Mohon tunggu...
Kang Trianto
Kang Trianto Mohon Tunggu... Guru - Pengamat Pendidikan, Seni, & Budaya

Olahraga, dan dengerin musik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

CIPLUK, Sepasang Mata Indah di Kedai Bakso Kerikil

4 Agustus 2024   08:39 Diperbarui: 4 Agustus 2024   08:45 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pngwing.com/id/free-png-zwxua

Kedai Bakso Krikil Pak Mug, begitu spanduk yang tertulis di depan warung tersebut. Ya ... Kedai Bakso Krikil, sebuah kedai kecil berada di ujung pertigaan suatu gang. Memang jika melihat bangunan tidak menunjukkan jika Kedai Bakso Krikil menjadi warung yang sangat viral.

Berasal dari seorang pelanggan, yang mengupload Kedai Bakso Krikil dalam tik tok-nya. Akhirnya Kedai Bakso Krikil ini mejadi viral dan pelanggannya tidak saja dari dalam kota tetapi juga dari luar kota termasuk saya.

Aku mendapatkan alamat Kedai Bakso Krikil setelah warung ini cukup viral di tik tok dan youtube dengan melakukan browsing.

Meski tidak terbilang dekat dari kotaku, rasa penasaran membuat diriku meluangkan cukup waktu untuk dapat menikmati rasa kelezatan Kedai Bakso Krikil Pak Mug. Dan memang cukup luar biasa, kuahnya benar-benar mak-nyuss. Sementara bakso krikilnya yang kecil-kecil wow ... begitu lezat, apalagi dengan tambahan potongan urat-urat sapi semakin menambah rasa yang bikin kepala nggliyer-nggliyer.

Setelah parkir kendaraan yang bantu si tukang parkir, segera saja aku bergegas ke Kedai Bakso Krikil. Dan wow di sana cukup luar biasa pelanggannya. Kebanyakan adalah para mahasiswa dan mahasiswi. Lumayan komunitas yang murah meriah dan renyah sering memadati kedai-kedai lesehan di kota-kota besar seperti juga Kedai Kopi, Kedai Mie, dan termasuk kedai-kedai bakso begini.

Segera aku pesan satu porsi bakso Kerikil plus urat. Seorang pelayan setengah umum yang sekaligus istri dari Pak Mug sendiri menyajikan seporsi bakso kepadaku sambil tersenyum.

"Terimakasih. Mbok"

"Sama-sama Den."

Tanpa menunggu dingin seporsi bakso mulai aku rahabi sesendok demi sesendok. Dan memang benar, rasa kuahnya memang luar biasa. Selain itu kekenyalan penthol bakso dalam takaran sedang. Artinya penthol bakso itu tidaklah mengandung bahan boraks sebagaimana umumnya para penjual bakso yang selalu menambah boraks dalam adonan bakso untuk mendapatkan rasa kenyal dan awet. Padahal boraks sebenarnya sangatlah berbahaya untuk kesehatan tubuh. Ia sesungguhnya merupakan bahan pengawet mayat yang mengandung bahan formalin. Tetapi tidak demikian dengan Kedai Bakso Krikil, penthol baksonya dibuat secara alami, tanpa bahan pengawet.

Saat kunimmati lezatnya bakso, mataku tanpa sengaja menatap sepasang mata gadis yang duduk tepat di pojok kedai. Rupanya sejak tadi tanpa aku sadari, dia memandangi aku. Wajar, ia tahu kalua diriku bukanlah pelanggan Kedai Bakso Krikil.

Tidak itu yang ada dalam pikiranku, sepasang mat aitu sangat indah, bulat dan penuh hiasan pelangi. Orang Jawa bilang istilahnya bak Bawang Sebungkul. Ingat syair lagunya Iwan Fals, "Mata Indah Bola Ping Pong", sebuiah gambaran tentang indahnya bola mata seorang gadis.

Menurut orang Jawa, model mata demikian umumnya dimiliki oleh para trah kraton atau putri kerajaan. Tapi masak di jaman begini masih ada putri Kraton pikirku.

Si gadis rupanya menjadi salah tingkah, ketika aku tahu kalau dirinya memperhatikanku. Maka ia pun buru-buru meninggalkan Kedai Bakso Krikil setelah terlebih dahulu membayar ongkos pada Bu Mugiyo, istri dari Pak Mugiyo sang penjual Bakso.

Gejolak perasaanku tidak karuan. Dan segera aku membayar Bakso, dan beranjak mengikuti kepergian Si Gadis bersama dengan dua orang temennya yang mengendarai Honda Jazz warna merah.

Si Gadis tahu kalua sedang aku, buntuti setelah diperampatan traffic light ia buru-buru menerjang lampu merah dan sedikit melaju, sementara aku tertahan sehingga kehilangan jejak.

Penasaran dengan keberadaan Si Gadis, beberapa hari kemudian aku kembali datangi Kedai Bakso Krikil Pak Mug. Tetapi nihil, tidak aku dapatkan mata indah itu. Aku mencoba tanya pada Pak Mug dan Mug, tetapi mereka juga tidak tahu.

"Ma'af Den. Saya kurang tahu. Memang mereka sering datang bertiga kalau ke sini. Mereka sering datang biasanya pada hari Sabtu Den."

"Terimakasih Mbok."

"Sama-sama Den".

Akupun segera meninggalkan Kedai Bakso Krikil Pak Mug, setelah tidak mendapatkan informasi tentang si Mata Indah. Tetapi masih ada harapan, yah ... hari Sabtu. Demikian yang dikatakan Si Mbok Mug. 

*******

Hasi Sabtu aku segera memacu kendaraan menuju Kedai Bakso Krikil Pak Mug dengan penuh harapan. Bayangan si Mata Indah selalu melekat dibenakku. Sepasang Mata indah yang siang-malam membuatku penuh tanda tanya aatau gegana (gelisah, galau, dan merana).

Dari jauh Pak Mug dan Bu Mug tersenyum menyambutku, aku pun membalasnya.

"Sore Mbok"

"Sore Den."

"Gimana, si cantik apa sudah datang Mbok."

Kucoba sedikit memberanikan bertanya pada si Mbok Mug tentang si Mata Indah.

Mbok Mug tidak menawab, tetapi hanya geleng-geleng kepala kepadaku dengan wajah yang sedih, dan juga merasa bersalah kali karena info yang diberikan kepadaku ternyata mleset. Atau yang kedua kawatir aku tidak menjadi pesan bakso, kalua tidak ada si Mata Indah. Meski dengan agak kecewa, aku tidak mau membuat wanita setengah bayu itu merasa bersalah.

"Nggak apa-apa Mbok. Pesen satu porsi ya.."

Mbok Mug pun menyiapkan satu porsi Bakso Kerikil dan menghidangkana kepadaku.

Tetap seperti biasa, Kedai Bakso Krikil selalu ramai dengan para pelanggan. Tetapi kali ini serasa sepi bagi diriku. Tatapan sepasang mata indah yang aku harapkan tidak ada. Mata yang selama ini selalu membuat diriku mabuk kepayang, mata yang indah, berkaca-kaca dengan rona pelangi menghiasnya.

Di tengah-tengah lamunan yang menerpa, tiba-tiba dering WA hp ku berbunyi. Segera aku keluarkan dari tampatnya, dan ada WA dari nomor yang tidak aku kenal. Pelan-pelan kubaca pesan pendek dalam WA tersebut.

"Waktu satu hari tidaklah tidak memiliki arti. Dirimu cukup membuatku terpesona. Wajah lugu, selalu membuat diri ini ... nggak tahu. Susah harus memulai untuk mengungkapkan. .... (Cipluk)...."

WA dari Cipluk? Siapa Cipluk? Di nomor tersebut sengaja tidak diberikan DP. Akupun tolah-toleh ke kanan dan ke kiri. Si Mbok Mug rupanya tahu dengan sikapku.

"Ada apa Den...?"

"Mbok. Kenal yang Namanya Cipluk...?"

"Cipluk...? Kok nggak kenal ya Den."

Di Tengah-tengah pembicaraanku dengan Mbok Mug. Tiba-tiba Pak Bejo si tukang parkir mendekatiku.

"Anu Den. Maaf menyela."

"Ada apa Pak..?"

"Cipluk itu ..."

Pak Bejo berhenti sejenak saat dirinya menyebut nama Cipluk. Hal itu tentunya membuat semakin penasaran. Pak Bejo rupanya mendengarkan apa yang aku katakana ke Mbok Mug barusan. Merasa penasaran aku segera merapat ke pak Bejo, dengan memberonding beberapa pertanyaan.

"Ada apa Pak dengan Cipluk? Pak Bejo kenal denagn dia? Siapa dia sebenarnya...?

Pak Bejo tampak menelan ludah sebentar sebelum mengeluarkan kata-kata untuk menjawab pertanyaanku.

"Cipluk itu hanya nama panggilan saja Den. Dia sebenarnya adalah putri dari trah kraton."

Aku semakin merapatkan diri ke Pak Bejo untuk mengetahui cerita beliau tentang siapa itu Cipluk. Pak Bejo kemudian bercerita Panjang lebar tantang siapa itu Cipluk dan keluarganya.

Cipluk dan keluarganya sebenarnya dikenal sebagai keluarga darah biru, tetapi mereka tidak suka dengan gelar tersebut. Bapak, Ibu, dan juga saudara-saudara Cipluk telah menanggalkan semua gelar kebangsaan tersebut sejak lahir. Bapak Cipluk pada suatu saat pernah berpesan kepadanya dan saudara-saudaranya agar tidak terlalu membangga-banggakan nasab. Semua adalah sama di mata Allah, tidak peduli apakah dia seorang bangsawan ataupun rakyat. Semua sama.

Bagi Cipluk dan keluarganya sekarang yang akan dikenal dan dikenang orang itu bukan gelarnya. Tetapi yang akan dikenal adalah sejauh mana karya kita. Apa yang telah kita perbuat dan sumbangsih terhadap lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara ini. Meski dia bangsawan bergelar Raden pun tetapi jika ia seorang pengkhianat negara, seorang yang tidak memiliki karya apa-apa, maka akan semakin asor derajate (rendah derajatnya).

Cipluk dan saudara-saudaranya secara mematuhi apa yang dikatakan oleh Bapaknya. Sebuah pembelajaran yang luar biasa. Bagaimana beliau menanamkan prinsip dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Itulah yang akhirnya tertanam pada diri Cipluk dan saudara-saudaranya. Mereka sejak kecil berbuat sesuatu bukan karena mereka adalah para darah biru, tetapi semata-mata sebagai manusia yang harus hidup berdampingan dengan sesama. Mereka suka membantu kepada siapa pun tidak pandang bulu. Mereka semua juga menanggalkan embel-embel gelar pada nama masing-masing.

Buah dari itu semua Cipluk dan saudara-saudaranya saat ini menjadi sosok-sosok pemimpin dalam institusinya, dan menjadi teladan bagi temen-temennya di kantor.

Bapak Cipluk sendiri berdasarkan nasab (trah) masih keturunan keraton bergelar Kanjeng Raden Tumenggung (KRT). Tetapi beliau tidak pernah menggunakan gelar tersebut dalam namanya. Bapak Cipluk tetap menulis nama asli beliau tanpa embel-embel kebangsawanan, baik di kartu identitas maupun identitas-identitas yang lain -- termasuk dalam SK beliau saat masih menjadi Pegawai Negara. Dengan itu pula Bapak Cipluk sangat dihormati dan dihargai oleh teman-teman beliau. Bapak Cipluk dianggap sebagai figur moderat di kantornya saat itu hingga sekarang saat kembali hidup dalam masyarakat sebagai pensiunan.

Aku mendengar semua yang dikatakan Pak Bejo dengan takjup. Takjup paka keluarga Cipluk yang sangat moderat, selain itu juga takjub pak pak Bejo. Bagaimana ia tahu semua secara mendalam dengan Cipluk dan keluarganya. Hal itu tentu menambah diriku semakin penasaran.

"Lalu siapa nama asli Cipluk itu pak ...?

Belum sempat pertanyaanku dijawab Pak Bejo. Ku dengar bel mobil dari jauh. Kami bertiga segera menoleh ke arah asal datanganya bel mobil.

Dari jauh kelihatan seorang gadis berkacamata hitam duduk dalam mobil Jazz warna merah menyala memandangi kami. Pelan-pelan si gadis itu melepaskan kaca mata hitamnya. Mak deg ...

"Cipluk ....???"

Secara bersamaan aku dan Mbok Mug mengucapkan kata itu. Sementara aku lihat Pak Bejo hanya senyum-senyum kecil.

Rupanya Cipluk telah memperhatikan kami sejak tadi dari atas mobilnya. Sambil melambaikan tangan Cipluk pun beranjak dengan mobilnya. Aku hanya melongo menatap kepergiaan si Cipluk, yang memiliki sepasang mata indah saat diriku berada di Kedai Bakso Kerikil ....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun