Mohon tunggu...
Nofrendi Sihaloho
Nofrendi Sihaloho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Magister Filsafat di Fakultas Filsafat UNIKA Santo Thomas, Sumatera Utara

Hobi saya membaca buku-buku rohani dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menelisik Sinodalitas dalam Fraternitas Kapusin

3 April 2024   10:35 Diperbarui: 3 April 2024   10:36 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

MENELISIK SINODALITAS DALAM FRATERNITAS KAPUSIN

Pendahuluan

Sinode Para Uskup Gereja Katolik [1] yang sedang berlangsung sangat menarik dan aktual bagi perjalanan Gereja dewasa ini. Lewat sinode itu, Gereja universal diajak untuk berefleksi bersama. Refleksi dibuat untuk melihat dan mengevaluasi perjalanan Gereja. Sinode ini tidak hanya di kalangan para uskup, tetapi melibatkan seluruh umat, dengan memberikan perhatian kepada mereka yang terpinggirkan dan selama ini suara mereka kurang didengarkan oleh Gereja.[2] Untuk itu, sebagai sebuah lembaga hidup bakti, Ordo Kapusin[3] ikut ambil bagian dalam Sinode Para Uskup. Dalam tulisan ini, penulis mencoba menyajikan bersinodaliatas dalam Fraternitas Kapusin dan usaha implementasi karisma Kapusin secara kontekstual. 

Pengertian, Dasar, dan Tujuan Sinode

Pengertian  

Dalam bahasa Yunani, kata sinode berakar dari kata depan syn (dengan) dan kata benda hodos (jalan). Kata sinode menunjukkan jalan yang dilalui oleh umat Allah secara bersama-sama. Dalam pengertian gerejani, sinode mengungkapkan bagaimana para murid Yesus dipanggil bersama sebagai majelis atau komunitas. Santo Yohanes Krisostomus menulis bahwa Gereja adalah "nama berdiri untuk 'berjalan bersama' (synodos)". Artinya, Gereja merupakan majelis untuk mengucap syukur, sebuah realitas yang harmonis yang menyatukan segala sesuatu, di sana ada relasi timbal-balik dan teratur, dan mereka bertemu dalam pikiran yang sama.[4]

Dalam Bahasa Latin, kata synodos diterjemahkan concilium. Pada abad pertama, kedua kata itu memiliki makna yang menyatu. Concilium dimengerti sebagai pertemuan atau sidang yang diadakan oleh otoritas yang sah. Dalam Gereja Katolik, kata sinode dan konsili memiliki makna yang berbeda, khususnya pasca Konsili Vatikan II. Akhir-akhir ini, kata sinodalitas menjadi sebuah korelasi dari kata sifat sinode. Artinya, berbicara tentang sinodalitas berarti berbicara tentang dimensi konstitutif Gereja.[5] Dengan demikian, sinode merupakan umat Allah yang berjalan bersama-sama dan berkumpul dalam pertemuan, yang dipanggil dalam terang Sabda Tuhan dan mendengarkan Roh Kudus, untuk membahas pertanyaan doktrinal, liturgis, kanonik, dan pastoral yang muncul seiring berjalannya waktu. Dalam sinode, umat saling mendengarkan, berdialog, dan melakukan discerment bersama atas perjalanan Gereja. Sinode menjadi corak khas hidup dan perutusan Gereja.[6]

Dasar

Dalam Perjanjian Lama, praktik sinode telah dilakukan oleh bangsa Israel dengan berkumpul di sekitar Allah mereka untuk menyembah-Nya dan hidup menurut  hukum-Nya (Ulangan 5:1-12). Di padang gurun, Allah memerintahkan suku-suku Israel untuk mengadakan sensus dan memberikan masing-masing tempatnya (Bil 1-2). Di pusat perkumpulan, Tuhan adalah satu-satunya pembimbing dan gembala, yang hadir dalam pelayanan Musa (Bil 12:15-16).[7]

Dasar sinode adalah kesatuan Allah Tritunggal. Umat dipanggil untuk ambil bagian dalam kehidupan persekutuan Allah Tritunggal. Tuhan adalah persekutuan cinta yang mau memberikan rahmat dan belaskasih-Nya untuk merangkul semua umat manusia dalam kesatuan. Karena itu, sinodalitas mengungkapkan modus vivendi et operandi (cara hidup dan berkarya) umat Allah.  Dasar sinode merujuk pada Kristus yang menampilkan diri-Nya sebagai jalan, kebenaran, dan hidup (Yoh 14:6). Karena itu, para pengikut-Nya disebut pengikut Jalan (Kis 9:2; 19:9). Dalam mewartakan Kerajaan Allah, Yesus mengajarkan "jalan Allah" dan Dia sendiri adalah Jalan itu. Dalam Roh Kudus, Kristus berbagi kebenaran dan kasih persekutuan dengan Allah dan manusia. Bersekutu berarti berjalan bersama sebagai umat Allah.[8]

Peristiwa sinode juga sudah dimulai umat perdana sejak Konsili Yerusalem. Lewat konsili itu, para rasul dan para penatua sebagai pemegang otoritas, bertemu untuk membahas persoalan tentang sunat. Gereja di Yerusalem dihormati sebagai lambang kesatuan Gereja Universal, karena peristiwa hidup Yesus (hidup, derita, wafat, dan bangkit) terjadi di Yerusalem. Setiap orang berperan aktif dengan caranya masing-masing. Dalam terang Roh Kudus, keputusan akhir jemaat menyepakati bahwa sunat tidak menjadi kewajiban bagi pengikut Yesus.[9]

Tujuan 

Sinode bertujuan untuk menyediakan kesempatan kepada umat Allah untuk mendiskresikan bersama-sama perjalanan untuk bertumbuh secara otentik menuju persekutuan dan misi dengan partisipasi aktif seluruh umat. Sinode juga bertujuan untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan kabaikan Gereja universal, antara lain, memelihara keutuhan dan perkembangan iman dan moral, menjaga disiplin gerejawi, dan menyangkut karya pelayanan Gereja.[10]    

Wujud Sinodalitas dalam Fraternitas Kapusin

Setelah memaparkan pengertian, dasar, dan tujuan sinode, berikut dibahas wujud sinodalitas dalam Fraternitas Kapusin. Sebagai bagian integral dari Gereja, Kapusin menghidupi sinodalitas dalam menghayati karismanya seturut teladan St. Fransiskus Assisi.

Persaudaraan Cinta: Panggilan untuk Hidup Bersama

Pola hidup Fransiskus Assisi berdasar pada Injil. Bersama dua orang pengikutnya yang pertama, Bernardus Quintivalle dan Petrus Catani, St. Fransiskus Assisi pergi ke Gereja St. Nikolaus dan membuka Kitab Suci tiga kali secara acak, dan mereka menemukan kutipan injil: "Jika engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu, dan berikanlah itu kepada orang miskin (Mat 19:21)". Untuk kedua kalinya, mereka membuka Kitab Suci dan menemukan kutipan injil: "Jangan membawa apapun dalam perjalanan (Luk 9:3)". Untuk ketiga kalinya, mereka menemukan kutipan Injil: "Barangsiapa ingin menjadi pengikut-Ku, ia harus menyangkal diri, memikul salibnya, lalu mengikut Aku (Mat 16:24)". Kemudian, St. Fransiskus mengatakan bahwa itulah cara hidupnya dan saudara-saudaranya.[11] 

Bagi St. Fransiskus, kesatuan Allah Tritunggal merupakan model persaudaraan, karena dalam ikatan cinta trinitaris itu ditemukan kesatuan cinta yang sempurna. St. Fransiskus sendiri selalu menyebut keesaan dan ketigaan, Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Misalnya, dalam pembukaan Anggaran Dasar tanpa Bulla dikatakan: "Demi nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus. Amin. Inilah cara hidup menurut Injil Yesus Kristus...".[12]

Persaudaraan adalah ciri khas komunitas religius yang didirikan oleh St. Fransiskus Assisi. Ia tidak menginginkan sebuah komunitas sebagaimana lembaga monastik yang tua. Dia tidak ingin dipanggil sebagai rahib, abbas, atau prior. Namun, persaudaraan cinta menjadi keinginan St. Fransiskus. Dalam persaudaraan cinta terdapat kerendahan hati, kasih, kegembiraan, saling peduli, dan saling melayani.[13] 

St. Fransiskus Assisi menekankan cinta fraternal. Wujud sinodalitas dihayati ketika setiap saudara bertemu dan berkumpul kembali setelah melakukan perjalanan kerasulan atau mengemis. Ini menjadi momentum untuk mempererat persaudaraan, membangun sikap santun, memperbaiki sikap egois, dan memulihkan hilangnya roh persaudaraan. Dengan itu, setiap saudara dina belajar menerima saudara lain sebagai anugerah Allah.[14]

Atas dasar cinta fraternal, St. Fransiskus pada awalnya tampak tidak terlalu hierarkis, sekalipun struktur hierarkis diperlukan dalam sebuah perkumpulan. Baginya, hidup dihayati dengan cara mengabdi. Dalam pengabdian ada sikap saling mencintai dan saling melayani. Sikap hamba sangat ditekankan dalam mengikuti Kristus, sebab Kristus datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani (Mat 20:28). Karena itu, St. Fransiskus menyebut penanggungjawab dalam persaudaraannya sebagai minister (Latin, pelayan).[15]

Kapitel

Dalam persaudaraan yang didirikan oleh St. Fransiskus, kapitel[16] mendapat posisi yang urgen. Secara resmi, Kapitel Tikar menjadi kapitel perdana dalam persaudaraan dina. Kapitel Tikar diundangkan oleh St. Fransiskus Assisi dan diselenggarakan di Portiunkula pada Hari Raya Pentakosta. Dalam kapitel itu, St. Fransiskus dan saudara-saudaranya membicarakan cara menepati anggaran dasar dengan lebih baik. Selain itu, dari antara mereka diangkat pengkhotbah dan saudara lain ditugaskan di daerah mereka masing-masing. St. Fransiskus sendiri menyampaikan ajaran, teguran, dan perintah kepada para saudaranya, bila dianggap perlu sesuai dengan kehendak Tuhan.[17] 

Sebagai anggota Gereja yang penuh, St. Fransiskus mengingatkan para saudaranya agar tetap menepati Injil Suci dan menghormati ibadat ilahi dan peraturan gerejawi, setia mengikuti Ekaristi, dan menyembah Tubuh Tuhan (adorasi). Untuk itu, rasa hormat kepada imam sangat dijunjung tinggi. Alasannya, karena hanya para imam yang dapat melayankan sakramen-sakramen. Selain itu, para saudara diajak untuk tidak saling menghakimi siapapun. Adapun sikap yang dibangun adalah hormat kepada orang lain, mewartakan damai, lembut hati, dan membina sikap sehati.[18]

Di samping itu, semua saudara dina yang berkumpul dalam kapitel membicarakan riwayat hidup para kudus sebagai model untuk mendapat kasih karunia Tuhan. Mereka juga saling meneguhkan apabila ada saudara mengalami kesusahan. Cinta kasih persaudaraan sangat ditekankan dalam pembicaraan antarsaudara. Dengan itu, Kapitel Tikar menjadi wujud sinodalitas dalam persaudaraan dina. Hingga sekarang, kapitel menjadi tradisi dalam persaudaraan kapusin dan menjadi kuasa tertinggi dalam ordo dalam mengambil keputusan-keputusan, demi kebaikan persaudaraan.[19]

Dalam Persaudaraan Kapusin, ada beberapa jenis kapitel, antara lain, Kapitel General Biasa dan Kapitel General Luar Biasa, Kapitel Provinsi Biasa, dan Kapitel Provinsi Luar Biasa, Kapitel Kustodi, dan Kapitel Setempat. Kapitel General memiliki wewenang tertinggi dalam Ordo. Kapitel General Biasa diundangkan oleh Minister General, diadakan setiap enam tahun, dan di dalamnya diselenggarakan pemilihan Minister General yang baru. Sementara Kapitel General Luar Biasa diundangkan oleh Minister General dan dewan penasihatnya demi keperluan yang khusus. Peserta kapitel adalah Minister General dan Dewan Penasihatnya, para minister provinsial se-ordo, para kustos, sekretrasi general, prokurator misi, utusan-utusan provinsi, sesuai norma Kapitel General. Dua kapitel ini diadakan guna membahas kesetiaan akan tradisi asli Kapusin, pembaruan cara hidup, dan perkembangan kerasulan.[20] 

Kapitel Provinsi Biasa diundangkan oleh Minister Provinsial setelah mendapat persetujuan dari Minister General. Dalam kapitel ini, diadakan pemilihan Minister Provinsial yang baru. Selain itu, ada juga Kapitel Provinsi Luar Biasa yang diadakan guna keperluan yang khusus dalam provinsi, tanpa mengadakan pemilihan minister. Peserta masing-masing kapitel adalah minister provinsial dan dewan penasihatnya, dan saudara yang telah berkaul kekal atau dengan utusan saja, sebagaimana ditentukan dalam Tata Laksana Kapitel. Masing-masing kapitel bertujuan guna membahas kehidupan  dan kegiatan provinsi. Peraturan berkapitel di provinsi juga berlaku di kustodi yang dibawahi oleh provinsi. Untuk kustodi yang langsung tergantung dari minister general, memiliki statuta tersendiri.[21]

Di samping itu, fraternitas setempat dipimpin oleh seorang gardian yang diangkat oleh Minister Provinsial atau Kustos. Di bawah bimbingan gardian, Kapitel Setempat bertugas menguatkan semangat persaudaraan dan membicarakan pelbagai segi kehidupan persaudaraan. Peserta Kapitel Setempat adalah semua saudara yang telah berkaul. Selian itu, Kapitel Setempat diharapkan sering diadakan sepanjang tahun. Dengan demikian, lewat kapitel setiap saudara bersama-sama mencari kehendak Allah.[22]  

Gaung Sinode Para Uskup dalam Fraternitas Kapusin

Kapusin yang Bersekutu 

 Gaya hidup kapusin bermodelkan gaya hidup para rasul dan jemaat perdana yang hidup dalam persekutuan (communio). Semangat persekutuan itu berlandaskan kesatuan para rasul dengan Kristus. Dalam membangun komunitas religius, para kapusin berusaha menghayati Injil, sehati dan sejiwa, dan senantiasa bersukacita atas penyertaan Tuhan.[23]  

Sebagai locus theologicus[24], komunitas kapusin memuat dinamika iman yang senantiasa mencari kehendak Allah. Pencarian ini merupakan suatu langkah penggalian dan pemurnian panggilan Allah secara terus-menerus. Karena itu, setiap anggota persaudaraan bertanggung jawab atas kesetiaan komunitas pada Injil dan perkembangan setiap anggota. Menurut Paus Fransiskus, dalam hidup berkomunitas, terdapat sikap saling menerima dan berpartisipasi aktif. Kelembutan hati merupakan tanda persaudaraan. Dengan itu, persaudaraan memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menyatukan orang yang bertentangan, dan menjadi pengalaman kasih yang mengatasi ketidaksepahaman antaranggota komunitas.[25]

Dalam menghayati kekiniannya, Paus Fransiskus menyebut kaum religius, termasuk kapusin, sebagai pakar persekutuan. Hidup persekutuan mereka menjadi saksi bagi dunia bahwa persekutuan dengan Allah adalah puncak sejarah manusia. Kesaksian itu dihadirkan di tengah-tengah masyarakat yang terpolarisasi, yang membuat orang mengalami kesulitan untuk hidup berdampingan satu sama lain, maraknya penindasan terhadap orang-orang yang tidak berdaya, dan terjadinya ketimpangan sosial. Model hidup ini memberikan ajakan kepada setiap orang untuk menyadari bahwa hidup manusia sejatinya adalah bersaudara.[26] 

Panggilan sebagai saudara dan saudari di dalam Kristus memungkinkan para kapusin untuk mengalami persekutuan dengan Allah. Membangun persaudaraan berarti bersedia menerima segala perbedaan antarasaudara. Selain itu, para saudara kapusin diharapkan untuk peka dan bertanggung terhadap komunitas. Harapan ini harus ditempatkan dalam terang hubungan penuh kasih dengan Tritunggal Mahakudus. Relasi cinta Trinitaris menjadi model bagi semua hubungan dalam membina persaudaraan. Karena itu, dasar persekutuan Kapusin adalah misteri kasih Tritunggal sempurna dan kesatuan suci Bapa, Putra, dan Roh Kudus.[27]

Kapusin yang Partisipatif

Dalam Anggaran Dasar Saudara-saudara Dina, St. Fransiskus Assisi mengatakan:

Saudara Fransiskus menjanjikan ketaatan dan hormat kepada Sri Paus Honorius serta para penggantinya yang sah menurut hukum Gereja dan kepada Gereja Roma. Saudara-saudara lainnya wajib menaati Saudara Fransiskus dan para penggantinya.[28] 

Pembukaan Anggaran Dasar ini menunjukkan bahwa St. Fransiskus Assisi bukan hanya taat dan hormat kepada paus dan Gereja Roma, tetapi di dalamnya terdapat semangat partisipatif dalam perjalanan Gereja. Dengan kata lain, St. Fransiskus dan persaudaraannya terbuka terhadap semua pelayanan dan kerasulan yang diserahkan oleh Gereja. Bentuk partisipasi ini bukan untuk mendapat upah, tetapi menjadi bentuk kesetiaan dan bakti kepada Allah. Secara konkret, bentuk partisipasi St. Fransiskus dalam Gereja nyata dalam tugas berkhotbah yang dijalankan bila uskup mengizinkan.[29]

Partisipasi Kapusin tampak juga dalam karya pastoral parokial dan kategorial. Dalam lingkup karya pastoral parokial, para kapusin hadir diberbagai paroki yang ada di keuskupan tertentu untuk memberikan pelayanan kepada umat. Dalam karya pastoral kategorial, para kapusin hadir memberikan pelayanan kasih, misalnya, melayani orang sakit. Secara konkret, karya pastoral dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan sederhana, misalnya, memperhatikan orang yang sedih, mengunjungi orang sakit, mendoakan orang yang berkesusahan, dan bersharing pengalaman.[30] 

 Kapusin yang Bermisi 

Misi Kapusin dapat digolongkan menjadi dua, yakni misi ad intra dan ad extra. Dalam konteks Persaudaraan Kapusin, misi ad intra dipahami sebagai misi ke dalam persaudaraan. Misi dapat juga dipahami sebagai pewartaan Injil. Artinya, hidup bersama sebagai saudara merupakan misi dan pelayanan pertama yang harus disadari. Caranya adalah dengan menghidupi karisma kapusin.

Secara garis besar, ada lima karisma kapusin, yakni persaudaraan, kedinaan, kontemplasi, misi, dan pembaruan. Persaudaraan dilihat sebagai dasar tatanan hidup sosial menurut cara hidup Yesus bersama para murid, dan cara hidup ini diteladani oleh St. Fransiskus Assisi dan para pengikutnya. Masing-masing saudara saling memperhatikan dan melayani entah dalam suka dan duka, sebagai wujud sikap kemuridan Kristus yang sejati. Karena itu, persaudaraan tampak dalam rasa keanggotaan sebagai keluarga Kapusin.  Selain itu, dengan sukacita mendalam seturut teladan Bapa Serafik St. Fransiskus, setiap Kapusin harus merasa diri terikat hubungan persaudaraan bukan hanya dengan manusia, melainkan dengan semua ciptaan, sebagaimana dimuat dalam Gita Sang Surya (madah dari Bapa Serafik).[31] 

Adapun dasar kedinaan kapusin adalah Kristus yang miskin dan rendah. Kedinaan menuntut untuk tidak mencari bentuk kuasa, gengsi, atau dominasi sosial. Sebaliknya, setiap saudara memilih menjadi pelayan dan tunduk kepada semua insan, dengan menerima setiap situasi hidup tanpa  jaminan sebagai saudara dina. Karena itu, Ordo Kapusin disebut sebagai ordo perantau atau musafir.[32]

Di samping itu, kontemplasi dan aksi harus terjalin erat dengan meniru Yesus yang menjalani hidup penuh doa dalam karya keselamatan. Karena itu, Misteri Ekaristi dan Ibadat Harian harus dihormati dan membentuk segenap hidup persaudaraan. Doa Kapusin itu bersifat afektif, yakni doa dari batin yang membawa kita kepada pengalaman intim akan Allah, tanpa meniadakan doa berrumus yang ditawarkan Gereja. Jenis doa ini disebut doa batin. Konstitusi Kapusin menggariskan agar setiap saudara melaksanakan doa batin selama satu jam penuh dalam sehari. Setiap saudara diminta untuk mempelajari seni berdoa dan meneruskannya kepada orang lain.[33]

Misi ad extra tampak dalam ciri khas Kapusin, yakni pergi ke tempat orang tidak mau pergi.[34] Yesus yang mengutus para rasul untuk mewartakan Kabar Gembira ke seluruh dunia menjadi dasar misi para Kapusin. Hidup dalam kedinaan dan pengembaraan mendorong kegiatan misioner Gereja untuk pewartaan Injil dan kedatangan Kerajaan Allah. Dengan itu, saudara Kapusin diajarkan untuk setia pada keyakinan bahwa misi atau kerasulan yang utama adalah menghayati Injil di tengah dunia dengan benar, sederhana, dan gembira.[35]

Sejak berdirinya, sudah sangat tampak bahwa Ordo Saudara-saudara Dina adalah ordo pembaharu. Pembaruan yang dimaksud adalah membaktikan diri pada pertobatan injili dan tapa menurut Anggaran Dasar dan Konstitusi, dan sejauh diilhami oleh Allah, agar misteri Paska Kristus hari demi hari semakin hidup dalam diri setiap saudara. Pada hakikatnya, Kapusin selalu terbuka membarui dari waktu ke waktu sesuai dengan tuntutan zaman. Kapusin harus siap dengan segala perubahan pada masa yang mendatang, dan menyerahkan diri pada penyelenggaraan ilahi.[36] 

Penutup 

Ternyata, sinodalitas sebagai ciri khas Gereja diwujudkan dalam persaudaraan yang dibentuk oleh St. Fransiskus Assisi. Bapa Serafik menghayati 'berjalan bersama' sebagai corak pengikut Kristus. Ciri khas ini tampak dalam kapitel. Dengan ilham Roh Kudus, persaudaraan dina berusaha mengimplementasikan buah-buah sinodalitas dengan bersekutu, berbicara bersama, mengadakan evaluasi, dan saling meneguhkan sebagai saudara. Intinya, sikap saling mendengarkan selalu ditekankan. Sikap saling mendengarkan menjadi wujud kasih dalam persaudaraan.

Sebagai ordo pertama, Fraternitas Kapusin juga mewujudkan buah-buah sinodalitas. Buah sinodalitas diaplikasikan dalam fraternitas dan di luar fraternitas. Kapusin yang bersekutu tampak dalam konkretisasi karisma kapusin (persaudaraan, kedinaan, kontemplasi, misi, dan pembaruan) dalam karya pelayanan. Dengan demikian, Kapusin yang bersekutu dalam cinta kasih menjadi partisipasi dan misi Kapusin dalam bersinodalitas (berjalan bersama) sebagai murid-murid Kristus.  

BIBLIOGRAFI

Dokumen Persiapan Sinode Para Uskup. Synod 2021 2023 for a Synodal Church: Communion, Participation, and Mission. Vatikan: Libreria Editrice Vaticana, 2021.

https://press.vatican.va/content/salastampa/en/bollettino/pubblico/2023/06/20/230620e.html

Kisah Ketiga Sahabat. Riwayat Hidup St. Fransiskus dari Assisi. Diterjemahkan oleh Cletus Groenen. Jakarta: SEKAFI, 2000.

Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici, 1983). Diterjemahkan oleh Sekretariat Konferensi Waligereja Indonesia. Jakarta: KWI-Grafika Mardi Yuana, 2016.

Kongregasi untuk Tarekat Hidup Bakti dan Serikat Hidup Kerasulan, Bersukacitalah: Surat Edaran kepada Para Anggota Lembaga Hidup Bakti, Pesan dari Ajaran Paus Fransiskus (dokumen I), diterjemahkan oleh F. X. Adisusanto dan Bernadeta Harini Tri Prasasti (Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 2015.

-------, Hidup Persaudaraan dalam Komunitas (La Vita Fraterna in Comunita) (Seri Dokumen Gerejawi no. 120). Diterjemahkan oleh Andreas Suparman. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2020.

Konstitusi Saudara Dina Kapusin. Diterjemahkan oleh Kuria Ordo Kapusin Provinsi Medan.   Roma: Kuria General Kapusin, 2013.

Manullang, Marianus. "Partisipasi Fransiskan dalam Kerasulan Gereja". Dalam Persaudaraan, 3-4/XX (Juli-Desember 2022).

Marpaung, Manangar C. Perbaikilah Gereja-Ku: Dimensi Reparatif Missi dan Kerasulan Fransiskan. Medan: Bina Media Perintis, 2009.

-------- "Kapitel Fransiskan". Dalam Persaudaraan, 4/XVIII, (Oktober-Desember 2020).

Nainggolan, Herman. "Empat Kapitel Terakhir dan Perwujudan Identitas Fransiskan Kapusin".  Dalam Persaudaraan, no. 4/XVIII.

Paus Fransiskus. Pesan Paus Fransiskus pada Pembukaan Tahun Hidup Bakti (judul asli: Message of Holiness Pope Francis for the Opening of the Year of Consecrated Life) (dokumen IV). Diterjemahkan oleh F. X. Adisusanto dan Bernadeta Harini Tri Prasasti. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 2015.

Ramon. Spiritualitas Fransiskan (judul asli: Franciscan Spirituality). Diterjemahkan oleh Thomas S. Saragi ([tanpa tempat, penerbit, dan tahun terbit]).

Sembiring, Husin Fransiskus (ed.). Sejarah Ordo Kapusin Provinsi Medan: Awal hingga Berdirinya OKPM 1994. Medan: Bina Media Perintis, 2019.

Sinodalitas dalam Kehidupan dan Misi Gereja (Seri Dokumen Gerejawi [tanpa nomor]). Diterjemahkan oleh Thomas Eddy Susanto. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2022.

Sipayung, Kornelius. "Teman Perjalanan Realitas dan Harapan di Keuskupan Agung Medan: Sintesis Keuskupan Agung Medan". Dalam Persaudaraan, 1/XXI (Januari-Maret 2023).

Situmorang, Bonaventura. "Menjadi Gereja Partisipatif". Dalam Persaudaraan, 3-4/XX (Juli-Desember 2022).

Situmorang, Moses Elias. "Perwujudan Karisma Kapusin dalam Semangat RFO 2019". Dalam Persaudaraan, no. 4/XVIII.

Turnip, Andreas Win. "Inkarnasi Karisma Kapusin secara Kontekstual". Dalam Persaudaraan, 2/XX (April-Juni 2022).

Youchtchenko, Maria Laetitia. "Experts in Communion?". Dalam International Union of Superiors General (UISG)-Bulletin, 159 (2015).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun