Mohon tunggu...
Karina Anggita
Karina Anggita Mohon Tunggu... Human Resources - Life enthusiast

Belajar untuk menulis, selalu tertarik pada sejarah, musik, budaya dan bahasa

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Memento Mori: Sebelum Waktu Habis, Refleksi Seorang Karyawan Biasa

3 November 2024   20:24 Diperbarui: 3 November 2024   20:24 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memento mori: ingatlah bahwa engkau akan mati, menggemakan realitas ini. Manusia terlahir tanpa kepastian tentang berapa lama akan hidup, dan kematian, dalam kebisuan mistisnya, selalu menunggu di ujung jalan. Tetapi kesadaran akan kematian seharusnya bukan menjadi ketakutan, melainkan panggilan untuk hidup lebih bermakna.

Sebagai karyawan biasa, kesadaran ini bisa datang secara tiba-tiba. Mungkin ketika Anda kehilangan rekan kerja, atau ketika kehidupan memberikan peringatan tentang kefanaan. Di tengah kesibukan sehari-hari, ada waktu di mana Anda terdiam, bahkan hanya untuk sesaat, dan bertanya:  Apa yang sedang saya kejar? Jika saya mati hari ini, apakah saya akan puas dengan cara saya menjalani hidup?

Manusia secara alami mencari makna. Di balik setiap lakon yang dijalankan, selalu ada pertanyaan besar yang tersembunyi, untuk apa semua ini? Mengapa saya ada di sini?

pertanyaan tentang tujuan hidup, tentang 'why', Ketika semua ini selesai, apa yang tersisa?

Jean-Paul Sartre, dalam pandangannya menyatakan bahwa eksistensi mendahului esensi, artinya kita lahir tanpa tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan bertanggung jawab untuk menciptakan makna hidup kita sendiri. Sementara Viktor Frankl, percaya bahwa kehidupan memiliki makna bahkan di tengah penderitaan, dan menemukan makna dalam hidup adalah kekuatan pendorong utama manusia.

Dengan mengingat bahwa hidup ini terbatas, manusia diarahkan untuk mempertanyakan apa yang benar-benar penting dan bermakna.

Setiap individu mungkin memiliki tujuan yang unik, tergantung pada nilai-nilai pribadi, pengalaman, dan keadaan hidup. Tujuan hidup tidak selalu merupakan sesuatu yang besar, epic, grande ataupun muluk, kadang-kadang, itu bisa sederhana, seperti hidup penuh di momen ini, membantu orang lain, atau mengejar pengetahuan.

Rutinitas dan Kebutuhan Dasar: Lintas Batas Fisiologis

Menurut Abraham Maslow, manusia bergerak melalui lima tingkatan kebutuhan, mulai dari yang paling mendasar seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan, menuju puncak hierarki yang disebut aktualisasi diri. Ketika Anda sudah memenuhi kebutuhan fisiologis (Kebutuhan primer seperti sandang, pangan, papan) dan keamanan (rasa aman secara fisik dan emosional), Anda mulai mencari hubungan sosial dan penghargaan diri, dan akhirnya menuju pencapaian tertinggi, aktualisasi diri.

1. Pada tingkat dasar :  Bertahan Hidup

Hidup terasa seperti rangkaian tugas tanpa akhir yang hanya bertujuan untuk memastikan kebutuhan fisik terpenuhi. Anda bekerja keras demi makan, tempat tinggal, memenuhi ego gaya hidup, dan keamanan fisik. Anda mungkin merasa terjebak dalam rutinitas, tanpa ruang untuk berpikir tentang hal-hal yang lebih besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun