Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Fast Fashion: Si Murah yang Tak Ramah

10 Januari 2020   20:07 Diperbarui: 10 Januari 2020   20:42 3605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berdasarkan data dari Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika Serikat, pada tahun 1991, 56,2% pakaian yang terjual di Amerika merupakan buatan Amerika, namun pada tahun 2012 terjadi penurunan menjadi hanya sekitar 2,5%. 97,5%  nya berasal dari outsourcing di negara-negara berkembang di seluruh dunia.

Perusahaan fast fashion menentukan keputusan produksinya melalui pakaian yang sedang menjadi tren atau pakaian yang ada di fashion week, lalu membuat kontrak kerja sama dengan pabrik garmen di negara berkembang untuk memproduksi pakaiannya sehingga mendapatkan biaya produksi yang murah.

Perbedaan nilai tukar dari pabrik garmen yang ada di negara berkembang dan toko retail fast fashion yang ada di negara maju turut menyumbangkan tambahan marjin keuntungan pada perusahaan retail fast fashion.

Meskipun retailer fast fashion menjual pakaian dengan harga yang murah, bukan berarti mereka akan mengalami kerugian. Dilansir dari situs Forbes, berdasarkan list real time  miliarder dunia tahun 2019, Amancio Ortega yang merupakan bos ZARA sekaligus seorang pencetus industri fast fashion merupakan orang terkaya keenam di dunia tahun 2019 dengan kekayaan mencapai US$692 miliar.

Lalu, menurut laporan keuangan H&M tahun 2018, H&M memiliki pendapatan bersih sebesar US$210 miliar. Hal ini membuktikan bahwa industri fast fashion memberikan keuntungan yang masif bagi pemain bisnis ini. 

Industri fast fashion juga mendorong adanya pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Berdasarkan survei oleh Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika Serikat, terjadi peningkatan pengeluaran rumah tangga terhadap "Pakaian dan layanan lainnya" sebesar 11% dari tahun 2013 ke 2014 dan menjadi pengeluaran rumah tangga terbesar kedua ($1,786) setelah pengeluaran untuk makanan ($2,787).

Yang dimaksud "layanan lainnya" seperti dry cleaning. Peningkatan pengeluaran rumah tangga ini akan meningkatkan pendapatan nasional, dengan asumsi faktor lain yang memengaruhi pendapatan nasional tidak berubah, sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Nilai industri fast fashion global pada tahun 2018 sebesar US$35 miliar. Adanya bisnis fast fashion juga membuka peluang kerja bagi banyak buruh pabrik garmen di negara berkembang sehingga berkontribusi mengurangi angka pengangguran di negara berkembang dan mengeluarkan mereka dari kemiskinan.

Budaya Konsumtif

Konsumen di Amerika sangat berorientasi pada harga murah. Berdasarkan polling yang dilakukan Asosiasi Press GfK (sebuah lembaga riset pasar asal Jerman) pada tahun 2016, saat diberi pilihan antara membeli sebuah celana seharga $50 tapi buatan outsource atau sebuah celana seharga $85 dan dibuat oleh perusahaan Amerika maka 67% responden mengatakan lebih memilih yang seharga $50 bahkan pada responden yang pendapatan tahunannya lebih dari $100.000 (Thomas, 2019).

Tren fast fashion yang berkembang saat ini membuat harga pakaian menjadi semakin murah. Hal ini menunjukkan adanya deflasi dalam produk pakaian. Sesuai dengan hukum permintaan, semakin rendah harga suatu barang, maka semakin bertambah jumlah permintaan akan barang tersebut. Pada tahun 1930, rata-rata perempuan di Amerika membeli 9 pakaian dalam setahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun