Sampailah kami pada pemandangan tebing-tebing batu yang seakan terbelah berjajardi atas sepanjang jalur pendakian. Watu Rejeng. Kami terus berjalan menyusuri track yang sudah ada . pada pos ketiga, terdapat sedikit tanjakan yang cukup curam. Kita harus ekstrahati-hati menjaga langkah agar tidak tergelincir. Ada baiknya tidak usah terlalu buu-buru karena akan menguras tenaga kita. Setelah 4 jam perjalanan yang melelahkan akhirnya kami melihat kumpulan air berwarna biru yang luas. Ya, Ranu Kumbolo. Perjalanan kami lanjutkan menuju Resort Ranu Kumbolo. Ternyata perjalanan menuju kesana masih memakan waktu sekitar 1 jam. Tentunya dengan kecepatan yang lambat dan sering istirahat. Maklum, saya kurang olah raga sebelum melakukan pendakian ini. hehehe...
Pukul 11.00 sampai di Resort Ranu Kumbolo. Kami memutuskan untuk membuka tenda untuk beristirahat. Rasa capai bercampur dingin terobati dengan pemandangan Ranu Kumbolo yang indah. Usai makan dan istrahat, pukul 16.00 kami melanjutkan perjalanan menuju Kalimati.
Nah, ketika berjalan menanjaki tanjakan cinta, saya bertemu dengan seseorang yang tidak asing, terutama bagi para Pengajar Muda Indonesia Mengajar. Saya bertemu dengan Bapak Iwan Abdurrahman alias Abah Iwan. Wow...saya bertemu pencipta lagu si burung camar di Tanjakan Cintaaaa... pertanda apakah ini??? wohoho.... tentunya para pengajar muda tidak akan melupakan sosok yang selalu diundang dalam pelatihan calon Pengajar Muda sebelum berangkat menuju “medan pertempuran”. Hehehe... Abah Iwan baru saja turun dari Puncak Mahameru bersama kedua anak lelakinya. Pada usia senja, Abah Iwan masih saja aktif dengan kegiatan yang menguras ketahanan fisik ini.
Bertemu Abah Iwan, saya diberi wejangan agar pendakian berhasil. “Jangan lupa membawa air yang banyak dan cemilan-cemilan,” Nasihat Abah, “Kebanyakan pendaki gagal sampai puncak karena tidak membawa air yang cukup”. sambung Abah Iwan. Selain itu Abah titip salam buat para pengajar muda dan Tim Galuh.
Usai melewati tanjakan cinta kami melewati Oro-Oro Ombo. Hamparan padang rumput berwarna cokelat terpampang sejauh mata memandang.
Usai melewati oro-oro ombo, kami menuju Cemoro Kandang. Perjalanan cukup menguras stamina karena jalannya menanjak. Akhirnya kami tiba di Kalimati, camp para pendaki Mahameru. Karena kelelahan, kami memutuskan untuk naik ke Mahameru pada hari berikutnya. Hawa dingin di Kalimati lebih “menusuk” dari pada di Ranu Pani. Kami membuat api unggun dari ranting dan daun cemara yang berserakan di bawah pohon sebagai penangkal dingin. Ada sekitar 20-an tenda pendaki yang nge-camp di Kalimati.
Pagi hari, kami menuju sumber mata air kalimati yang dapat di tempuh sekitar satu jam pulang pergi. Lumayan, air tersebut untuk mengisi persediaan yang sudah menipis.Selanjutnya waktu yang tersisa kami mafaatkan untuk beristirahat.
Tepat pukul 23.00 kami siap melakukan pendakian Mahameru. Ternyata banyak rombongan yang akan melakukan pendakian. Menurut hitungan saya, ada sekitar seratusan orang yang mendaki. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Kebetulan kami bertemu dengan pendaki dari Lampung dan Padang.
Perjalanan pertama pendakian dari kalimati melewati lembah Kalimati, kemudian jalan menanjak cukup curam memasuki hutan cemara. Jalanan terus menanjak. Debu vulkanik Mahameru cukup mengganggu nafas sehingga kami harus menggunakan masker. Pukul 12.45 kami sampai di Arcopodo, camp terakhir untuk pada pendaki. Kami hanya lewat di Arcopodo. Ada setidaknya 3 tenda pendaki di Arcopodo. Perjalanan terus kami lanjutkan. Kami harus hati-hati karena kanan kiri jalur pendakian ini berupa jurang. Konon, pendaki sering hilang di jalur ini. beberapa petilasan pendaki yang tewas atau hilang juga kami jumpai di arcopodo.
Terus berjalan, tibalah kami di jalur yang paling seru dan menantang. Jalur pasir tanpa vegetasi. Jalur ini terkenal karena memang sangat sulit di lalui. Jalur berpasir dan sangat menanjak. Berjam-jam kami mencumbui pasir Semeru. Mahameru masih ada di atas kami, masih jauuuuh.
Tak terasa pagi menjelang. Pelan-pelan, sang mentari sudah memunculkan sinar merahnya dari ufuk timur. Rasa kagum dan khawatir bercampur aduk. Kagum karena pemandangannya sungguh menakjubkan. Gumpalan awan bagai laut diatas lagit bersemburat warna merah kekuningan. Khawatir karena saya masih di tengah-tengan jalur pasir Semeru. Tenaga sudah terkuras bercampur dingin yang membekukan sendi-sendi. Muncul rasa takut jika sampai pukul 08.00 saya belum sampai puncak. Karena menurut aturan pendakian, jika sudah jam 08.00 belum juga sampai puncak, sangat dianjurkan untuk turun jika tidak ingin nama kita menjadi kenangan. Di sinilah para pendaki diuji kesabaran dan kegigihannya. Pukul 05.30 banyak pendaki yang menyerah, tidak lagi melanjutkan perjalanan mereka. Saya memantapkan hati untuk terus melaju dengan sisa tenaga.