Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kita Harus Mengubah Paradigma Ekonomi Nasional

3 Desember 2023   05:54 Diperbarui: 3 Desember 2023   06:03 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

* Beberapa persoalan mendasar ekonomi Indonesia yang mungkin berkontribusi terhadap kesulitan adalah ketimpangan ekonomi antar wilayah, pertumbuhan yang belum merata, kemiskinan, dan ketidakstabilan ekonomi global yang bisa mempengaruhi ekonomi domestik. Sulitnya memecahkan persoalan-persoalan ini sering terkait dengan kompleksitasnya, keterkaitan antara satu persoalan dengan yang lain, serta butuhnya waktu, kebijakan yang tepat, dan koordinasi yang baik antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk menemukan solusi yang efektif. Sejak lama kita sudah tahu Indonesia tidak punya fondasi ekonomi yang kuat. Sektor pertaniannya masih seperti zaman kolonial, yaitu mayoritas petani subsistens dan perkebunan-perkebunan besar. Sektor industrinya tidak berhasil bahkan gagal, yang sering dinamakan sebagai deindustrialisasi. Ketergantungan atas impor masih ada dan lumayam sekali. Ketergantungan terhadap modal asing dan investasi asing masih besar. Mau bilang apa kalau masih seperti ini? Pemerintahnya selama ini tidak punya niat membuat terobosan-terobosan mendasar, garisnya tetap liberal dan neo-liberal. Itu mengekalkan struktur pincang yang ada. Pemerintahan Jokowi-Amin baru mulai lewat infrastruktur yang seharusnya dibangun sejak dulu, jadi terlambat-terlambat sekali. Itupun infrastruktur untuk logistik dan konektivitas dalam kerangka jaringan produksi global. Jadi belum dalam kerangka ekonomi baru yang seharusnya diadakan, yang berlandaskan pada trisakti Sukarno dan berdikari.

- Dengan melihat pendekatan ekonomi pemerintahan sekarang, lalu membandingkan dengan pendekatan ekonomi pemerintahan sebelumnya, apakah bisa dilihat ini keberlanjutan atau pertentangan?

* Pendekatan ekonomi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin umumnya dianggap sebagai kelanjutan dari pendekatan sebelumnya. Terdapat beberapa kesinambungan kebijakan, seperti fokus pada pembangunan infrastruktur, program sosial, dan upaya untuk meningkatkan iklim investasi. Meskipun demikian, ada juga penyesuaian dan penekanan khusus pada beberapa aspek, seperti keberlanjutan lingkungan dan pengembangan sumber daya manusia.

Penting untuk diingat bahwa perubahan kondisi ekonomi dan politik, serta tantangan baru yang muncul, dapat mempengaruhi pergeseran dalam pendekatan pemerintahan terhadap ekonomi. Oleh karena itu, penilaian yang lebih mendalam atas kebijakan spesifik dan hasil ekonomi akan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang apakah terjadi keberlanjutan atau perubahan signifikan dalam pendekatan ekonomi.

Lebih banyak keberlanjutan, karena premis-premisnya tidak berubah. Slogannya berubah, teknokratisnya tetap sama. Mungkin Saya dan Semua kira ada yang hilang dalam kebijakan pemerintahan Jokowi-Amin, yang tidak konsisten dengan Trisakti Bung Karno dan Nawa Citanya. Yaitu paradigma baru yang melandasi kebijakan-kebijakan ekonomi yang baru. Selama paradigmanya sama (neoliberal) maka kebijakannya tidak banyak berbeda dengan sebelumnya. Harusnya mereka paham itu.

- Dalam salah satu artikel di situs indoprogress.com, berjudul : "Bukan Setengah-Feodal Tapi Sisa-Sisa Feodal; Bukan Setengah Jajahan Tapi Neokolonial", ada bicara tentang tesis "sisa feodal dan neo-kolonialisme". adakah kaitannya dengan persoalan fundamental ekonomi Indonesia saat ini?

* Tesis "sisa feodal dan neo-kolonialisme" mengacu pada pandangan bahwa Indonesia masih memiliki sisa-sisa struktur feodal dari masa lalu serta terpengaruh oleh bentuk baru kolonialisme dalam konteks globalisasi ekonomi. Sisa-sisa feodal merujuk pada ketimpangan sosial dan ekonomi yang masih terjaga dari masa lalu, seperti ketidakmerataan distribusi sumber daya dan kekayaan. Sedangkan neo-kolonialisme menyoroti ketergantungan ekonomi Indonesia pada kekuatan global yang mempengaruhi kebijakan ekonomi dan kemandirian ekonomi negara.

Kaitannya dengan persoalan fundamental ekonomi Indonesia saat ini adalah bahwa pandangan ini menyoroti bahwa struktur sosial, ekonomi, dan politik Indonesia masih mencerminkan ketimpangan yang bersumber dari masa lalu, serta adanya ketergantungan terhadap kekuatan global yang dapat mempengaruhi kebijakan dan kondisi ekonomi dalam negeri. Ini menimbulkan tantangan dalam upaya mengatasi kesenjangan, membangun kemandirian ekonomi, dan merumuskan kebijakan yang lebih inklusif untuk semua lapisan masyarakat.

bahkan merupakan ciri-ciri utama masyarakat Indonesia yang harus didobrak dan diterobos. Tesis SFNK (Sisa-sisa Feodal dan Neo-Kolonial) bertumpu pada kekuasaan rezim Kapitalis Birokrat, yang sudah berkuasa semenjak Indonesia merdeka. Mereka kelas parasit yang hanya mau ambil untung tapi tidak mau bekerja. Mereka kaum borjuasi yang masih bersifat feodal, sehingga mengambil keuntungan dari kekuasaan, bukan dari usaha bisnis dan kerja keras. Mereka tidak mau tahu nasib rakyat pekerja dan bangsanya, yang penting mereka kaya. Karena itu kebijakan ekonominya melulu ke sektor ekstraktif yang gali-keruk-jual saja, tidak ada upaya pengolahan dan nilai tambahnya, yaitu industri. Karenanya mereka tidak berminat membangun industri, karena perlu perjuangan keras dan upaya sungguh-sungguh. Apalagi kalau harus membangun industri baru yang sesuai dengan konteks Indonesia, mereka nggak mau capek dan berkeringat. Itu kan perlu riset dan pengembangan, dan mereka malas. Keruk tambang saja sudah dapat uang. Rakyat marhaen tetap miskin tidak mereka pikirkan. Tidak ada nilai tambah, peduli amat. 

- Nah, dalam konteks pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin sekarang ini. apakah pemerintahan ini bisa diharapkan menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi mendasar tersebut? Apakah pemerintahan Jokowi-Amin masih dalam koridor memperjuangkan Trisakti Sukarno dan Nawacita?

* Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin memiliki komitmen untuk melanjutkan agenda pembangunan yang telah digagas sebelumnya, seperti Trisakti dan Nawacita. Meskipun demikian, menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi mendasar membutuhkan waktu dan upaya berkelanjutan dari berbagai sektor. Pemerintahan saat ini berupaya untuk mengatasi tantangan ekonomi dengan fokus pada pembangunan infrastruktur, investasi manusia, dan peningkatan kesejahteraan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun