Mohon tunggu...
Kang Didin
Kang Didin Mohon Tunggu... Jurnalis - videografer, author, seniman

Kang Didin (Kyai Suwung) Penulis Selepas Mungkin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sarapan Opor Beduk, Gurih

20 Mei 2021   09:07 Diperbarui: 20 Mei 2021   09:27 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Matahari siang, tiga hari jelang hari raya bersinar terang. Cahanya masuk diantara celah celah genting atap pawon rumah Sardi Blenthot. Tampak terlihat garis cahaya karena sinar menembus kepulan asap dari pawon. Api tampak memerah dikolong pawon yang diatasnya tampak panci besar.

Isi panci bisa ditebak, kalau tidak beerisi kupat ya isi lepet. Terlihat dari juntaian janur yang keluar dari panci karena tidak tertutup sempurna. Air tampak keluar dari panci, karena didalam panci, air menggelegak.

Terdengar suara khas gelegak air didalam panci aluminium berukuran 22 cm, berisi  beberapa ikat kupat slamet. Biasanya jelang hari raya keluarga Sardi Blenthot membuat kupat Slamet maupun kupat Cinta. Sebagai tradisi turun temurun dari leluhur.

Kupat bagi keluarga Sardi Blenthot sebagai symbol berakhirnya puasa Ramadhan. Wulan poso yang segera berakhir.

Maka membuat kupat slamet untuk dibawa kepungan atau kenduri atau slametan di langgar atau mushola dekat rumah. tapi lebih biasa lagi di halaman rumah tokoh tetua desa, setelah takbir hari raya. sak bare sholat idul fitri.

Sardi Blenthot terdiam, kemudian pikirannya melayang. Sayup didunia alam pikir, mengumandang bawa pathet 6.

Ngambara Ing awang-awang

angelangut bebasan tanpo tepi

Narabasing mego mendhung

Miber ngideri jagad

Ngulandoro ngamboro ngunggahi

gunung

Ketungkul ngumbar gagasan

Satemah ginowo ngimpi

Didalam batin alam piker terjadi dialektika. Sardi Blenthot duduk sambal bersimpuh. Mendengarkan dawuh Simbah wanaguna. Tampak serius tenanan, olehe Sardi Blenthot nggatekke dawuh sang resi. Halirtu sepaket dengan apa yang dialami Sardi Blenthot saat ngaji dengan professor dari UGM pada masa pra milenial.

Sardi Blenthot pernah ngaji, kepada professor doctor Damarjati Supajar, penasehat spiritual dari sri sultan hamengkubuwono. Bahwa kupat itu tinggalan dari kanjeng Sunan Kalijaga. beliau adalah Ulama yang pertama kali memperkenalkan ketupat kepada masyarakat Jawa.

Ini dia nasehat dan dawuh Mbah Wanaguna. Dalam filosofi Jawa, ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau KUPAT merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat. Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan.

Laku papat artinya empat tindakan spiritual. Jadi laku adalah tindakan spiritual. Bisa juga diartikan sebagai Ngaku Lepat. Lebar, Lebur, Luber, Labur. Ketika lebaran ada tradisi sungkeman.

Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang jawa.Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain.

Jadi kalau sesuai ajaran agama islam, seusai idul fitri maka tradisi di daerah Sardi Blenthot ada tradisi mider. Muter dari rumah ke rumah. Selama tujuh hari. Dimulai dari hari pertama satu syawal sampai kemudian tanggal tujuh dipuncaki dengan bada kupat.

Lebar. Artinya Sudah usai, menandakan berakhirnya waktu puasa. Luber. Meluber atau melimpah, ajakan bersedekah untuk kaum miskin. Pengeluaran zakat fitrah.  Lebur.  Sudah habis dan lebur.

Maksudnya dosa dan kesalahan akan melebur habis karena setiap umat islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain. Labur.  Berasal dari kata labur, dengan kapur yang biasa digunakan untuk penjernih air maupun pemutih dinding. Dalam Bahasa daerah disebut juga injet. Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batinnya.

Nek kemudian Sardi Blenthot mengingat ingat, apa jane filosofi dari Kupat. Kenapa dibungkuse nganggo janur, sebab nek dibungkus godobng gedang jenenge lontong.  Kenapa mesti dibungkus janur? Janur, diambil dari bahasa Arab " Ja'a nur " (telah datang cahaya ). Artinya cahaya idul fitri. Sebagai penanda bahwa orang orang yang sudah berpuasa dan beribadah selama bulan Ramadhan sudah kembali kepada fitrah manusia yang fitri atau suci. Koyo bayi. Jare Sardi Blenthot.

Bentuk fisik kupat yang segi empat ibarat hati manusia. Saat orang sudah mengakui kesalahannya maka hatinya seperti kupat yang dibelah, pasti isinya putih bersih, hati yang tanpa iri dan dengki.  Kenapa? karena hatinya sudah dibungkus cahaya (ja'a nur).

Kupat itu tidak bisa berdiri, opo tumon ana kupat ngadek ? ga ada. Kupat mesthi mlumah. Menyimbolkan bahwa saat riaya idul fitri orang semua mlumah mengalah dan saling memaafkan saling mengakui dan mengalah.

Kupat banjur lepet.  Lepet = silep kang rapet. Mangga dipun silep ingkang rapet, mari kita kubur/tutup yang rapat. Jadi setelah ngaku lepat, meminta maaf, menutup kesalahan yang sudah dimaafkan, jangan diulang lagi, agar persaudaraan semakin erat seperti lengketnya ketan dalam lepet.

Betapa besar peran para wali dalam memperkenalkan agama Islam. Umat muslim sudah seharusnya memuliakan budaya atau ajaran yang telah disampaikan para wali di Indonesia ini.

Dhorr…… swara mercon Leo keras. Mengambyarkan pengembaraan Sardi Blenthot di alam pikir. Sadar terus raup. nang padasan wetan ngumah. saat mau masuk dan membuka pintu Sardi Blenthot tersadar. dipintu sudah ada kupat slamet gemantung.

Nah biasane, nek wes wayahe idul fitri bar subuh sedurunge mangkat sholat ied simbok ne sardi Blenthot nggantung wujude kupat slamet saben pintu rumah. Lumrahe 2 atau tiga. Digantung pada daun pintu atau pada lidi yang diselipkan diantara lubang antara papan pintu. Begitu adalah symbol ngaku lepat kepada sesame utamanya orang yang saling berkunjung atau mider. (kapan-kapan saya tulis tentang mider. Nak kalingan)

***

Pawon ubless karena pembakaran tuidak sempurna menampakkan sinar cahaya matahari. Serupa garis seukuran penggaris papan tulis satu meteran pada jaman Sardi Blenthot SD. Tergantung ukuran lubang celah diatas genting atap rumah.

Sementara suluh yang digunakan adalah suluh tunggak sengon kulon ngomah. Yang sudah sejak bulan sadran lalu dibelah dan dikeringkan untuk piranti adang, atau masak saban hari. Kala itu mungkin olehe urub-urub yang digunakan masih agak basah belum kering total sehingga apinya tidak menyala sempurna.

Maka terciptalah kepulan asap. Apabila ditiup langsung menyala dan hilanglah asap. Dan tercipta pembakaran sempurna. Namun rupanya kala itu ditinggal mengerjakan hal lain.

Nyambi.

Sudah menjadi kebiasaan dan hal lumrah bahwa ketika seorang wanita atau ibu rumah tangga mengerjakan sesuatu maka dia pasti tidak hanya mengerjakan satu hal. Pasti beberapa hal dikerjakan bersamaan. Dengan tingkat ketelitian dan manajemen waktu yang pas dan menyesuaikan.

Itu menjadi kehebatan kaum hawa, utamanya wanita jawa. Sudah menjadi insting atau keterampilan bahwa seorang Ibu di jawa bisa mendulang anak, sambil momong atau bahkan digendong sambil masak atau mengerjakan hal lain.

Termasuk dalam soal masak, sambil menunggu matang, bisa sambil umbah-umbah, atau membuat makanan ringan.

Kala itu sambil masak kupat Simbokne hadi blenthot sedang membuat kue satu. Sambil mencetak kue satu dirumah depan. Kue satu adalah kue khas lebaran di daerah banyumas. Satu, Sagon, lemet, Utri, karag, Canthir, Lapis, meniran, bakwan.

***

Nah siang itu selain ngodhok kupat dan lepet, dibagian belakang pawon ada satu kendil, ya kendil . adalah alat masak air dari tembaga. Biasanya difungsikan untuk merebus air. Setelah masak akan dimasukan ke termos atau kendi atau teko-teko di meja makan.

Terdengar bunyi air yang menjadi tanda bahwa sebentar lagi akan umeb atau menggelegak. Sebagai tanda bahwa air sudah mendidih. Sebelum mendidih ada bunyi khas. Ra sah dibayangke ya….

Kendil berisi penuh air. Disamping pawon ada wajan besar. Biasanya wajan ini jarang keluar, kalua tidak untuk keperluan membuat masakah banyak. Untuk memasak keperluan makan besar seperti selamatan atau kenduren.

Didalam wajan itu tampak gulungan coklat tua terbagi dalam beberapa potong gulungan. Sebagian masih ada bulu-buli seperti bulu sapi putih kecoklatan. Sebagian lagi tampak coklat tanah….

Membayanglah dalam benak Sardi Blenthot. ....

Ooo……. Oo….

Pantes saja, suara beduk di mushola tampak lebih nyaring dari biasanya. Jadi setiap dinihari antara jam 2 pagi sebelum waktu sahur, anak-anak yang tidur di mushola memukul beduk dengan tujuan untuk membangunkan orang supaya qiyamullail dan bersiap sahur.

Rupanya, kulit beduk, itu dibawa pulang dan akan dimasak oleh simbok. Prosesnya adalah kulit sapi bekas beduk itu dibersihkan menggunakan air panas kemudian direbus supaya lembek dan tidak kaku.setelah itu dijemur jika untuk disimpan lagi, jika segera dimasak, maka dipotong kecil-kecil. Direbus ulang agar melar dan lembek. Bisa dikunyah……

Masya Allah. Sardi Belnthot sudah membayangkan makan sayur lebaran dengan lauk Beduk yang dimasak menggunakan santan dan bumbu sepesial, dicampur tahu dan ayam. Dikasih Lombok merah… wow sedaaap.

Sarapan sayur opor beduk….. mak nyus…. Wenak dan gurih.

Semarang, 20 Mei 2021/ Bodo 6 syawal/kupat 1442 H.

Salam takdzim. Kyai Suwung.

kairing ngaturaken sedaya lepat kulo nyuwun sak gunging pangapunten.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun