Mohon tunggu...
Kang Acep Pendongeng
Kang Acep Pendongeng Mohon Tunggu... Seniman - Pendongeng Profesional yang inspiratif

Seorang pendongeng profesional yang kerap mengisi workshop dongeng di berbagai kota. Kini tergabung di Rumah Dongeng Indonesia, Nusantara Bertutur, GEPPUK (Gerakan Para Pendongeng untuk Kemanusiaan) dan Lesbumi NU. Selain mendongeng, ia telah menulis buku-buku pendidikan dan beberapa karya dongengnya dimuat di SKH Kompas Minggu

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Jam 12 Malam

4 Juni 2024   10:50 Diperbarui: 4 Juni 2024   11:00 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jam Dua Belas Malam

Oleh Acep Yonny

 

 

Lonceng jam berdenting sebelas kali. Aku masih duduk di ruang tengah, sendiri. Teman-temanku sedang mengikuti acara wayang kulit di rumah Pak Lurah. Rencana kami tinggal di dusun Girirejo selama tiga bulan mengikuti program KKN UGM. Bersama tujuh orang dari berbagai fakultas, kami menempati rumah Pak Dukuh.

Ruangan rumah Pak Dukuh cukup luas dengan langit-langitnya yang tinggi. Khas bangunan Belanda tempo dulu. Waktu itu tahun 1995, suasana dusun Girirejo masih sepi. Selepas isya, suasana serasa di hutan, terlebih lagi penerangan lampu jalan yang masih terbatas. Jarak antartetangga cukup jauh karena rata-rata rumah di dusun ini memiliki pekarangan yang luas. Setiap pekarangan rata-rata di tanami pohon kepel, rambutan, kluwih, dan mangga.

Sudah dua minggu kami tinggal di sini. Tak ada kejadian apa pun yang sebagaimana diceritakan penduduk kampung. Tak ada penampakan, suara rintihan perempuan, dan bau kembang. Ini semakin menguatkan hipotesisku bahwa penampakan hanyalah halusinasi akibat terlalu percaya dengan cerita tahayul.

Sejujurnya aku suka tinggal di sini. Aku suka rumah yang luas, bersih, dan fasilitasnya juga lengkap. Namun, anehnya kenapa Pak Dukuh tidak tinggal di sini. Beliau memilih tinggal di rumahnya yang berada di pinggir jalan. Entah karena akses jalan mobil atau alasan tertentu, aku belum berani mengorek lebih jauh.

Malam itu aku duduk sendiri di ruang tengah. Aku memilih jaga rumah daripada menonton wayang kulit. Aku harus menyelesaikan laporan KKN. Jika tidak dicicil maka tugasnya akan menumpuk. Jadi kuusahakan setiap minggu kubuat laporan.

 Malam semakin larut. Pekerjaanku belum usai. Waktu itu belum ada laptop. Komputer masih menjadi barang mahal. Mengoperasikannya tentu tidak semudah komputer saat ini. Jadi, mesin tiklah andalan kami. Harga terjangkau, tidak memerlukan listrik, tetapi sayangnya kurang praktis. Tidak mudah menghapus tulisan. Oleh karena itu, mengetik laporan perlu kesabaran dan keterampilan mengetik.

Pada saat aku berkutat dengan mesin tik itulah, aku  mulai merasakan sesuatu yang aneh. Awalnya aku mengira suara kucing mengasah kuku. Namun, tak ada kucing di sekitarku. Kuedarkan pandangan ke seluruh ruang. Suara itu langsung hilang. Anehnya saat aku mulai mengetik, suara itu kembali muncul. Bahkan, diikuti suara buku yang dibuka, kursi yang digeser, dan suara derit pintu.

Perasaanku makin tak tenang. Ini halusinasi atau nyata. Belum sempat kutemukan jawaban yang pasti, aku mendengar suara langkah kaki yang diseret dan ketukan tongkat. Langkah kaki itu makin terdengar jelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun