Mohon tunggu...
Muhammad Ulil Amri
Muhammad Ulil Amri Mohon Tunggu... -

Sekarang sedang bertugas sebagai Pengajar Muda di SDN Matutuang, Pulau Matutuang, Kec. Kepulauan Marore, Kabupaten Kepulauan Sangihe

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mahameru

12 September 2013   21:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:59 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13789967531993326264

[caption id="attachment_287666" align="alignnone" width="2304" caption="saya membawa bendera Merah Putih di Mahameru"][/caption]

.............

Masihkah terbesit asa

Anak cucuku mencumbui pasirnya

Disana nyalimu teruji

Oleh ganas cengkraman hutan rimba

Bersama sahabat mencari damai

Mahameru berikan damainya

Di dalam beku arcapada

...........

Mahameru sebuah legenda tersisa

Mahameru sampaikan sejuk embun hati

Mahameru basahi jiwaku yang kering

Mahameru sadarkan angkuhnya manusia

Puncak abadi para dewa

(Mahameru, Dewa 19)

Nyanyain mahameru dewa 19 selalu terngiang-ngiang ketika saya melakukan perjalanan menuju puncak tertinggi pulau jawa. Ya, tanggal 2 september 2013 lalu saya dan satu teman saya, Tri Adi S ke Mahameru. Perjalanan yang tidak akan terlupakan sepanjang sejarah hidup saya. Perjalanan yang mengasah kekuatan fisik dan keteguhan keyakinan pada kemampuan diri. Yup, begini kira-kira cerita pendakian kami secara kronologis:

Kami sampai tumpang pukul 13.00. Sudah ada 1 jip yang menunggu. Sayangnya kami harus menunggu satu jam untuk menunggu calon penumpang lain. Akhirnya pukul 14.00 ada 4 orang dalam rombongan yang bergabung dengan jip kami. Berangkatlah kami menuju Ranu Pani. Perjalanan ditempuh sekitar 2 jam. Sepanjang perjalanan saya berdecak kagum menikmati panorama yang disajikan. Kami melewati desa Ngadas yang dihuni suku tengger asli. Selanjutnya terpampang gunung yang terkenal eksotis: gunung bromo. Di bawah gunung bromo terdapat oro-oro (padang) yang sangat lebar. Jika hendak menuju bromo, kami harus melewati oro-oro tersebut. Dari kejauhan, gunung tujuan kami terlihat anggun dengan puncak pasirnya yang masih mengeluarkan asap vulkanik.

Jip tetap berjalan menuju di desa terakhir di lereng gunung semeru:Ranu Pani. Kami tiba di Ranu Pani tepat pukul 16.00. Dari area parkir jib, kami harus berjalan sekitar 10 menit untuk menuju Ranu Pani Resort, tempat pendaftaran para pendaki. Kawasan Gunung Semeru merupakan taman nasional yang dikelola oleh TNBTS.

Loket tutup pukul 16.00 tepat. kami harus mengejar waktu supaya masih diijinkan untuk mendaftar. Pukul empat sore lewat, kami hampir tidak diperkenankan mendaftar. Dengan sedikit memohon akhirnya kami berhasil mendaftar, namun dengan catatan kami harus berangkat pagi hari. Kami tidak diperkenankan berangkat sore itu juga karena menurut petugas resot ada pendaki yang hilang sudah dua hari ini. Kami pun mengikuti saran petugas. Menurut kabar, akhirnya pendaki yang hilang dapat ditemukan. Syukurlah.

Hawa dingin menusuk. Saya mengeluarkan semua senjata yang ada untuk mengusir hawa dingin. dari dekat terlihat danau Ranu Pani tenang tak beriak. Kabut tipis menggelantung di atas permukaan air. Sore berganti malam. Hawa semakin dingin. kami beristirahat di samping musola Ranu Pani Resort.

Pagi menjelang. Pukul 06.00 kami sudah siap memulai pendakian yang pastinya sangat menyenangkan dan melelahkan. Ranu Kumbolo tujuan pertama kami. Jarak Ranu Pani-Ranu Kumbolo sekitar 15 km bisa ditempuh 3-4 jam. Kami melewati sawah-sawah penduduk yang ditanami sayur mayur. Jalan pertama relatif datar melewati hutan belantara yang masih sangat lebat. Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan berupa pohon-pohon yang masih asri. Burung-burung tak henti-henti merilis nyanyian alam yang memunculkan perasaan bahagia. Sempat kami melihat gerombolan kera hitam yang menggelantung di pucuk-pucuk pohon. Sepertinya mereka asyik bercanda satu sama lain, ikut merasakan suasana hati kami yang sedang riang. Konon, jika beruntung pendaki bisa melihat macan tutul (what? Beruntung? Bahaya kaliiii..). sayang kami tidak melihat hewan langka tersebut.

Sampailah kami pada pemandangan tebing-tebing batu yang seakan terbelah berjajardi atas sepanjang jalur pendakian. Watu Rejeng. Kami terus berjalan menyusuri track yang sudah ada . pada pos ketiga, terdapat sedikit tanjakan yang cukup curam. Kita harus ekstrahati-hati menjaga langkah agar tidak tergelincir. Ada baiknya tidak usah terlalu buu-buru karena akan menguras tenaga kita. Setelah 4 jam perjalanan yang melelahkan akhirnya kami melihat kumpulan air berwarna biru yang luas. Ya, Ranu Kumbolo. Perjalanan kami lanjutkan menuju Resort Ranu Kumbolo. Ternyata perjalanan menuju kesana masih memakan waktu sekitar 1 jam. Tentunya dengan kecepatan yang lambat dan sering istirahat. Maklum, saya kurang olah raga sebelum melakukan pendakian ini. hehehe...

Pukul 11.00 sampai di Resort Ranu Kumbolo. Kami memutuskan untuk membuka tenda untuk beristirahat. Rasa capai bercampur dingin terobati dengan pemandangan Ranu Kumbolo yang indah. Usai makan dan istrahat, pukul 16.00 kami melanjutkan perjalanan menuju Kalimati.

Nah, ketika berjalan menanjaki tanjakan cinta, saya bertemu dengan seseorang yang tidak asing, terutama bagi para Pengajar Muda Indonesia Mengajar. Saya bertemu dengan Bapak Iwan Abdurrahman alias Abah Iwan. Wow...saya bertemu pencipta lagu si burung camar di Tanjakan Cintaaaa... pertanda apakah ini??? wohoho.... tentunya para pengajar muda tidak akan melupakan sosok yang selalu diundang dalam pelatihan calon Pengajar Muda sebelum berangkat menuju “medan pertempuran”. Hehehe... Abah Iwan baru saja turun dari Puncak Mahameru bersama kedua anak lelakinya. Pada usia senja, Abah Iwan masih saja aktif dengan kegiatan yang menguras ketahanan fisik ini.

Bertemu Abah Iwan, saya diberi wejangan agar pendakian berhasil. “Jangan lupa membawa air yang banyak dan cemilan-cemilan,” Nasihat Abah, “Kebanyakan pendaki gagal sampai puncak karena tidak membawa air yang cukup”. sambung Abah Iwan. Selain itu Abah titip salam buat para pengajar muda dan Tim Galuh.

Usai melewati tanjakan cinta kami melewati Oro-Oro Ombo. Hamparan padang rumput berwarna cokelat terpampang sejauh mata memandang.

Usai melewati oro-oro ombo, kami menuju Cemoro Kandang. Perjalanan cukup menguras stamina karena jalannya menanjak. Akhirnya kami tiba di Kalimati, camp para pendaki Mahameru. Karena kelelahan, kami memutuskan untuk naik ke Mahameru pada hari berikutnya. Hawa dingin di Kalimati lebih “menusuk” dari pada di Ranu Pani. Kami membuat api unggun dari ranting dan daun cemara yang berserakan di bawah pohon sebagai penangkal dingin. Ada sekitar 20-an tenda pendaki yang nge-camp di Kalimati.

Pagi hari, kami menuju sumber mata air kalimati yang dapat di tempuh sekitar satu jam pulang pergi. Lumayan, air tersebut untuk mengisi persediaan yang sudah menipis.Selanjutnya waktu yang tersisa kami mafaatkan untuk beristirahat.

Tepat pukul 23.00 kami siap melakukan pendakian Mahameru. Ternyata banyak rombongan yang akan melakukan pendakian. Menurut hitungan saya, ada sekitar seratusan orang yang mendaki. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Kebetulan kami bertemu dengan pendaki dari Lampung dan Padang.

Perjalanan pertama pendakian dari kalimati melewati lembah Kalimati, kemudian jalan menanjak cukup curam memasuki hutan cemara. Jalanan terus menanjak. Debu vulkanik Mahameru cukup mengganggu nafas sehingga kami harus menggunakan masker. Pukul 12.45 kami sampai di Arcopodo, camp terakhir untuk pada pendaki. Kami hanya lewat di Arcopodo. Ada setidaknya 3 tenda pendaki di Arcopodo. Perjalanan terus kami lanjutkan. Kami harus hati-hati karena kanan kiri jalur pendakian ini berupa jurang. Konon, pendaki sering hilang di jalur ini. beberapa petilasan pendaki yang tewas atau hilang juga kami jumpai di arcopodo.

Terus berjalan, tibalah kami di jalur yang paling seru dan menantang. Jalur pasir tanpa vegetasi. Jalur ini terkenal karena memang sangat sulit di lalui. Jalur berpasir dan sangat menanjak. Berjam-jam kami mencumbui pasir Semeru. Mahameru masih ada di atas kami, masih jauuuuh.

Tak terasa pagi menjelang. Pelan-pelan, sang mentari sudah memunculkan sinar merahnya dari ufuk timur. Rasa kagum dan khawatir bercampur aduk. Kagum karena pemandangannya sungguh menakjubkan. Gumpalan awan bagai laut diatas lagit bersemburat warna merah kekuningan. Khawatir karena saya masih di tengah-tengan jalur pasir Semeru. Tenaga sudah terkuras bercampur dingin yang membekukan sendi-sendi. Muncul rasa takut jika sampai pukul 08.00 saya belum sampai puncak. Karena menurut aturan pendakian, jika sudah jam 08.00 belum juga sampai puncak, sangat dianjurkan untuk turun jika tidak ingin nama kita menjadi kenangan. Di sinilah para pendaki diuji kesabaran dan kegigihannya. Pukul 05.30 banyak pendaki yang menyerah, tidak lagi melanjutkan perjalanan mereka. Saya memantapkan hati untuk terus melaju dengan sisa tenaga.

Jalur yang paling berat menurut saya adalah jalur sebelum puncak bayangan. Disebut puncak bayangan karena dilihat dari bawah, terlihat ujung gunung. Namun ketika kita terus menuju kesana, dibalik “puncak” tersebut, terdapat puncak yang asli. Jalur ini juga yang banyak mematahkan hati dan semangat para pendaki.

Dengan sisa tenaga dan tekad bulat, saya tetap melaju ke atas. Lima langkah turuh tiga langkah dan berhenti untuk mengambil nafas. Begitu seterusnya sampai akhirnya saya berhasil menjejakkan kaki di Puncak Mahameru pukul 07.45. Saya, sahabat saya Adi, dan puluhan pendaki berhasil menggapai “puncak abadi para dewa” ini. Selasa, 5 September 2013 kami berada di tanah tertinggi di pulau jawa. Dari ratusan pendaki, hanya sekitar 30an yang berhasil mencapai tanah tertinggi Pulau Jawa ini.

Sesampai diatas, saya mengabadikan pemandangan yang menakjubkan. Di sebelah utara berjajar Pegunungan Tengger dan Bromo. Sebelah tenggara terlihat kawah Jonggring Saloko yang masih aktif. Sebelah barat terlihat kota Malang (kalau tidak salah). Sedangkan pemandangan di sebelah timur dan selatan adalah lautan awan yang menggumpal-gumpal. Tiba-tiba kami dikejutkan oleh ledakan dahsyat. Ternyata kawah JonggringSaloko baru saja memuntahkan bom vulkanik. Terlihat kepulan asap berwarna putih kekuningan berbentuk cendawan di atas kawah jonggring. Ada perasaan takut, jangan-jangan angin berbalik arah menuju puncak. Jika demikian matilah kami yang berada di Puncak Mahameru. Konon Soe Hok Gie dan Idhan Dhanvantari Lubis gugur di sini karena menghirup asap vulkanik Semeru yang mengandung racun.

Usai menikmati pemandangan kami memutuskan untuk segera turun. Perjalanan turun lebih mudah daripada naik. Kami tinggal meluncur ke bawah dan pasir semeru membantu meluncurkan badan kami. Namun harus hati-hati karena licin. Bisa-bisa kita bisa terguling dari atas. Wow...nyawa taruhannya. Akhirnya kami kembali tiba di tenda Kalimati pukul 11.30. Kami memasak, makan, kemudian beristirahat.

Pukul 15.00 kami membereskan tenda dan peralatan lainnya. Pukul 16.00 kami turun menuju Ranu Kumbolo. Tiba di Ranu Kumbolo pukul 18.00. kami istirahat dan makan malam. Selanjutnya perjalanan kami lanjutkan pukul 19.00 menuju Ranu Pani. Ternyata perjalanan ke Ranu Pani terasa lebih berat daripada perjalanan dari Ranu Pani menuju Ranu Kumbolo. Hal ini karena kami terlalu lelah. Beban di pundak terasa semakin berat. Di sepanjang perjalanan kami menemui para pendaki yang hendak menuju ranu kumbolo. Ratusan jumlahnya

Akhirnya, kami tiba di Ranu Pani pukul 23.30. Istirahat, tidur!. Pagi harinya, dengan perasaan puas kami bangun, sarapan pagi, kemudian turun ke tempat parkir angkutan jip. Kami harus menunggu sampai pukul 13.00 untuk mendapatkan tumpangan menuju Pasar Tumpang. See u Mahameru. I’ll meet u next time!

***

Untuk saat ini membicarakan Semeru barangkali tidak bisa dilepaskan dengan membicarakan Film 5 cm. Ya, disinyalir banyak orang tertarik ke semeru karena “terinspirasi” oleh film ini. Bagi saya, sah-sah saja jika ada orang yang mau ke Semeru karena terpengaruh Film 5 cm. Namun yang tidak bisa ditolerir adalah sampah! Siapa yang membuang sampah sembarangan? Tentu saja para pendaki yang tidak bertanggung jawab. Jika anda kesana sekarang, anda akan menjumpai berbagai macam sampah berserakan, terutama di Ranu Pani, Ranu Kumbolo, dan Kalimati. Bahkan di Kalimati saya mendapati puluhan kaleng gas yang ditinggal begitu saja bersama beberapa trash bag yang penuh dengan sampah. Saya berharap kita bisa bertanggung jawab terhadap sampah yang kita timbulkan sendiri. Ingat, anak cucu kita juga berhak “mencumbui” pasir Semeru dan alam Indonesia lainnya.

Pare, 11 September 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun