Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kita Harus Mengubah Paradigma Ekonomi Nasional

3 Desember 2023   05:54 Diperbarui: 3 Desember 2023   06:03 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hingga saat ini Indonesia masih berjibaku untuk keluar dari kesulitan ekonomi pasca-covid 19. Sayangnya, belum ada tanda-tanda kesulitan ekonomi itu menjauh dari negeri berpenduduk lebih dari 250 juta orang ini.

Dulu Jokowi-Ma'ruf Amin diharapkan bisa menghalau kesulitan ekonomi ini. Terutama karena dia menjanjikan jalan ekonomi yang berbeda dari sebelumnya.

Maklum, pendekatan ekonomi sebelumnya, yang sangat neoliberal, hanya mewariskan sebuah bangunan ekonomi tanpa topangan yang kuat. Alhasil, sekali kena tiup resesi ekonomi dari utara, ekonomi Indonesia langsung terguncang hebat.

Dan faktanya memang demikian. Hari-hari ini kita menyaksikan ekonomi indonesia yang lesu: pertumbuhan ekonomi kurang menentu, nilai tukar rupiah melorot tak beranjak dari angka Rp 15.000 per dolar AS, nilai ekspor turun, utang luar negeri yang kian menumpuk, dan lain-lain.

Bersamaan dengan itu, kita dihidangkan dengan realitas ketidakadilan ekonomi yang makin menjauh dari cita-cita keadilan sosial. Di tahun 2023 ini, menurut laporan terbaru BPS, gini rasio Indonesia sudah 0,38. 

Bagaimana kita membaca persoalan ini? Apa sebetulnya persoalan mendasar ekonomi kita? Mampukah pemerintahan Jokowi-Amin mengatasi persoalan tersebut?

Serentetan pertanyaan mendasar di atas tentu terus mengusik kita.

- Mengenai situasi ekonomi saat ini, ada yang bilang sedang terjadi krisis, sementara yang lain bilang ini hanya perlambatan. 

* Secara umum, terjadi krisis Kapitalisme global yang terus berlanjut sejak 2008 hingga kini. Indonesia yang terintegrasi ke dalam pasar global, tentu ikut masuk dalam pusaran krisis. Contohnya jatuhnya harga minyak dan komoditas di pasar dunia, ikut menghantam Indonesia yang tergantung pada penjualan komoditas mentah tersebut. Di lain pihak, sebenarnya sejak krisis 1997/1998, Indonesia tidak pernah pulih sepenuhnya. Kenapa? karena Indonesia tidak punya fundamental ekonomi yang kuat, yang hanya mengandalkan pada sektor ekstraktif dan komoditas mentah. Sektor industrinya sudah babak belur dan gagal. Jadi tidak ada penciptaan kekayaan masyarakat, tidak ada nilai tambah yang besar. Mau mengharap apa dari format ekonomi semacam ini. Jadi krisis global semakin mendalam dan tiadanya fundamen ekonomi yang kuat, mengakibatkan Indonesia terus-menerus menderita krisis sistemik.

- Apa persoalan mendasar ekonomi Indonesia sekarang ini? Bagaimana itu seakan sulit terpecahkan?

* Beberapa persoalan mendasar ekonomi Indonesia yang mungkin berkontribusi terhadap kesulitan adalah ketimpangan ekonomi antar wilayah, pertumbuhan yang belum merata, kemiskinan, dan ketidakstabilan ekonomi global yang bisa mempengaruhi ekonomi domestik. Sulitnya memecahkan persoalan-persoalan ini sering terkait dengan kompleksitasnya, keterkaitan antara satu persoalan dengan yang lain, serta butuhnya waktu, kebijakan yang tepat, dan koordinasi yang baik antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk menemukan solusi yang efektif. Sejak lama kita sudah tahu Indonesia tidak punya fondasi ekonomi yang kuat. Sektor pertaniannya masih seperti zaman kolonial, yaitu mayoritas petani subsistens dan perkebunan-perkebunan besar. Sektor industrinya tidak berhasil bahkan gagal, yang sering dinamakan sebagai deindustrialisasi. Ketergantungan atas impor masih ada dan lumayam sekali. Ketergantungan terhadap modal asing dan investasi asing masih besar. Mau bilang apa kalau masih seperti ini? Pemerintahnya selama ini tidak punya niat membuat terobosan-terobosan mendasar, garisnya tetap liberal dan neo-liberal. Itu mengekalkan struktur pincang yang ada. Pemerintahan Jokowi-Amin baru mulai lewat infrastruktur yang seharusnya dibangun sejak dulu, jadi terlambat-terlambat sekali. Itupun infrastruktur untuk logistik dan konektivitas dalam kerangka jaringan produksi global. Jadi belum dalam kerangka ekonomi baru yang seharusnya diadakan, yang berlandaskan pada trisakti Sukarno dan berdikari.

- Dengan melihat pendekatan ekonomi pemerintahan sekarang, lalu membandingkan dengan pendekatan ekonomi pemerintahan sebelumnya, apakah bisa dilihat ini keberlanjutan atau pertentangan?

* Pendekatan ekonomi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin umumnya dianggap sebagai kelanjutan dari pendekatan sebelumnya. Terdapat beberapa kesinambungan kebijakan, seperti fokus pada pembangunan infrastruktur, program sosial, dan upaya untuk meningkatkan iklim investasi. Meskipun demikian, ada juga penyesuaian dan penekanan khusus pada beberapa aspek, seperti keberlanjutan lingkungan dan pengembangan sumber daya manusia.

Penting untuk diingat bahwa perubahan kondisi ekonomi dan politik, serta tantangan baru yang muncul, dapat mempengaruhi pergeseran dalam pendekatan pemerintahan terhadap ekonomi. Oleh karena itu, penilaian yang lebih mendalam atas kebijakan spesifik dan hasil ekonomi akan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang apakah terjadi keberlanjutan atau perubahan signifikan dalam pendekatan ekonomi.

Lebih banyak keberlanjutan, karena premis-premisnya tidak berubah. Slogannya berubah, teknokratisnya tetap sama. Mungkin Saya dan Semua kira ada yang hilang dalam kebijakan pemerintahan Jokowi-Amin, yang tidak konsisten dengan Trisakti Bung Karno dan Nawa Citanya. Yaitu paradigma baru yang melandasi kebijakan-kebijakan ekonomi yang baru. Selama paradigmanya sama (neoliberal) maka kebijakannya tidak banyak berbeda dengan sebelumnya. Harusnya mereka paham itu.

- Dalam salah satu artikel di situs indoprogress.com, berjudul : "Bukan Setengah-Feodal Tapi Sisa-Sisa Feodal; Bukan Setengah Jajahan Tapi Neokolonial", ada bicara tentang tesis "sisa feodal dan neo-kolonialisme". adakah kaitannya dengan persoalan fundamental ekonomi Indonesia saat ini?

* Tesis "sisa feodal dan neo-kolonialisme" mengacu pada pandangan bahwa Indonesia masih memiliki sisa-sisa struktur feodal dari masa lalu serta terpengaruh oleh bentuk baru kolonialisme dalam konteks globalisasi ekonomi. Sisa-sisa feodal merujuk pada ketimpangan sosial dan ekonomi yang masih terjaga dari masa lalu, seperti ketidakmerataan distribusi sumber daya dan kekayaan. Sedangkan neo-kolonialisme menyoroti ketergantungan ekonomi Indonesia pada kekuatan global yang mempengaruhi kebijakan ekonomi dan kemandirian ekonomi negara.

Kaitannya dengan persoalan fundamental ekonomi Indonesia saat ini adalah bahwa pandangan ini menyoroti bahwa struktur sosial, ekonomi, dan politik Indonesia masih mencerminkan ketimpangan yang bersumber dari masa lalu, serta adanya ketergantungan terhadap kekuatan global yang dapat mempengaruhi kebijakan dan kondisi ekonomi dalam negeri. Ini menimbulkan tantangan dalam upaya mengatasi kesenjangan, membangun kemandirian ekonomi, dan merumuskan kebijakan yang lebih inklusif untuk semua lapisan masyarakat.

bahkan merupakan ciri-ciri utama masyarakat Indonesia yang harus didobrak dan diterobos. Tesis SFNK (Sisa-sisa Feodal dan Neo-Kolonial) bertumpu pada kekuasaan rezim Kapitalis Birokrat, yang sudah berkuasa semenjak Indonesia merdeka. Mereka kelas parasit yang hanya mau ambil untung tapi tidak mau bekerja. Mereka kaum borjuasi yang masih bersifat feodal, sehingga mengambil keuntungan dari kekuasaan, bukan dari usaha bisnis dan kerja keras. Mereka tidak mau tahu nasib rakyat pekerja dan bangsanya, yang penting mereka kaya. Karena itu kebijakan ekonominya melulu ke sektor ekstraktif yang gali-keruk-jual saja, tidak ada upaya pengolahan dan nilai tambahnya, yaitu industri. Karenanya mereka tidak berminat membangun industri, karena perlu perjuangan keras dan upaya sungguh-sungguh. Apalagi kalau harus membangun industri baru yang sesuai dengan konteks Indonesia, mereka nggak mau capek dan berkeringat. Itu kan perlu riset dan pengembangan, dan mereka malas. Keruk tambang saja sudah dapat uang. Rakyat marhaen tetap miskin tidak mereka pikirkan. Tidak ada nilai tambah, peduli amat. 

- Nah, dalam konteks pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin sekarang ini. apakah pemerintahan ini bisa diharapkan menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi mendasar tersebut? Apakah pemerintahan Jokowi-Amin masih dalam koridor memperjuangkan Trisakti Sukarno dan Nawacita?

* Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin memiliki komitmen untuk melanjutkan agenda pembangunan yang telah digagas sebelumnya, seperti Trisakti dan Nawacita. Meskipun demikian, menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi mendasar membutuhkan waktu dan upaya berkelanjutan dari berbagai sektor. Pemerintahan saat ini berupaya untuk mengatasi tantangan ekonomi dengan fokus pada pembangunan infrastruktur, investasi manusia, dan peningkatan kesejahteraan sosial.

Namun, kompleksitas persoalan ekonomi mendasar membutuhkan lebih dari sekadar kebijakan pemerintah. Melibatkan berbagai pihak seperti sektor swasta, masyarakat, dan lembaga-lembaga terkait adalah kunci untuk mengatasi masalah tersebut. Meskipun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin berusaha untuk mengimplementasikan agenda-agenda pembangunan, pencapaian tujuan tersebut memerlukan upaya yang terus-menerus dan dukungan dari berbagai pihak.

Ini adalah pemerintahan pertama yang kembali memakai Trisakti sebagai landasan kerja. Saya berharap ini adalah pemerintahan transisi ke arah ekonomi berdikari yang sesungguhnya. Pesan-pesan Jokowi dan slogannya kan sudah kesana: kembali ke kekuatan maritim, penguatan dari pinggiran, mengutamakan sektor produktif bukan konsumtif dan lainnya. Cuma ini masih permulaan saja.

Jokowi harus mengganti menteri-menterinya yang tidak compatible dengan Trisakti Sukarno dan Nawa Citanya. 

Sekarang sedang bersih-bersih menyingkirkan mafia-mafia Kabir (oligarki Orde Baru), tapi yang membersihkan juga Kabir, kan jadi sama saja. Harus dibersihkan semuanya. Cara yang mudah, Jokowi harus segera angkat menteri-menteri baru yang Trisakti-minded. Ganti semua yang hanya merupakan sumber masalah.

- Tentang rencana Presiden Jokowi membawa Indonesia masuk ke dalam Trans Pasific Partnertship (TPP) atau Ikut Aliansi Kemitraan Strategis Lainnya, Apakah ini tidak bertolak belakang dengan visi membangun Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di lapangan ekonomi, dan berkepribadian secara budaya?

* Keputusan untuk bergabung dengan Trans-Pacific Partnership (TPP) atau ikut serta dalam kemitraan ekonomi strategis lainnya memang memunculkan berbagai pandangan. Sebagian orang mengkhawatirkan bahwa hal itu bisa mengurangi kedaulatan ekonomi Indonesia atau mempengaruhi kebijakan ekonomi dalam negeri.

Namun, setiap keputusan terkait kemitraan ekonomi harus dievaluasi dengan cermat, mempertimbangkan manfaat serta potensi risiko bagi kedaulatan politik, ekonomi, dan budaya Indonesia. Sementara bergabung dengan kemitraan semacam TPP bisa membuka peluang akses pasar yang lebih besar, juga bisa membawa dampak terhadap regulasi, kebijakan ekonomi, dan kedaulatan dalam pengambilan keputusan.

Visi membangun Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di lapangan ekonomi, dan berkepribadian secara budaya harus tetap dijaga dalam setiap kebijakan yang diambil. Evaluasi yang cermat terhadap manfaat jangka panjang dan konsekuensi dari kemitraan semacam ini sangat penting untuk memastikan bahwa langkah-langkah tersebut tetap sesuai dengan visi tersebut.

Kita Jangan Mau Didikte Neo-Kolonialisme Lagi untuk kedua kalinya. 

- Apa pekerjaan mendesak yang seharusnya menjadi prioritas pemerintahan Jokowi untuk secara bertahap menyelesaikan persoalan mendasar ekonomi Indonesia?

* Beberapa hal yang mendesak untuk diperhatikan termasuk peningkatan ketahanan pangan, pembangunan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi, reformasi pajak untuk meningkatkan pendapatan negara, serta pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan keterampilan. 

Pertama, buat kebijakan ekonomi baru yang landasannya Trisakti, bukan Omnibus Law yang teknokratis-neoliberal. Itu artinya apa? Paradigmanya dirubah, yaitu ekonomi berdikari, ekonomi kerakyatan. Timbangannya dibalik. Sediakan modal, insentif, fasilitas dan berbagai kemudahan untuk ekonomi rakyat bekerja. Sektor perbankan diubah untuk melayani ekonomi rakyat miskin. Industri rakyat jelata dibangun secara merata. Pertanian, lakukan reforma agraria segera, sehingga tanah berdayaguna untuk ekonomi petani dan keluarga petani punya sumberdaya cukup untuk masuk ke diferensiasi sektor pertanian modern. Industri pertanian dimajukan, perbankan melayani pertanian. Pembangunan maritim yang sekarang sudah dimulai, juga diadakan reforma maritim, supaya ekonomi rakyat nelayan menjadi modern dan meningkat kapabilitasnya.

Kedua, Industrialisasi dilakukan secara serius, mendalam dan kontekstual sesuai kekuatan geografis Indonesia. Harus ada kebijakan industrial yang terpilih, tidak semua mau diindustrialisasikan, tapi yang sesuai kekuatan rielnya dan strategisnya. Misalnya industri pertanian, industri maritim, industri pertahanan, industri teknologi maju, seperti nano-teknologi.

Ketiga, pendidikan diutamakan dan harus secepatnya menghasilkan angkatan kerja modern dan berkualitas. Strategi kebudayaan ke arah kepribadian nasional, character building dan budaya maritim.

Itu tiga yang utama. Lain-lainnya masih banyak, karena Indonesia adalah ekonomi yang kompleks dan besar. Tetapi asalkan garisnya sudah jelas, yaitu Trisakti, maka semuanya akan mengikuti dan menjadi lebih sederhana. Tidak sulit amat koq sebenarnya. Tinggal banting stir, tinggalkan liberalisme ekonomi, jalankan ekonomi berdikari.

Untuk pengetahuan saja, semua Negara yang sekarang maju dan modern, itu karena menjalankan ekonomi berdikari. Lihat saja AS, Jepang, Rusia ataupun Tiongkok, dasarnya sama, ekonomi berdikari.

- Apa peran yang bisa diambil oleh gerakan-gerakan rakyat miskin dalam mengawal dan mengontrol janji kampanye Jokowi-Amin untuk mewujudkan Trisakti Bung Karno?

* Gerakan-gerakan rakyat miskin dapat mengambil peran aktif dengan melakukan pemantauan, partisipasi dalam forum diskusi, dan menyuarakan aspirasi mereka terkait janji kampanye Jokowi-Ma'ruf Amin. Mereka dapat terorganisir untuk mengadakan dialog dengan pemerintah, memberikan masukan konstruktif, dan secara terbuka meminta pertanggungjawaban terhadap program-program Trisakti Bung Karno. Pemberdayaan masyarakat melalui edukasi tentang isu-isu ekonomi dan kebijakan publik juga penting untuk memastikan partisipasi yang efektif.

Gerakan rakyat bagian dari perubahan itu, membangun ekonomi kerakyatan yang berdikari. Ekonomi kerakyatan itu bukan yang kecil-kecil, remeh-remeh, tradisional. Salah itu. Ekonomi kerakyatan itu bisa sangat modern, karena sekarang ekonominya sudah jaringan. Asalkan pemerintah memfasilitasi infrastrukturnya, segalanya, maka ekonomi jaringan dari keseluruhan ekonomi pertanian-maritim-industri itu jadi integrated dan saling terkait. Sekarang kan semua sudah masuk IT, termasuk ekonomi rakyat marhaen harus pakai IT. Justru multiplier effect dari ekonomi rakyat banyak lebih besar ketimbang ekonomi perusahaan besar yang egois dan predatory. Trisakti sekarang harus dibuat kerangka ekonomi baru yang sesuai zaman sekarang, kecanggihan teknologi IT dan industri bereknologi tinggi. Hal-hal yang pionir kan bisa dikerjakan BUMN dan perusahaan swasta yang sesuai garis Trisakti. Justru paradigma ekonomi baru yang berjaringan dan high-tech lebih cocok dikerjakan ekonomi rakyat jelata yang dimodernisasi dan ditingkatkan kapasitasnya.

Gerakan sosial sangat diperlukan dalam menjalankan agenda Revolusi Mental, karena ini yang mampu mengubah timbangan kekuasaan yang dijalankan pemerintah yang hendak menyingkirkan mafia-mafia oligarki. Justru seharusnya pemerintah Jokowi terus mendorong gerakan sosial seperti dari kelompok-kelompok relawan untuk mempermudah pemerintah menjalankan agenda Nawa Citanya. Masalah saat ini kan masih banyak di dalam pemerintahan sendiri yang juga Kabir dan bagian dari oligarki Orde Baru. Ini hambatan utamanya, dan ini agenda politik yang sebenarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun