Wiwi untuk traktir makan steak di sana," lanjutnya dengan tertawa geli.

Bude sudah membeli tiket pesawat pulang pergi di saat yang sama dengan Wiwi. Nanti bude juga menginap di hotel Grand Hyatt sekamar dengan Wiwi. Tetapi, ibu menawari dia untuk menginap di rumah kami supaya bisa puas melepas rindu.

"Ibu bilang sayang mereka tidak datang di bulan Juli. Kalau seminar pas di Juli waktu hari wisuda mbak, bude bisa ikut hadir," lanjutnya.

Tidak terasa 1,5 bulan lagi aku diwisuda. Kemarin siang di mading kampus aku melihat iklan lowongan pekerjaan sebagai jurnalis di perusahaan media cetak milik Amerika. Tadi sebelum ke kantor Badan Pertanahan Negara untuk ambil sertifikat, aku mampir kantor pos untuk mengirim surat lamaran ke alamat perusahaan itu. 

"Mbak, semoga sebelum wisuda sudah ada kabar diterima atau tidak dari perusahaan itu," kata Bulan seakan membaca pikiranku lagi.

"Iya, semoga," jawabku pelan.

Seminggu kemudian, perusahaan media cetak itu menelepon ke telepon selular bekas kak Milah untuk meminta aku untuk datang wawancara ke kantor mereka lusa pagi jam 9:00.

Pewawancara aku adalah kepala biro bernama Nate, pria Amerika berumur 34 tahun yang baru pindah tugas ke Jakarta dari Washington, satu tahun yang lalu. Selesai wawancara, Nate langsung menyalami aku dan menyatakan aku diterima. Lusa, aku sudah bisa bergabung kerja dengan mereka. Kantor mereka terletak di Jakarta Pusat tidak jauh dari hotel Grand Hyatt.

Tidak kusangka tebakkan pak Ma bahwa aku bisa jadi jurnalis, menjadi kenyataan.

Sebelum pulang ke rumah, aku mampir bakery hotel President untuk beli kue tart buah sebagai hadiah kejutan untuk Bulan yang telah setia mendukungku selama ini.

"Waaah! Isi kotak kue itu apa, mbak?" tanya Bulan saat menyambutku pulang dan mengambil kotak kue dari tanganku.

"Ini untuk merayakan aku telah diterima bekerja!" jawabku dengan tersenyum lebar. 

"Wah, selamat! Orang rumah pasti bahagia sekali mengetahui berita gembira ini," seru Bulan kegirangan.

Saat Bude dan Wiwi datang ke Jakarta, aku sudah sebulan bekerja jadi jurnalis dan telepon selular kak Milah menjadi milikku. 

"Halo, Bintang! Ibu sudah di rumah." Saat sedang makan siang di ruang rapat kantor, ibu meneleponku ke telepon selular untuk mengabari telah sampai dengan selamat. Rumah saat itu kosong karena Bulan ada kuliah hingga sore.

Ibu datang sehari lebih cepat dari bude dan Wiwi. Kedatangan ibu hari ini membuat aku pulang tepat waktu jam 5 sore tidak lembur seperti biasa.

Keesokan hari, bude dan Wiwi sampai hotel jam 6 sore. Ibu memintaku untuk menemui mereka sepulang kantor. Pekerjaanku selesai jam 7 malam. Dengan langkah tergesa-gesa, aku jalan kaki ke hotel sambil menenteng besek berisi wingko babat kesukaan mereka. 

Bude segera turun dari kamar begitu menerima telepon aku dari lobi. 

"Bintang! Ayo, naik kita ke kamar buat ngobrol. Ada Wiwi di sana," ajak bude dengan mengandeng aku.

Wiwi sedang mandi saat aku sampai di kamar. Koper warna hitam berisi file, terbuka lebar di atas lantai samping jendela. 

"Bude belum sempat bongkar koper. Ada banyak oleh-oleh untuk kalian. Besok ibumu katanya mau datang jam 10 pagi bersama Bulan. Sebaiknya oleh-oleh itu besok bude kasih mereka," kata bude sambil menyuruhku duduk di kursi depan meja kerja.

"Bude ini..." Perkataan terputus karena Wiwi mendadak keluar dari kamar mandi dan membuatku spontan menengok ke arahnya.

"Wi! Ini Bintang, sepupumu. Bintang itu Wiwi." Bude memperkenalkan kami sebagai sepupu yang lama terpisah. Aku tersenyum kecil saat mendengar itu. Wiwi belum diberitahu tentang latar belakangnya.

Kami sama-sama berkata,"Halo!" lalu, jabatan tangan.

"Bude ini ada wingko babat dari ibu," lanjutku.

"Wah, sayang tidak ada teh tubruk! Bude sudah kangen sekali minum teh tubruk sambil makan wingko babat," balasnya sambil mengambil lalu membuka besek untuk ambil satu dan makan.

"Nanti, kita makan malam bertiga. Bintang, jangan pulang dulu," pinta bude. 

Aku bingung harus menjawab apa. Sekarang sudah jam 8 malam dan aku tidak tahu restoran yang cocok di lidah bude di sekitar sini.

"Iya, nanti kamu makan dulu bersama kita di restoran yang ada dalam Plaza Indonesia," kata Wiwi.

"Bude, lebih baik aku tanya ibu untuk minta ijin boleh atau tidak," jawabku dengan mengambil telepon selular dari dalam tas.

Ibu mengijinkan aku untuk ikut makan malam bersama mereka, tetapi berpesan ke bude supaya aku diperbolehkan pulang sebelum jam 10 malam.

"Bunda, mau makan mie atau nasi?" tanya Wiwi sambil melihat daftar restoran di mal ini. 

"Bintang mau apa?" tanya bude tanpa menjawab pertanyaan anaknya. Aku balik menyerahkan pilihan ke Wiwi dan dia akhirnya menentukan makan mie berkuah.

"Bintang, kata ibumu kantor kamu dekat dari hotel. Kamu besok bisa ikut menginap tidur dengan bude," kata bude saat kami sedang menunggu pesanan.

Aku tertawa geli mendengar itu. "Bude, terima kasih untuk tawarannya. Tapi, sebaiknya tidak usah. Nanti bude mau menginap di rumah 'kan?"

Wiwi hanya bisa diam mendengar dan melihat kami mengobrol. Bude di luar dugaan sungguh suka bicara.

Selesai makan, aku langsung minta ijin pulang. Bude menyuruh Wiwi menemaniku jalan kaki sampai stasiun Sudirman. Wiwi menurut tanpa membantah.

"Sebenarnya ini kedua kali aku ke Jakarta. Pertama kali sekitar tiga bulan yang lalu untuk rapat sehari di kantor cabang yang ada di daerah Sudirman sehingga, tidak menginap hanya pulang pergi," kata Wiwi yang berjalan di sampingku, memecah keheningan.

Hingga sampai stasiun, kami tidak berhenti mengobrol. 

-bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun