“Yo kocheng tenanan, cok,” sambar Hanuman lagi-lagi tak menangkap candaan garing Sang Dewi. Maklum, tak pernah para wanara bersanjang ke dunia Twitch maupun Tiktok karena terlalu jauh dari Kerajaan Kiskenda dan ongkos PP kalau pakai GoGaruda terlalu mihil tak terjangkau UMR mereka yang kebanyakan masih kaum mendang-mending.
Dengan telunjuknya, sang patih yang hanya sepenuhnya patuh pada Raja Sugriwa itu mengelus-elus mengunyer-unyer ubun-ubun Sang Dewi, merapal sajak bertajuk “To Be or Not to Be Doo Bee Doo Baa Ee” yang diimbuhi mantra-mantra khusus sedemikian khusyu hingga jiwa raga Sang Dewi bergejolak dan terdengarlah oleh seluruh kota, yang merupakan tempat bermain yang asyik oh senangnya Hanuman dan Sinchan, bunyi nyaring gemerincing cringgg!
Wow, keren. Sridewi Asmaracinta, Si Nepo Baby yang terkadang neko-neko, kini t’lah menjelma menjadi kucing hitam dengan bulan sabit di antara binar bundar mata anime-nya.
“Pspspsps,” bisik Romo Sindhunata berjongkok ndhodhok, jari-jemari tangan kanan menjentik-jentik sementara yang kiri memegangi sesachet treat lezat. Diberinya Si Kucing Hitam beberapa nikmat jilat cream yang sangat menggiurkan air liur, lalu bertuahlah Sang Romo dalam bahasa kalbu yang kucing garong, trio macan, bahkan para buaya teknik jebolan PTN ternama pun fasih, “Anakku sing ayu, anabulku sing tingkahe bikin ngguyu, pergi temui Lembut Lembayung dan pulanglah membawa apa yang s’lama ini kau inginkan untuk dirimu sendiri.”
“Tapi ingat,” hardik Hanuman, rokok kretek di sela jemari siap dibakar oleh percikan api kecil yang tentu tak seberapa dibandingkan kobaran yang pernah mengobongnya hidup-hidup, “Ojo menggok, ojo noleh. Bablas wae. Kucing bernyawa sembilan itu sekedar dongeng sebelum tidur karangan penulis nganggur yang sehari-hari hanya melantur, hidup di dunia sesungguhnya hanyalah sekali sebelum modyar, so focus on your goal!”
Si Siluman Hitam memiringkan wajah kecil berkumis putihnya 25,3 derajat ke kiri, 21,6 derajat ke kanan masing-masing sebanyak 2x8 hitungan, tanpa rumit mengisyaratkan bahwa ia mengerti. Namun dasar utekke kucing, yang terbayang-bayang olehnya untuk dibungkus pulang adalah sekarung Royal Canin dan mungkin beberapa dus creamy treats berbagai rasa. Kalau bisa sekaligus semuanya dikirim via JNE YES, biar sampai dengan cepat dan tanpa salah alamat bagai bidikan panah asmara Mas Arjuna—sosok suami yang cinta mati sebegitu menyayangi Mbak Srikandi sang adinda aduhai pujaan hati—yang s’lalu tokcer tepat sasaran gitu, lho. Dirinya sungguh tak sabaran menunggu dering ring ding dong ring ding dong diggy ding diggy ding ding ding berkumandang memecah hening rumah, pertanda kedatangan kang paket necis yang ngakunya sih bernama Taemin.
Melenggok-lenggok catwalk bagai supermodel lah sang kucing jadi-jadian melintasi pekarangan sebuah rumah yang mewahnya ra ketulungan, meliuk menyusuri jarak sejengkal di antara pot-pot mahal berbunga langka tanpa khawatir disuruh ganti rugi oleh si empunya yang usut punya usut adalah istri pejabat eselon 3, lalu melompat cekatan ke tepian atap. Disertai bimbingan insting hewani, mata batin, indera keenam, dan doa ibu, keempat kaki-kaki lentur sang kucing bergantian melangkah mendaki genteng cokelat kemerahan, terus hingga mencapai ujung pangkal dekat penangkal petir, spot terfavorit Lembut Lembayung untuk menikmati anugerah semesta berupa terbit dan tenggelam mentari, sedari terang hingga temaram bersenang hati penuh tentram bernyanyi-nyanyi dengan suara merdu nan syahdu yang desibelnya hanya bisa didengar makhluk tertentu.
“Sudah katakan cinta, sudah kubilang sayang, namun kau hanya diam tersen—wahhh, keren gils, kucing jenis apa kah ini? Lucu banget anjir,” Lembut Lembayung seketika berhenti bersenandung, hati pengabdi kucingnya terpana oleh tatapan kedua mata runcing Si Black Cat yang resting b*tch face-nya membuat setiap lirikan dan ekspresi, mau terbengong-bengong biasa kepikiran hilal jodoh, mau bermimik nggilani ketika lagi jaranan mlumpat-lumpat style gangnam, ataupun kesurupan tenanan mlayu-mlayu kedanan, sama aja terlihat judes.
“Miauw?” Dewi Kucing mengetes nada mengeong-ngeong kek mana yang terdengar paling imut tanpa terkesan pick me.
“Sini, sini, felis catus, maukah dirimu yang lucu berbulu-bulu halus diriku pick up tuk tak gendong kemana-mana?” Lembut Lembayung menawarkan penuh sopan santun.
“Mauuww,” sahut Dewi Kucing, yakin bahwa meongan yang nadanya satu oktav lebih rendah ini jelas maksudnya apa. Tentu saja, meski sedang bertopeng kucing, jiwa-jiwa anak perempuan pertama dengan inner child yang meronta-ronta selalu ingin dipeluk ditimang-timang dan dipuk-puk dibisik-bisikkan, you’re doing so well, everything’s going to be okay, this too shall pass.