Mohon tunggu...
kardianus manfour
kardianus manfour Mohon Tunggu... Editor - belajar mencintai kebijaksanaan hidup

mahasiswa filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Metafisika Gneoseologis Imanuel Kant

14 April 2020   22:14 Diperbarui: 14 April 2020   22:31 1205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Setiap aliran metafisika mengklaim bahwa akal budi memiliki kapasitas memadai untuk memahami dunia.  Seolah-olah akal budi memiliki kualitas "ampuh" untuk menyibak semua realitas mendasar dari segala yang ada. Dengan kata lain, metafisika awali hendak mengklaim keampuhan akal budi untuk menyibak realitas pada dirinya sendiri. Bahwa dunia adalah dunia yang bisa dipahami dan setiap aliran metafisika mengasumsikan bahwa pikiran manusia memadai untuk memahami dunia, dan bahwa setiap pernyataan metafisika tentang realitas bukanlah sekedar konsep atau opini belaka melainkan kebenaran yang niscaya.

Para filosof ini begitu sibuk menyibakkan realitas, memperdebatkan semesta, mencari arche, inti terdalam dari realitas, dan rupa-rupanya tidak menyentuh keadaan subjek atau manusia yang tentang realitas. Pada Descartes mulai terlihat upaya "meneliti'  subyek yang berpikir. Ia tidak lagi sibuk dengan mencari hakikat terdalam dari realitas, tetapi dengan motode keraguannya ia berkesimpulan bahwa manusia adalah substansi berpikir.

Sedangkan realitas adalah substansi berkeluasan yang ditentukan oleh hukum-hukum mekanis.[4] Penemuan Descartes, cogito ergo sum, yang dia sendiri menyebutnya, "perinsip pertama dari filsafat yang dia cari"[5] yang dia sendiri menyebutnya " prinsip pertama dari filsafat yang dia cari" memang sungguh mengubah dan fantastis. Dimulai dari Descartes, cogito memungkinkan manusia memilki kesadaran murni pada subjek yang berpikir.

Filsafat mulai berpusat pada diri subyek (manusia) sebagai sumber, atau titik tolak, atau setidaknya sebagai satu-satunya yang dapat dipergunakan, yang jelas bagi metafisika.[6] Sejak Descartes pemusatan pada subjek dan diri adala yang menjadi titik tolak eskplorasi metafisika. 

Selanjutnya pada Kant, subjek yang menjadi titik tolak eksplorasi metafisika mendapat pengesahan yang tegas dan jelas. Bahwa pengenalan manusia bukan berpusat pada objek, realitas, yang "ada", tetapi pada subjek. Karena itu, Kant, bukan terutama hendak menyibak realitas dirinya tetapi mencoba untuk menyelidiki cara kerja pikiran subjek. Pada Kant, struktur-struktur pikiran manusia yang memungkinkan untuk mengetahui realitas sebagai objek, diselidiki. Ia menyebut filsafatnya ini sebagai filsafat transedental.

Oleh Kant, metafisika dipahami sebagai suatu ilmu tentang batas-batas rasionalitas manusia. metafisika tidak lagi hendak menyibak dan mengupas perinsip mendasar segala yang ada, tetapi metafisika henda pertama-pertama menyelidiki manusia sebagai subjek pengetahuan.  Disiplin metafisika selama ini yang mengandaikan adanya korenpodensi pikiran dan realitas hingga tidak memperhatikan keterbatasan realitas manusia pada akhirnya direvolusi total oleh Kant. 

Dalam diri manusia, menurut Kant, ada fakultas yang berperan dalam menghasilkan pengetahuan yaitu sensibilitas yang berperan dalam menerima berbagai kesan inderawi yang tertata dalam ruang dan waktu dan yang memiliki kategori-kategori yang mengatur dan menyatukan Para filosof Yunani hendak menyibak realitas dalam dirinya oleh rasionalitas manusia, sedangkan pada Kant, hakikat realitas itu sebenarnya tidak pernah sungguh-sungguh diketahui (misalnya Tuhan itu sesungguhnya apa? dunia itu apa?). yang diketahui adalah gejalanya, fenomenanya atau realitas sebagaimana penampakannya, sejauh saya melihatnya. Di sini Kant tidak melegitimasi kemampuan akal budi manusia  dalam memahami esensi sebuah realitas tetapi memahami bahwa akal budi manusia terbatas dalam memperoleh pengetahuan di balik segala penampakan.

II.  Empirisme dan Rasionalisme

Untuk memahami pemikiran Kant, saya mencoba menjelaskan latar belakang  filosofis yang menjadi sumber dan titik pijak pemikirannya. Dengan demikian hal pertama yang penting diperhatikan adalah melihat dua pergulatan ide filosofis besar pada zamannya. Ada dua pergerakan sejarah besar dalam periode awal filsafat modern  dan yang mempunyai  peran besar dalam pemikiran Kant yaitu empirisme dan rasionalisme. Kant berpendapat bahwa pemikiran kedua aliran besar ini punya persoalan dan kelemahannya masing-masing. Persoalan yang menjadi pokok pergulatan dua aliran besar ini adalah persoalan epistemologi yang menjawab pertanyaan  tentang bagaimana pengetahuan itu diperoleh. Kaum empiris yang diprakarsai oleh locke, berkelesy dan hume berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu berasal dari sensasi-sensasi inderawi manusia (pengalaman). Akal budi manusia bukanlah sumber pengetahuan manusia.[8] akal budi hanya memiliki peran dalam mengolah bahan-bahan yang diperolehnya  dari pengalaman. Kaum empiris berusaha untuk mengatasi persoalan ini dengan menenkankan pengalaman inderawi sebagai sumber pengetahuan.

Kaum rasionalis berusaha menjawabnya dengan menggunakan bentuk a priori. Kaum rasionalis seperti Descartes, mendekati soal pengetahuan manusia dari sudut pandang lain. Mereka berharap bisa mengkonstruksi pengetahuan dunia eksternal, diri, jiwa , allah, etika dari pikiran itu sendiri.  Bagi kaum rasionalis, semua pengetahuan tentang realitas di luar indera manusia dapat dicapai dengan perangkat akal budi. Bahkan Descartes berpendapat bahwa dia tidak dapat menyimpulkan eksistensi objek-objek dalam ruang di luar  kesadaran eksistensi dirinya.

Pengalaman inderawi dan bentuk a posteriori (pengetahuan yang mengandaikan pengalaman)[9] itu tergantung pada pengalaman atau kejadian-kejadian partikular dalam dunia ini. Misalnya pak Jokowi adalah presiden indonesia. Pengenalan ini saya ketahui hanya melalui pengalaman dan saya tidak mendapatkan pengetahuan ini dengan menganalisis konsep tentang presiden atau tentang pak Jokowi. Berlawanan dengan itu, kaum rasionalis yang menggunakan bentuk a priori, rupanya tidak mendasarkan diri pada pengalaman untuk mendapatkan pengetahuan. Misalnya konsep tentang "duda". Konsep tentang "duda" ini sudah dalam dirinya mengandung pengertian "sudah  menikah" dan tidak lagi membutuhkan pengamatan pada setiap pribadi. Menurut Kant, dua aliran ini tidak lengkap memahami gejala pengetahuan manusia. maka Kant berusaha untuk mempertemukan kedua aliran ini. Kant berusaha untuk membuat sintesis antara empirisme dan rasionalisme. Dalam filsafat Kant, pengetahuan dijelaskan sebagai hasil sintesis antar unsur-unsur a priori dan a posteriori. Berkaitan dengan hal ini Armada Riyanto dalam buku "Relasionalitas", mengatakan demikian:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun