Mohon tunggu...
Karla Wulaniyati
Karla Wulaniyati Mohon Tunggu... Lainnya - Senang Membaca, (Kadang-kadang) Menulis, Menggambar Pola/Gambar Sederhana

Let the beauty of what you love be what you do (Rumi)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dongeng | Teman, Sampai Bertemu Lagi

11 Desember 2018   06:52 Diperbarui: 11 Desember 2018   14:43 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namaku Timmy domba kecil berbulu tebal. Anak terkecil dari 6 bersaudara. Semua kakak menyayangiku, walaupun mereka selalu mengolokku karena aku memiliki poni keriting yang membuat aku terlihat lucu. Aku adalah domba kecil yang memiliki rasa keingintahuan tinggi, karena banyak hal yang belum aku ketahui. 

Kami tinggal di peternakan yang letaknya di atas dataran tinggi. Setiap hari kami dilepas di sebuah ladang rumput. Aku senang sekali berlarian disana. Loncat, berlari dan tak lupa bergulingan di atas rumput. Sungguh menyenangkan.

Temanku banyak dan mereka sangat senang bermain denganku. Suatu hari setelah cape bermain saat duduk dan berbincang ada teman yang tiba-tiba membicarakan anak pak Coklat, domba di peternakan kami juga.

" Anak pak Coklat itu sakit apa ?" tanya Fatty si domba gemuk memulai perbincangan.

"Sakit kutukan !" Blacky si domba berbulu hitam dengan gaya misteriusnya menjawab yang ditanggapi semua mata membelalak.

"Kutukan apa ?" tanyaku penasaran. Semua temanku tertawa karena mereka tahu bahwa Blacky asal bicara saja hanya aku yang terkena perangkapnya.

Pembicaran berubah dengan meributkan hal-hal yang sebenarnya tidak penting. Hanya aku yang tidak mengikuti perbincangan seru itu karena kepalaku penuh oleh banyak pertanyaan tentang anak pak Coklat.

Malamnya aku bertanya pada ibu untuk menghilangkan rasa penasaranku. Ibu bercerita bahwa bu Coklat lama sekali tidak mempunyai anak. Hingga satu waktu akhirnya diketahui kalau bu Coklat akan memiliki anak. Bu Coklat dan suaminya senang bukan main.

Hingga akhirnya anak bu coklat lahir. Berbarengan dengan ibu pun melahirkanku, jadi aku dan anak bu Coklat itu seusia. Awal lahir anak bu Coklat sehat dan gemuk. Kebahagian selalu terpancar dari muka bu Coklat dan suaminya. 

Suatu hari saat anak bu Coklat berusia dua bulan tiba-tiba anaknya kejang. Ributnya luarbiasa karena bu Coklat panik dan menjerit-jerit melihat anaknya yang kejang.

Setelah diobati ternyata ada perubahan. Kepala anak bu Coklat selalu terkulai, menghadap ke belakang. Sejak itu pertumbuhan anak bu Coklat seperti terhenti. Hanya tidur, tidak bisa bicara, kegiatan sehari-hari bu Coklat yang membantu bahkan untuk sekedar makanpun tidak bisa. Kasihan sekali kondisinya. Bu Coklat dan suaminya sedih sekali walau mereka tetap sayang dan merawat anak semata wayangnya dengan sabar dan sepenuh hati.

"Bolehkah aku main ke rumah bu Coklat ?" tanyaku pada ibu setelah selesai bercerita.

"Mau apa ?" ibu menanyakan niatanku main ke kandang bu Coklat.

"Ingin berkenalan dengan anak bu Coklat." Jawabku meyakinkan.

"Boleh, asal kau minta ijin bu Coklat atau pak Coklat sebelum bertemu anaknya." Kata ibu berpesan padaku.

Malam itu terasa lama karena aku sudah tak sabar bertemu dan berkenalan dengan anak bu Coklat.

###

Aku menyaksikan dari jauh saat pegawai pemilik ternak menyuapi anak bu Coklat. Lebih banyak yang tumpah dibanding yang dapat dimakan. Kasihan sekali melihatnya.

Setelah selesai makan dan pegawai pemilik ternak pergi aku masih belum berani masuk ke kandang bu Coklat.

"Hai Timmy, kemari masuk." Bu Coklat merasakan kehadiranku. Aku masih ragu memasuki kandang karena takut mengganggu. Aku juga heran kok bu Coklat tahu namaku, sedangkan aku tidak tahu nama anaknya bu Coklat.

" Ada apa nak ?" bu Coklat mempertanyakan kehadiranku di kandangnya.

"Aku ingin berkenalan dengan anak Ibu." Aku mengintip untuk melihat anak bu Cokkat. Kondisinya tetap terkulai dengan kepala menghadap ke belakang.

"Oh silahkan, anak ibu namanya Otto." Aku dibawa bu Coklat menemui anaknya. Lalu dikenalkan padaku, ekspresi wajahnya tidak berubah, diam saja cenderung seperti menahan sakit.

Hari-hari berikutnya hampir setiap hari aku menemui Otto dan menjadi teman yang selalu datang berkunjung untuk menemani dan mengajaknya bermain. Tepatnya aku yang bermain, bercerita apa yang aku temui. Memainkan permainan dihadapannya, heboh sendiri dan tertawa sendiri kalau sedang bercerita hal yang menurutku lucu. Otto tidak bereaksi, tapi aku merasa dia mengerti apa yang aku lakukan.

Suatu hari seperti biasa, pagi aku menemui Otto sebelum aku bermain keluar bersama teman yang lain. Kali ini aku akan menceritakan kejadian lucu kemarin. Seperti biasa aku tertawa sendiri.

"Saat kau sembuh nanti kita main berdua ya." Kataku sambil memeluk Otto. Tetiba aku melihat Otto mengeluarkan air mata. Dari sekian lama aku bermain baru kali ini aku melihat Otto bereaksi walau reaksinya membuatku sedih karena melihat Otto mengeluarkan air mata.

"Besok aku datang lagi ya, sekarang aku pamit dulu, ini mainan untuk menemanimu." Aku berpamitan pada Otto dan memberikan mainan yang aku temukan kemarin saat bermain di luar.

" Timmy." Otto memanggilku. Tentu saja aku kaget karena aku pikir Otto tidak akan mengenaliku. Aku berhenti jalan lalu berputar untuk melihat Otto lagi, kulihat dia tersenyum. Aku kembali menghampiri Otto dan kupeluk sekali lagi.

" Sampai bertemu besok ya teman." Aku pergi pamit. Diantar bu Coklat aku keluar kandangnya.

"Timmy terima kasih karena sudah mau menemani Otto setiap hari. Otto terlihat senang sampai bisa mengenalimu tadi." Kepalaku dielus bu Coklat sebagai tanda sayang, aku pamit pada bu Coklat dan berjanji besok main lagi.

###

Hari masih pagi tapi kandang terdengar gaduh yang membuatku jadi terbangun. Sambil berusaha membuka mata kulihat ibu sudah ada di depanku.

"Ada apa bu ? kenapa gaduh sekali ?" mataku masih sulit kubuka.

"Temanmu, Otto tadi malam kejang dan tidak tertolong. Temanmu meninggal nak." Aku tidak ingat apa-apa, yang aku tahu setelah dengar penjelasan ibu aku lari menabrak apapun yang ada dihadapanku untuk segera melihat Otto.

Sesampai di kandang bu Coklat sudah banyak yang berkumpul. Saat bu Coklat melihatku segera memelukku dan kami menangis bersama karena ditinggal Otto. Dari balik bahu bu Coklat kulihat temanku Otto tak bergerak sambil masih mendekap mainan pemberianku.

"Teman, sampai bertemu lagi. Aku menyayangimu." 

###

Sudah beberapa minggu sejak kepergian Otto. Entah kenapa hari ini aku teringat terus padanya hingga memutuskan untuk mengunjungi kandang bu Coklat.

"Kemari nak." Saat bu Coklat melihat kedatanganku.

"Bu, sebenarnya Otto sakit apa ?"tanyaku sambil menahan kesedihan.

"Otto sakit polio yang menyebabkan dia kejang, dan kepalanya selalu terkulai ke belakang."

" Polio ? " tanyaku tak mengerti.

"Iya, tapi diakhir hidupnya Otto terlihat bahagia karena punya teman sepertimu. Terima kasih karena membuat hari Otto membahagiakan sampai kepergiannya." Bu Coklat tak kuasa menahan tangisnya, aku pun ikut menangis.

Lalu bu Coklat memegang tanganku, menempelkan tanganku diperutnya. Kurasakan ada yang bergerak-gerak.

" Ini adiknya Otto, dia pasti senang kalau tahu akan punya adik." Muka bahagia terpancar di muka bu Coklat. Hadiah kesabaran bu Coklat merawat Otto dengan penuh kasih sayang, sekarang akan hadir adik Otto. Aku turut bahagia.

"Teman, engkau akan mempunyai adik. Tenang saja ada aku yang akan menjadi kakak dan menjaga mereka untukmu."

###

Karla Wulaniyati untuk Kompasiana
Karawang, Selasa 11 Desember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun