Revisi UU TNI dan UU POLRI yang dilakukan beberapa waktu terakhir memunculkan beberapa perubahan yang signifikan, antara lain:
1. **Perluasan Wewenang**: Memberikan tambahan wewenang kepada TNI dalam urusan sipil dan ekonomi, serta memperluas peran POLRI dalam penanganan terorisme dan cybercrime.
2. **Pengawasan dan Akuntabilitas**: Menetapkan mekanisme baru untuk pengawasan dan akuntabilitas internal dan eksternal terhadap tindakan TNI dan POLRI.
3. **Koordinasi Antar Lembaga**: Meningkatkan koordinasi antara TNI dan POLRI serta lembaga pemerintah lainnya.
#### Analisis Ketidakselarasan dengan Semangat TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966
1. **Persatuan Sipil Dan Milit**
  - Revisi UU TNI yang memberikan tambahan peran dalam urusan sipil dan ekonomi menimbulkan kekhawatiran tentang potensi melemahnya supremasi sipil. TNI seharusnya fokus pada fungsi pertahanan, bukan terlibat dalam aktivitas sipil yang dapat mengaburkan garisÂ
  - Semangat TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 jelas menyatakan bahwa kekuasaan militer harus berada di bawah kontrol sipil. Revisi ini berpotensi merusak prinsip ini dengan meningkatkan keterlibatan militer dalam urusan sipil. Bahkan Dalam Pasal 7 Tap MPRS ini menekankan bahwa "Kekaryaan" ABRI (Sekarang TNI) ikut serta mengabdikan dirinya dalam segala bidang Pembinaan AMPERA (AMANAT PENDERITAAN RAKYAT, Gagasan Bung Karno)
2. **Profesionalisme TNI**
  - Revisi yang memberikan peran lebih luas kepada TNI dalam bidang ekonomi dan sipil dapat mengganggu profesionalisme TNI. Keterlibatan dalam aktivitas non-militer dapat mengurangi fokus TNI pada tugas utamanya yaitu pertahanan negara.
  - TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 menggarisbawahi pentingnya TNI mengabdikan diri pada Amanat AMBEG PARAMA-ARTA Presiden Sukarno, April 1965 dihadapan MPRS Bahwa semestinya perekonomian rakyat bersandar pada Amanat Prsidn tersebut dalam rangka Kegotongroyongan. Perluasan peran TNI dalam revisi UU dapat mengaburkan fokus ini dan mengundang potensi konflik kepentingan.