Mohon tunggu...
kardianus manfour
kardianus manfour Mohon Tunggu... Editor - belajar mencintai kebijaksanaan hidup

mahasiswa filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Metafisika Gneoseologis Imanuel Kant

14 April 2020   22:14 Diperbarui: 14 April 2020   22:31 1205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Keputusan analitis adalah keputusan yang predikatnya termuat atau sekurang-kurangnya secara eksplisit termuat dalam konsep yang dimiliki subjek. Proposisi analitis adalah pernyataan yang memiliki makna formal, maknanya tidak didapat dari fakta empiris, tetapi dari implikasi logis kata-kat dan ide seperti dalam matematika, logika deduktif dan ilmu pengetahuan formal. [14] Proposisi analitis adalah proposisi yang predikatnya merupakan bagian dari subjek. Hal ini dikarenakan predikat tidak menambahkan pada konsep subjek apapun yang belum terdapat padanya, baik secara eksplisit maupun implisit.  Kebenarannya pun bergantung pada hukum kontradiksi. Contoh : lingkaran itu bulat , proposisi ini adalah analitis karena kata "bulat" sebagai predikat tidak menambahkan sesuatu yang baru pada subyeknya yaitu lingkaran dan diperoleh secara a priori. Proposisi ini haruslah mengikuti hukum kontradiksi. Pendapat bahwa sebuah lingkaran tidak bulat, dalam dirinya sendiri adalah kontradiktif.

3.2.2 Sintesis (a posteriori)

 Pengetahuan a posteriori adalah pengetahuan yang mengandaikan pengalaman.[15] Semua proposisi yang manusia ketahui melalui pengalaman adalah proposisi sintesis. Dalam setiap keputusan sintesis,  sesuatu itu ditambahkah pada konsep tentang subjek. Manusia bisa mengambil contoh sebuah proposisi misalnya: " semua anggota kelompok A adalah pendek." Dan manusia mengandaikan bahwa ini adalah proposisi yang benar. Ini adalah sintetis, karena manusia tidak bisa memperoleh ide tentang "kependekan" hanya dengan analisis belaka dari konsep keanggotaan kelompok A. Hubungan antara "pendek" dan keanggotaannya  kelompok A hanya bisa diketahui melalui pengalaman dan keputusan itu merupakan hasil dari serangkaian observasi empiris. Manusia tidak bisa mengetahui secara a priori bahwa  semua anggota adalah pendek; ini hanyalah sebuah kenyataan yang partikular.

3.2.3 Sintesis a priori

            Dalam Kant, pengetahuan sejati ialah pengetahuan sintesis a priori.[16] Kant yakin bahwa ada proposisi sintetis  a priori yaitu proposisi yang tidak hanya sintetis tetapi juga merupakan keputusan a priori (mutlak dan universal). Oleh karena itu persoalan umum yang muncul adalah bagaimana pengetahuan sintetis a priori bahwa semua anggota adalah pendek; ini hanyalah sebuah kenyataan yang partikular.

            Mereka ditemukan, pertama-tama pada proposisi matematika. Perlu diingat bahwa proposisi matematika pada hakikatnya adalah selalu keputusan a priori dan bukan  a posteriori, karena mereka masuk dalam konsep mutlak, yang tidak ditarik dari pengalaman. Proposisi 7 + 5 =12 adalah bukan generalisasi  empiris. Itu adalah proposisi yang mutlak, universal. Akan tetapi, menurut Kant, proposisi ini pun secara implisit di dalamnya mengandung keputusan sintetis. Karena angka 12 tidak didapat dengan mencoba untuk menganalisis saja ide persatuan (penjumlahan) antara angka 5 dan 7. Karena 5 dan 7 itu tidak dalam dirinya sendiri mengandung angka 12  sebagai sebuah angka partikular hasil dari 5+7. Manusia tidak bisa mendapatkan angka 12 kecuali dengan bantuan intuisi. Proposisi matematika, oleh karena itu adalah selalu sintesis a priori.

IV.   Analitika Transendental

Saya mengawali uraian "analitika transendental" dengan memperlihatkan sebuah bentuk kerjasama antara sensibilitas dan intelek yang dimiliki manusia. Pengetahuan manusia berasal dari dua sumber utama. Pertama fakultas yang berperan dalam menerima kesan-kesan atau data indrawi yang disebut sebagai sensibilitas. Intuisi indrawi menyediakan bagi manusia data, dan manusia tidak dapat menyediakan objek sebagai data dengan cara lain kecuali melalui sensibilitas. Sumber kedua pengetahuan manusia adalah kekuatan menghasilkan atau secara spontan memproduksi konsep sebagai pemahaman yang oleh Kant disebut dengan istilah intelek. Kerjasama dari dua fakultas itu dibutuhkan untuk menciptakan pengetahuan tentang objek-objek. Tanpa sensibilitas tidak ada objek yang diberikan kepada manusia (subjek), dan tanpa intelek tidak ada objek yang dipikirkan. Di sinipun jelas bahwa Kant  sedang memperdamaikan empirisme dan rasionalisme. Kant memperlihatkan bahwa pengetahuan itu merupakan hasil sintesis antara keduanya. Pikiran tanpa pengalaman empiris adalah kosong, intuisi tanpa konsep adalah buta. Dua fakultas ini fungsinya tidak bisa saling menukar. Intelek tidak mampu mengintuisi dan sensibilitas itu tidak dapat "memikirkan". Pengetahuan akan muncul hanya dengan kerjasama antara keduanya (sensibilitas dan intelek).[17]

Sensibilitas, seperti yang telah dijelaskan di atas memiliki hukum-hukumnya (intuisi murni yang disebut ruang dan waktu) dan dilain pihak intelek juga memiliki hukum-hukumnya sendiri. Berkaitan dengan konsep trasendental ini, Armada Riyanto dalam buku "Relasionalitas" mengatakan demikian:

"Konsep trasendental Kantian merevolusi pencarian filsafat akan kebenaran pengetahuan. Akal budi manusia atau intelektualitas manusia adalah budi murni yang memiliki struktur 12 kategori (unitas, pluralitas, totalitas,  realitas negasi, limitasi, substansi-aksidens, kausalitas, resiprositas, posibilitas-imposibilitas, eksistensi-inesistensi, necesitas-contingensi). Makna kategori yang dalam Aristoteles merupakan struktur untuk memahami yang ada (leges entis), dalam Kant menjadi struktur budi murni (leges mentis)."[18]

Logika yang manusia maksudkan di sini bukanlah logika formal, yang hanya berkaitan dengan bentuk-bentuk pikiran dan isinya (yang mengabstraksi objek-objek hingga lepas dari isi empirisnya). Manusia berbicara di sini soal "logika transendental". "Logika transendental" ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan logika formal tradisional. "Logika transendental" memusatkan diri pada hukum-hukum a priori pikiran manusia atas objek sejauh menentukan pemahaman manusia, dan bukan dari hukum-hukum a priori yang lepas dari objek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun