Di lorong sempit kota penuh liku, Â
Berjalan seorang penjaja doa yang lusuh, Â
Menyeret langkahnya di atas debu kelabu, Â
Menawarkan harapan pada setiap hati yang rapuh.
Doanya dijajakan dalam bisik sunyi, Â
Di antara deru mesin dan riuh rendah suara, Â
Dengan tatapan penuh arti di balik keriput dahi, Â
Ia tawarkan pelipur lara di setiap hembusan udara.
Dengan kantong usang berisi doa-doa suci, Â
Dijinjingnya bagai beban rindu di pundak renta, Â
Setiap langkahnya adalah nyanyian janji, Â
Yang membelai hati yang gelisah dan luka.
"Doa-doa ini bukan sekadar kata," katanya, Â
"Ini adalah pelita di tengah malam yang kelam, Â
Ini adalah perahu di lautan duka," bisiknya, Â
"Membawa jiwa-jiwa menuju pantai damai yang diam."
Ia bagai pahlawan tanpa tanda jasa, Â
Menjual kata-kata yang terbang bagai burung, Â
Dalam hati orang-orang yang tak punya asa, Â
Ia semai benih harapan, bunga kehidupan yang agung.
Malam hari, di bawah bulan yang pucat pasi, Â
Penjaja doa itu terus berjalan tanpa henti, Â
Dengan doa yang dibisikkan dengan penuh kasih, Â
Ia hapuskan tangis, reda gelisah dalam senyap malam hari.
Setiap doa adalah harapan yang menjelma, Â
Menembus langit, meniti angin, meretas awan, Â
Di dunia penuh kebisingan dan derita, Â
Doanya adalah simfoni dalam senandung hujan.
Dengan simbol-simbol cinta dan pengharapan, Â
Ia lukiskan pelangi di langit kelabu, Â
Dengan hiperbola doa yang menjulang ke angkasa, Â
Ia ciptakan mukjizat dalam setiap bait rindu.
Penjaja doa itu adalah penjaga mimpi, Â
Dengan doa-doa yang dibawa bagai cahaya, Â
Di setiap sudut kota yang penuh sepi, Â
Ia nyalakan kembali semangat yang nyaris padam di dada.
Di akhir perjalanan, saat fajar menyingsing, Â
Penjaja doa itu lenyap bagai kabut di pagi hari, Â
Namun doanya terus bergema dalam jiwa yang hening, Â
Menjadi penjaga hati yang rapuh, selamanya abadi.
Penjaja Doa...
Kuncup merahmu mekar kembali Meramu sajak lama yang kubawa pergi Seperti malam yang berpamitan kepada pagi Langkah kakimu menandakan sang surya kembali
Tak ada yang berubah Kau masih gadis yang penuh gelisah Mencari punggung 'tuk sandarkan resah
Kemarilah, tangan ini selalu terbuka Memelukmu yang datang penuh luka Sebab akulah penunggu senja Penjaja doa di ujung usia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H