Mohon tunggu...
Kang Trianto
Kang Trianto Mohon Tunggu... Guru - Pengamat Pendidikan, Seni, & Budaya

Olahraga, dan dengerin musik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

CIPLUK, Sepasang Mata Indah di Kedai Bakso Kerikil

4 Agustus 2024   08:39 Diperbarui: 4 Agustus 2024   08:45 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Bejo tampak menelan ludah sebentar sebelum mengeluarkan kata-kata untuk menjawab pertanyaanku.

"Cipluk itu hanya nama panggilan saja Den. Dia sebenarnya adalah putri dari trah kraton."

Aku semakin merapatkan diri ke Pak Bejo untuk mengetahui cerita beliau tentang siapa itu Cipluk. Pak Bejo kemudian bercerita Panjang lebar tantang siapa itu Cipluk dan keluarganya.

Cipluk dan keluarganya sebenarnya dikenal sebagai keluarga darah biru, tetapi mereka tidak suka dengan gelar tersebut. Bapak, Ibu, dan juga saudara-saudara Cipluk telah menanggalkan semua gelar kebangsaan tersebut sejak lahir. Bapak Cipluk pada suatu saat pernah berpesan kepadanya dan saudara-saudaranya agar tidak terlalu membangga-banggakan nasab. Semua adalah sama di mata Allah, tidak peduli apakah dia seorang bangsawan ataupun rakyat. Semua sama.

Bagi Cipluk dan keluarganya sekarang yang akan dikenal dan dikenang orang itu bukan gelarnya. Tetapi yang akan dikenal adalah sejauh mana karya kita. Apa yang telah kita perbuat dan sumbangsih terhadap lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara ini. Meski dia bangsawan bergelar Raden pun tetapi jika ia seorang pengkhianat negara, seorang yang tidak memiliki karya apa-apa, maka akan semakin asor derajate (rendah derajatnya).

Cipluk dan saudara-saudaranya secara mematuhi apa yang dikatakan oleh Bapaknya. Sebuah pembelajaran yang luar biasa. Bagaimana beliau menanamkan prinsip dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Itulah yang akhirnya tertanam pada diri Cipluk dan saudara-saudaranya. Mereka sejak kecil berbuat sesuatu bukan karena mereka adalah para darah biru, tetapi semata-mata sebagai manusia yang harus hidup berdampingan dengan sesama. Mereka suka membantu kepada siapa pun tidak pandang bulu. Mereka semua juga menanggalkan embel-embel gelar pada nama masing-masing.

Buah dari itu semua Cipluk dan saudara-saudaranya saat ini menjadi sosok-sosok pemimpin dalam institusinya, dan menjadi teladan bagi temen-temennya di kantor.

Bapak Cipluk sendiri berdasarkan nasab (trah) masih keturunan keraton bergelar Kanjeng Raden Tumenggung (KRT). Tetapi beliau tidak pernah menggunakan gelar tersebut dalam namanya. Bapak Cipluk tetap menulis nama asli beliau tanpa embel-embel kebangsawanan, baik di kartu identitas maupun identitas-identitas yang lain -- termasuk dalam SK beliau saat masih menjadi Pegawai Negara. Dengan itu pula Bapak Cipluk sangat dihormati dan dihargai oleh teman-teman beliau. Bapak Cipluk dianggap sebagai figur moderat di kantornya saat itu hingga sekarang saat kembali hidup dalam masyarakat sebagai pensiunan.

Aku mendengar semua yang dikatakan Pak Bejo dengan takjup. Takjup paka keluarga Cipluk yang sangat moderat, selain itu juga takjub pak pak Bejo. Bagaimana ia tahu semua secara mendalam dengan Cipluk dan keluarganya. Hal itu tentu menambah diriku semakin penasaran.

"Lalu siapa nama asli Cipluk itu pak ...?

Belum sempat pertanyaanku dijawab Pak Bejo. Ku dengar bel mobil dari jauh. Kami bertiga segera menoleh ke arah asal datanganya bel mobil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun