Mohon tunggu...
Karisma Nabila
Karisma Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya mahasiswa

Pembahasan yang akan di bahas yaitu mengenai hukum perdata islam di indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku: Waris Berdasarkan Berbagai Sistem Hukum di Indonesia Karya Hj. Wati Rahmi RIA, S.H.M.H

14 Maret 2024   10:50 Diperbarui: 14 Maret 2024   10:57 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pewarisan menurut Testament (Ad Testamento) Dalam pewarisan menurut testament maka ditinjau dari isi testament dikenal dua cara, yaitu : Yang pertama, Erfstelling atau pengangkatan waris, Pasal 954 KUHPerdata menentukan bahwa, wasiat pengangkatan waris adalah suatu wasiat dimana si yang mewariskan kepada seseorang atau lebih memberikan harta kekayaan yang akan ditinggalkannya apabila ia meninggal dunia baik seluruhnya maupun sebagian seperti setengahnya, sepertiga. Yang kedua, Hibah Wasiat atau Legaat, di dalam Pasal 975 KUHPerdata, menetukan bahwa hibah wasiat adalah penetapan wasiat yang khusus dimana yang mewariskan kepada seseorang atau lebih memberikan beberapa dari barang-barangnya dari suatu jenis tertentu, misalnya barang-barang bergerak atau barang-barang tak bergerak, atau hak pakai atas seluruh atau sebagian dari harta peninggalan.

Menurut pasal 913 KUHPerdata legitime Portie, adalah sesuatu bagiam dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada waris, dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap mana si yang meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang masih hidup, maupun selaku wasiat. Tujuan legitieme portie ialah agar warisan sebagai harta keluarga akan jatuh ke tangan keluarga. Dengan demikian diharapkan bahwa harta keluarga akan jatuh ketangan keluarga, sehingga legitieme portie mempunyai fungsi pemerataan (sosial) diantara anak-anak sebagai ahli waris. Sifat Hukum Dari Legitime Portie ada dua yang peetama, Legitimaris dapat menuntut pembatalan dari perbuatan-perbuatan si pewaris yang merugikan legitime portie (bagian mutlak). Yang kedua, Si pewaris bagaimanapun tidak boleh beschikken (membuat ketetapan) mengenai bagian mutlak itu.

Bedasarkan Pasal 915 KUHPerdata, selamanya dari bagian menurut undang-undang. Sedangkan bagian mutlak dari anak luar kawin yang telah diakui (Pasal 916 KUHPerdata) selamanya dari bagian anak luar kawin menurut ketentuan Undang-Undang. Ahli waris yang tidak mempunyai bagian mutlak atau legitime portie, yaitu pertama suami/isteri yang hidup terlama. Kedua para saudara-saudara dari pewaris. Mereka tidak berhak (non legitimaris) karena berada dalam garis kesamping. Digunakan tidaknya perhitungan berdasarkan legitime portie sangat tergantung pada ada atau tidaknya hibah atau testament tang bisa dilaksanakan. Testament menurut Pasal 875 KUHPerdata testament atau surat wasiat ialah suatu akta yang dapat memuat pernyataan tentang apa yang dikehendaki agar terjadi setelah orang tersebut meninggal dunia dan olehnya dapat dicabut kembali.

Pendahuluan Hukum Waris Islam

Hukum Islam yang telah berlaku sejak masa VOC itulah yang oleh pemerintah Hindia Belanda diberikan dasar hukumnya dalam Regeerings Reglement atau RR tahun 1855 yang antara lain dalam Pasal 75 dinyatakan bahwa "Oleh hakim Indonesia itu hendaklah diberlakukan undang- undang agama". Di dalam penjelasan undang-undang tersebut ditegaskan bahwa bidang kewarisan adalah mengenai penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan pelaksanaan pembagian harta peninggalan tersebut, bilamana pewarisan tersebut dilakukan berdasarkan hukum Islam. Hal tersebut memberi pemahaman bahwa para pihak dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang akan dipergunakan dalam pembagian warisan. Jika pasal tersebut dihubungkan dengan penjelasan undang-undang itu maka diperoleh kesimpulan bahwa menurut hukum positif (tata hukum) Indonesia, orang Islam tidak harus tunduk pada hukum kewarisan Islam dalam hal pembagian harta warisan. Orang Islam boleh menggunakan pranata hukum lain (misalnya hukum kewarisan adat atau hukum kewarisan berdasarkan KUH Perdata).

