Banyak mahasiswa yang bekerja paruh waktu untuk membiayai pendidikan mereka. Omnibus law yang memberikan kelonggaran terhadap perusahaan dalam mempekerjakan pekerja kontrak dan outsourcing berpotensi merugikan hak-hak buruh mahasiswa. Kondisi kerja yang tidak menentu dan upah yang minim akan semakin membebani mereka.
3. **Pengabaian Terhadap Keterlibatan Mahasiswa**:
  Dalam proses pembuatan omnibus law, keterlibatan mahasiswa sangat minim. Suara dan aspirasi mahasiswa sering kali diabaikan. Padahal, sebagai generasi penerus bangsa, mereka memiliki pandangan dan aspirasi yang perlu diperhitungkan dalam kebijakan publik.
**Kritik Terhadap Omnibus Law**
Kritik utama terhadap omnibus law datang dari berbagai kalangan, termasuk akademisi, praktisi hukum, dan aktivis mahasiswa. Beberapa poin kritik yang relevan adalah:
1. **Keterbatasan Partisipasi Publik**:
  Proses legislasi yang cepat dan tertutup mengurangi partisipasi publik, termasuk mahasiswa. Hal ini bertentangan dengan prinsip demokrasi yang mengharuskan keterlibatan aktif seluruh elemen masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
2. **Potensi Pelanggaran Hak Asasi Manusia**:
  Beberapa ketentuan dalam omnibus law berpotensi melanggar hak asasi manusia, terutama hak-hak buruh dan akses terhadap pendidikan yang layak. Hal ini bertentangan dengan semangat AMPERA yang memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. **Ketiadaan Jaminan Kesejahteraan**:
  Omnibus law lebih mengutamakan kepentingan ekonomi dan investasi, tanpa memberikan jaminan kesejahteraan yang memadai bagi mahasiswa dan rakyat kecil. Ini menimbulkan ketidakadilan dan ketimpangan sosial yang semakin besar.