Salah satu dari mereka harus keluar agar ada tempat untuk penghuni baru. Perdebatan mereka mengungkap mereke berkumpul di rumah itu karena satu kesamaan, mereka korban kekerasan seksual brutal. Mereka semua telah mati dan berkumpul di satu tempat setelah kematian. Bisa jadi dalam pandangan tertentu rumah itu adalah akhirat.
Keluar rumah itu bermakna reinkarnasi. Jika film-film lain biasanya menggambarkan bagaimana meyakinkan dewa agar diizinkan reinkarnasi. Trauma mereka membuat mereka lebih ingin tinggal di rumah afterlife yang lebih membuat mereka merasa aman.
Ketukan pintu itu menandakan bahwa korban lain telah meninggal dan akan tinggal di rumah itu, seorang korban tewas kekerasan seksual yang brutal.
Di sinilah pertengkaran semakin meruncing, sang mahasiswi mengusulkan bahwa rumah itu perlu menampung semua korban tanpa membuat yang lain keluar.
Arzu pun mengatakan yang terakhir masuk ia yang keluar atau tidak perlu ditambah lagi penghuni. Jyoti menjelaskan jumlah korban semakin banyak seiring frekuensi perkosaan yang terjadi.
Maya kesal, "siapa sih mereka bagi kita?", yang disahut langsung Neha " Lah, siapa juga kita bagi satu sama lain?"
"Ho'oh, lagian kita sudah kayak sarden kalengan aja di sini," timpal Arzu.
Bel kembali berbunyi yang membuat gusar penghuni rumah. Jyoti makin gelisah, apakah shelter publik perlu dibuka untuk melindungi para korban sedangkan mereka sendiri adalah korban.
Pertentangan kelas dimulai dan membuka kisah masing-masing, Neha warga kelas menengah yang sehari-hari berbahasa Inggris berdebat dengan 3 perempuan tua yang menjalani marital rape sejak usia 12 tahun. Mereka tidak pernah tahu sekolah.
Arzu kembali mengingatkan persoalan siapa yang harus tetap tinggal dan siapa yang pergi dari rumah itu agar penghuni baru dapat menempati rumah itu.
Sang mahasiswi mengusulkan "siapa yang masih punya ayah dan saudara laki-laki atau suami saja yang keluar."