Mohon tunggu...
Kara Cinta
Kara Cinta Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

penghayal ulung

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Dewi dan Lembut Lembayung

14 Maret 2023   11:11 Diperbarui: 24 Maret 2023   18:12 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
taken by me in Bali, 2021

Digempur rindu akan kampung halaman di Borodur, Magelang, dan segala tokoh pewayangan yang semasa kecil sering dikisahkan padanya oleh nenek moyang, melalui kekuatan batin yang untung saja semalam sudah diupdate software-nya agar lancar tanpa hambatan, Sang Dewi menghubungi Hanuman yang menurut tebakan intelijennya sudah menghabiskan setidaknya tiga bungkus rokok dan dua setengah cangkir bandrek. 

Masih setia menunggu di bawah pohon beringin bersama Romo Sindhunata yang sedang bercengkrama dengan driver GoCar bernama Purnomo, sang patih yang di bawah terang lampu semprong sedang sibuk membaca dengan mudah tanpa loading menangkap sinyal permintaan Sang Dewi. Dan benar saja, langsung diletakkan buku Anak Bajang Mengayun Bulan yang masih basah dengan bubuhan tanda tangan penulisnya, dibuangnya puntung rokok kesekian puluhnya, dan diseruput habis gelas ketiga bandrek yang masih ngebul. Dengan mata terpejam penuh konsentrasi melantunkan mantra mandraguna, "Arep ngene lah arep ngono lah bebas wae lah ora masalah, aku ngene kowe ngono digowo santai wae lho," Hanuman mencabut satu bulu terpanjang yang menumbuhi merambati ketiak mambu kupat kecemplung ning njero santen, sebuah syarat tanpa tawar menawar untuk mengembalikan Sridewi Asmaracinta ke perwujudan yang paling ia gemari berupa gadis muda yang di hari pertama musim panas setiap tahunnya semakin dewasa.

“Loh, kok kayaknya gue kenal sama lo, deh?” Lembut Lembayung sama sekali tak terkesiap mendapati kucing yang tadi dipangkunya abracadbra berubah menjadi Dewi Cinta, sebab ia yakin pernah merasakan frekuensi jiwa wanita itu yang terasa sungguh familiar, entah di mana, bisa jadi dahulu kala di zaman megalitikum atau mungkin lebih jauh lagi di kehidupan lampau ketika dirinya masih menetap di Kahyangan dengan nama Kamadewa, masa-masa indah yang kini mulai samar sebelum ia diutus turun ke katulistiwa dengan tugas mulia meneruskan upaya Raden Ramacandra melestarikan kebudayaan nusantara.

“Itu lho, bro, awake dhewe weruh wedhok iki bar lebaran bareng-bareng bertamasya ke Candi Prambanan,” ujar Palawa yang alumni UGM dan tentunya hapal semua lika-liku jalanan di DIY sebaik ia bisa merapal di luar kepala setiap bait lirik Jogja Hiphop Foundation.

“Oalahhh, yayaya,” Lembut Lembayung mengangguk-angguk meski ingatannya masih sedikit berkabut terkena debu Merapi saat lava tour naik jeep ajrut-ajrutan ra karuan. Lalu, teringat tanggung jawabnya sebagai lelaki, Lembut Lembayung bertanya kepada apa yang dikiranya perempuan biasa itu, “Lo datang tanpa diundang, tapi apakah bersedia pulang diantar naik vespa? Baru aja adik gue ambilin dari bengkel tuh kemarin.”

Sungguh disayangkan, dikarenakan lidah kucingnya masih sedikit kelu belum kembali terbiasa berceloteh dalam bahasa ibu berlogat khas tongkrongan Condet, Sang Dewi hanya terdiam mematung. Namun, dasarnya memang Sridewi Asmaracinta ini dikaruniai kreativitas di luar nalar, maka otak cerdas tanpa batasnya bersinergi dengan ketulusan hati menyusun karangan puisi seribu puja-puji dan epos pewayangan yang dikemas modern, sebuah hasil karya yang ia harap mewakilkan apa yang ingin ia sampaikan pada Lembut Lembayung. 

Ngintip-ngintip dari balik kepakan sayap Jatayu yang jadwal penerbangannya tak lagi delayed, Hanuman gemas kepingin ngunyel-ngunyel kedua muda-mudi bodoh itu, maka ia salurkan bantuan energi agar Sang Dewi setidaknya bisa oek oek khas bayi atau mengeja goo goo ga ga seperti balita. Sungguh kera sakti memang sang patih, dengan kedua bongkah bibir ala Bratz bergincu Ruby Woo keluaran MAC, tanpa menunggu nanti-nanti akhirnya segala isi pikiran Sang Dewi yang kadung campur aduk tumpah ruah melebihi word count yang direncanakan di awal. 

Sebelum tirai menutup babak ini agar Sang Dewi bisa memenuhi panggilan Allah SWT untuk menunaikan ibadah umrah bersama Eyang Kakung—sosok ayah berwibawa dan panutan bagi Prabu Kresna—yang kepada cucu tersayangnya pasti akan menceritakan lebih banyak lagi kisah wayang penuh inspirasi dan pelajaran hidup, diambilnya selangkah maju kemudian ujarnya tersenyum kepada Lembut Lembayung,

“Yakinlah s’lalu pada kokoh pijakanmu,

bergelinang kepercayaan diri merah mendarah daging,

terukir indah senyum jingga terus terang,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun