Tindakan menggandakan hukuman seperti dilakukan ayah saya dan menjadi kebiasaan di zaman dulu memang tidak bijaksana untuk zaman sekarang. Demikian pula sanksi berupa hukuman pisik tidak seharusnya menjadi pilihan yang diambil oleh seorang guru kepada muridnya. Tetapi sikap berlebihan juga tidak patut dipertontonkan oleh orantua untuk menyikapi hukuman yang diterima anaknya dari sekolah.
Orangtua tentu berkepentingan untuk melindungi anaknya dari perlakuan yang tidak sewajarnya baik dari pihak sekolah maupun siswa yang lain. Akan tetapi harus disadari oleh orangtua bahwa sikap over protective dan pembelaan yang berlebihan hanya akan mengkerdilkan jiwa anaknya.Â
Si anak bisa saja menjadi tertekan jiwanya akibat sikap pembelaan yang berlebihan dari orangtuanya. Ia menjadi minder di hadapan teman-temannya karena dianggap berlindung di balik kekuatan orangtuanya. Atau sebaliknya si anak tumbuh menjadi anak yang angkuh dan arogan karena merasa dibekingi orangtuanya. Bisa juga si anak tumbuh menjadi "anak mama" yang terus menerus berlindung di ketiak ibunya karena sikap over protective dari orangtuanya.
Kasus-kasus yang banyak terjadi saat acara perpeloncoan misalnya, merupakan salah satu akibat dari sikap over protective itu, di samping akibat tidak terkendalinya perpeloncoan itu sendiri. Ketika anak-anak kita tidak tumbuh dalam sikap over protective dari orangtua, maka si anak akan lebih siap menerima kondisi-kondisi yang tidak mengenakan. Sebuah kondisi yang mau tidak mau pasti dialami olehnya dalam usia dewasanya kelak di kemudian hari.
Anak-anak kami semuanya tidak pernah menemui persoalan serius dan bisa mengikuti kegiatan perpeloncoan baik saat masuk SMA maupun saat menjadi mahasiswa baru. Mereka enjoy-enjoy aja mengikutinya. Tugas-tugas konyol dan mengada-ngada dan bentakan-bentakan tak beralasan dari senior tidak menjadi masalah buat anak-anak kami. Kalaupun ada keluhan yang sampai kepada kami orangtuanya, itu sekedar keluhan manja untuk sekedar menunjukkan kebanggaan bisa menjalani kegiatan yang lumayan berat.
4. Biarkan anak menyelesaikan persoalannya sendiri
Ada banyak persoalan yang mungkin dihadapi anak pada masa usia sekolah. Mulai dari hal-hal kecil seperti kebiasaan telat bangun pagi, malas mengerjakan PR, tidak serius menyimak pelajaran yang diberikan oleh guru, sampai kepada masalah yang relatif besar seperti pelanggaran tata tertib sekolah dan berkelahi dengan teman sekolah.
Tidak semua persoalan anak harus diselesaikan dengan intervensi orangtua secara langsung. Sedapat mungkin orangtua harus memberikan kesempatan kepada anak untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya dengan caranya sendiri. Orangtua tentu tidak bisa lepas sepenuhnya, tetapi harus tetap memberikan perhatian dan memastikan persoalan yang dihadapi anaknya tidak melahirkan persoalan-persoalan baru yang lebih besar.
Memberikan kesempatan kepada anak untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, akan memberikan manfaat kepada anak untuk melatih kemampuannya menghadapi persoalan-persoalan yang lebih besar yang akan dihadapinya di saat ia dewasa. Saat dimana orangtua sudah melepaskan dirinya untuk terjun sepenuhnya di tengah-tengah masyarakat.
Saya masih ingat betul saya ngurus sendiri saat mendaftar sekolah, mulai masuk SD sampai masuk perguruan tinggi. Dengan bercelana pendek dan sandal jepit saya datangi kantor SD yang tidak jauh dari rumah. Mendaftar untuk menjadi siswa di situ. Hal yang sama di jenjang-jenjang berikutnya. Betul-betul mengurusinya sendiri. Orangtua hanya menyiapkan uang untuk biaya pendaftaran dan yang lainnya. Hal seperti ini untuk zaman sekarang rasanya tidak mungkin, kecuali untuk jenjang perguruan tinggi. Dan kamipun mengalami hal ini. Kami harus mengurus sepenuhnya saat anak kami masuk SD dan SMP.
Pengalaman menyelesaikan masalah dengan cara sendiri yang dialami saya dan istri saya saat masa sekolah, sangat berpengaruh terhadap pola asuh anak-anak kami. Ketika anak pertama kami menginjak semester 3 perguruan tinggi, ia pernah mengalami insiden lalu lintas dengan seorang anggota Polri. Mobil yang dikemudikannya menabrak dari belakang sepeda motor yang dikendarai anggota Polri tersebut. Sesaat setelah kejadian anak kami menelepon saya mengabarkan insiden yang baru saja terjadi. Dan saya menilai anak kamilah yang bersalah dalam insiden itu.Â