Latar Belakang Hukum Waris Islam

 Pada masa pra Islam kaum wanita sama sekali tidak mempunyai hak untuk menerima warisan dari peninggalan pewaris (orang tua ataupun kerabatnya). Kondisi ini terjadi dengan alasan bahwa kaum wanita tidak dapat ikut berperang membela kaum dan sukunya. Sehingga di zaman jahiliyah Mereka mengharamkan kaum wanita menerima harta warisan, sebagaimana mereka mengharamkannya kepada anak-anak kecil. Mereka memandang kaum wanita tidak lebih sebagai pemuas syahwat mereka sangat bakhil dalam memberikan nafkah kepada kaum wanita, dan mengharamkan wanita untuk mengatur harta miliknya sendiri, kecuali dengan izin kaum laki- laki (suaminya). Sedangkan Hukum membagi Harta Pustaka yang tertera di dalam Al Qur'an dan Al Hadist adalah merupakan ketentuan hukum yang bersifat memaksa, oleh karenanya wajib bagi setiap muslim untuk melaksanakannya.

 Sejarah Hukum waris Islam di indonesia, yang pertama pada masa sebelum pemerintah kolonial Belanda, Dalam sejarah perkembangan hukum di Indonesia, disebutkan bahwa berdasarkan keadaan di atas (ketidakberdayaan sistem peradilan yang diciptakan oleh VOC), maka VOC menugaskan D.W. "Hukum Warisan Islam" sambungsambung karya Fraijer juga diselesaikan oleh penguasa masadan para ulama, dan Kodediterima oleh VOC dan dikembangkan lebih lanjut oleh lembaga peradilan untuk menyelesaikan kasus-kasus yang terjadi dikalangan umat Islam. oleh institusi. Keadaan ini (penerapan hukum Islam dalam lembaga peradilan yang didirikan VOC) berlangsung selama kurang lebih dua abad sejak tahun, setelah itu dilakukan upaya secara perlahan dan sistematis untuk menghilangkannya. Yang kedua pada masa pemerintahan kolonial Belanda, Pada abad ke-19, banyak orang Belanda, baik di negerinya sendiri maupun di Hindia Belanda. Sangat berharap segera menghilangkan pengaruh hukum Islam dari sebagian besar orang Indonesia dengan berbagai cara diantaranya melalui proses Kristenisasi. Harapan itu didasarkan pada anggapan tentang superioritas agama Kristen tehadap agama Islam dan sebagian lagi berdasarkan kepercayaan bahwa sifat sinkretis agama Islam di pedesaan Jawa akan memudahkan orang Islam Indonesia dikristenkan jika dibandingkan dengan mereka yang berada di negara-negara muslim lainnya. Sehingga menggunakan pasal 75 RR (Regeering Reglement) suatu peraturan yang menjadi dasar Pemerintah Belanda untuk menjalankan kekuasaannya di Indonesia, S. 1855:2 memberikan instruksi kepada pengadilan agar tetap mempergunakan undang-undang agama, lembaga-lembaga dan kebiasaan-kebiasaan itu sejauh tidak bertentangan dengan keputusan dan keadilan yang diakui umum. Yang ketiga pada Masa Pendudukan Jepang, Pada masa pendudukan Jepang, semua peraturan perundang-undangan yang ada pada zaman kolonial Belanda dinyatakan masih tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum Pemerintah Dai Nippon. Yang ke empat Masa Kemerdekaan Sampai Sekarang sejak diproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonesia, hukum agama yang diyakini oleh pemeluknya memperoleh legalitas secara konstitusional yuridis, hal ini didasarkan atas sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yang kemudian lebih lanjut dijabarkan di dalam UUD 1945, khususnya pada pasal 29. Di Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 pada dasarnya telah dimulai untuk menjalankan sabda Rasulullah Saw untuk mempelajari dan mengajarkan hukum waris, tinggal sekarang bagaimana penerapan ilmu tersebut (hukum waris Islam) dalam lingkungan kehidupan masyarakat muslim Indonesia secara konsisten. Dapat disimbulkan bahwa hukum waris Islam bagi seorang muslim mempunyai kedudukan yang utama dibandingkan dengan hukum waris lainnya, sebab sudah jelas bahwa hukum waris Islam telah ditetapkan dalam Al-Qur'an maupun Sunnah ( sesuatu yang wajib dilaksanakan). Sedangkan peran Pengadilan Agama yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagai Pengadilan yang berdiri sendiri dan mempunyai kewenangan penuh untuk menyelesaikan persoalan-persoalan kewarisan bagi masyarakat yang memeluk agama Islam.

Dasar Hukum Waris Islam Dan Kjiannya

 Ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah kewarisan baik secara langsung maupun tidak langsung di dalam Al-Qur'an dapat dijumpai dalam beberapa surat dan ayat, yaitu sebagai berikut:

1)Menyangkut tanggung jawab orang tua dan anak di temui dalam surat Al-Baqarah ayat 233.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun