Perubahan dalam struktur pemerintahan sering kali menjadi topik diskusi yang hangat di Indonesia. Salah satu gagasan yang menarik perhatian akhir-akhir ini adalah kemungkinan mengubah fungsi Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Namun, seberapa realistis dan bermanfaatkah ide ini bagi sistem pemerintahan Indonesia?
### Latar Belakang Watimpres dan DPA
Watimpres adalah lembaga yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden dalam menjalankan pemerintahan. Anggotanya dipilih langsung oleh presiden dan biasanya terdiri dari tokoh-tokoh berpengalaman di berbagai bidang. Watimpres, dalam konstitusi Indonesia, memiliki peran penting sebagai penasihat presiden meski tidak memiliki kekuasaan eksekutif yang signifikan.
Di sisi lain, DPA adalah lembaga yang pernah ada dalam sistem pemerintahan Indonesia, sebelum dihapuskan pada masa reformasi. DPA memiliki tugas dan fungsi yang mirip dengan Watimpres, tetapi dengan cakupan dan kewenangan yang lebih luas, termasuk memberikan pertimbangan pada keputusan besar negara yang memerlukan kebijakan strategis.
### Alasan Mengusulkan Perubahan
Beberapa alasan yang diajukan untuk mengubah Watimpres menjadi DPA antara lain:
1. **Penguatan Fungsi Konsultatif**: Dengan transformasi menjadi DPA, lembaga ini diharapkan dapat memiliki fungsi konsultatif yang lebih kuat dan independen, sehingga bisa memberikan nasihat yang lebih komprehensif dan objektif kepada presiden.
2. **Peningkatan Kredibilitas**: DPA di masa lalu dihuni oleh tokoh-tokoh nasional yang sangat dihormati, dengan kredibilitas yang diakui luas. Menghidupkan kembali DPA bisa memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga ini.
3. **Kontinuitas Kebijakan**: Sebagai lembaga yang lebih struktural dan tetap, DPA dapat membantu menjaga kesinambungan kebijakan di tengah pergantian pemerintahan. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas politik dan ekonomi.
### Tantangan dan Hambatan
Meski ada banyak alasan mendukung, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam mewujudkan perubahan ini:
1. **Proses Konstitusional**: Mengubah Watimpres menjadi DPA memerlukan perubahan konstitusi. Proses ini tidak mudah dan memerlukan persetujuan dari banyak pihak, termasuk DPR dan MPR.
2. **Resistensi Politik**: Tidak semua pihak akan mendukung perubahan ini. Beberapa pihak mungkin melihat ini sebagai langkah mundur atau bahkan sebagai upaya memperkuat kekuasaan presiden dengan mengontrol lembaga konsultatif yang lebih kuat.
3. **Pendanaan dan Sumber Daya**: Menghidupkan kembali DPA akan membutuhkan anggaran dan sumber daya yang tidak sedikit. Pemerintah perlu memastikan bahwa pengeluaran ini sepadan dengan manfaat yang diharapkan.
### Perspektif Sejarah
DPA memiliki sejarah panjang dalam pemerintahan Indonesia. Didirikan pada masa awal kemerdekaan, DPA berfungsi sebagai lembaga penasehat utama bagi presiden. Namun, perannya sering kali dianggap simbolis dan tidak efektif dalam mempengaruhi kebijakan besar. Kritik terhadap DPA pada masa Orde Baru mencakup pandangan bahwa lembaga ini lebih menjadi "stempel" kekuasaan daripada memberikan pertimbangan yang kritis dan independen.
### Manfaat Potensial
Jika berhasil direalisasikan, ada beberapa manfaat potensial dari perubahan ini:
1. **Kualitas Nasihat yang Lebih Baik**: Dengan struktur yang lebih kuat dan independen, DPA dapat memberikan nasihat yang lebih mendalam dan terinformasi kepada presiden.
2. **Peningkatan Akuntabilitas**: DPA yang memiliki kredibilitas tinggi dapat menjadi mekanisme kontrol dan keseimbangan yang efektif terhadap keputusan presiden, meningkatkan akuntabilitas dalam pemerintahan.
3. **Fokus pada Kebijakan Strategis**: DPA dapat difokuskan pada isu-isu strategis jangka panjang, membantu pemerintah untuk tidak hanya fokus pada masalah-masalah sehari-hari, tetapi juga merencanakan masa depan yang lebih baik.
### Kesimpulan
Mengubah Watimpres menjadi DPA adalah gagasan yang memiliki potensi besar untuk memperkuat sistem pemerintahan Indonesia. Meski menghadapi berbagai tantangan, manfaat yang ditawarkan dapat menjadi argumen kuat untuk mendorong perubahan ini. Dengan struktur yang lebih independen dan kredibel, DPA dapat memainkan peran penting dalam memberikan nasihat yang berkualitas dan menjaga kontinuitas kebijakan di tengah dinamika politik yang sering kali tidak menentu.
Namun, keberhasilan ide ini sangat tergantung pada komitmen politik, proses konstitusional yang tepat, dan dukungan publik yang luas. Tanpa hal-hal tersebut, transformasi ini mungkin hanya akan menjadi sebuah konsep ideal yang sulit diwujudkan dalam praktik. Oleh karena itu, diperlukan diskusi yang mendalam dan partisipasi aktif dari berbagai pihak untuk mengeksplorasi kemungkinan ini dan memastikan bahwa setiap perubahan yang dilakukan benar-benar bermanfaat bagi negara dan rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H