Mohon tunggu...
kang abi
kang abi Mohon Tunggu... Relawan - Penggagas komunitas DUDUK DIAM

Pernah membawakan program siaran Sound Of Spirit (SOS) di radio Mustang 88FM jakarta (tahun 2004-2017). Penulis Buku Get Real ( Gagas media)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Orang Kaya Juga Butuh Tenang?

17 Agustus 2023   12:15 Diperbarui: 17 Agustus 2023   12:27 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


5 lampu merah yang saya lalui sepanjang jalan raya Bogor pengamennya mendengadang lagu yg sama: "Bila ingin melihat ikan, di dalam kolam, tenangkan dulu airnya sebening kaca"

Dalam praktik meditasi, air kolam yg keruh disebut Kukkucca (pali): Keadaan batin yang gelisah.

Dalam kegelisahan, rialitas sulit dilihat.

Kalau lagi kelilit banyak problem, apa yang penting dari problem tersebut jadi kabur dari penglihatan.

Kalau lagi sedih, kicau burung-burung nan merdu pun jadi koor rintihan, dan sumber kesedihan pun sulit ditemukan.

Demikian juga kalau kita lagi jengkel, semua yang dilihat hanya mengesalkan hati, dan jika kita coba-coba mengatasi kejengkelan, yang ada malah meledak jadi amukan.

Kolam yang beriak, hanya menampilkan sesuatu yang  kabur dan bias.

Jika dalam praktek meditasi, keadaan kukkucca tersebut alih-alih mengungkap realitas batin: annicha, dukkha, dan  annata, meditator malah terperangkap waham sendiri.

Batin dan keadaan batin adalah annicha. Tidak kekal. Entah kesedihan atau kegembiraan asasinya adalah fenomena yang sementara.

Batin dan keadaan batin adalah dukkha. Ketidak puasan. Kegembiran bukanlah sensasi mutlak yang berdiri sendiri, ia merupakana kesedihan dalam wajah lainnya.

Batin dan keadaan batin adalah annata. Tidak ada inti. 

Kegembiran atau kesedihan adalah proses alamiah batin. Jadi menuntut banyak lagi kegembiraan dalam hidup, terjadi lantaran kita bodoh, mengira bahwa proses alami itu sebagai aku dan milikku. 


Kembali ke lirik lagu yang saya dengar dari teman-teman artis di jalan. Jika air di dalam kolam menjadi tenang lantaran tidak adanya gerak baik di luar maupun di dalam kolam, maka demikian pula dengan batin.

Batin menjadi tenang lantaran pikiran diam tak keluyuran.

***

Ketenangan itu mahal. Sebagian kita harus "menabung" waktu 30-35 tahun: akhirnya pensiun juga. Masa yang resolusinya diafirmasi pagi, siang dan malam; mengisi hari dengan lebih banyak menenangkan diri.

Itu baru bicara betapa panjang penantian untuk punya kesempatan di mana ketenangan jadi asa mengisi umur yang tersisa setelah hasil medical check up telah mewartakan berbagai tanda "positif" dan angka-angka tak wajar, melebihi ambang, dan soal makan minum mulai banyak berpantang. "Ia korbankan kesehatannya demi uang lalu ia korbankan uangnya demi kesehatannya, manusia memang membingungkan". Begitu alir bolak-balik hidup manusia yang Dalai Lama gambarkan.

Setelah tidak ada topik yang sengaja dirawat kehangatannya di usia itu selain soal gula darah, kolesterol, syaraf kecetit, prostat, suplement pemicu libido, ejakulasi dini, pengencang dada, bakar lemak dan lingkar pinggang yang glembyer sebagai obrolan utama yang mengisi reunain, arisan keluarga, pengajian atau kebaktian. Obrolan yang melulu "berbau" tanah.

Atau...

Setelah batin menggedor-gedor setiap saat, mengusik waktu tidur; menagih utang bak debt collector: utang emosional kepada keluarga. Tak bisa dielakan, kesibukan bertahan hidup atau benar-benar kekayaan jadi berlimpah dari pekerjaanya; penyesalan sisa abunya.

"Hampir setengah dari responden survei Boston Private mengatakan hal nomor 1 yang ingin mereka lakukan secara berbeda adalah dapat menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarga. Di sini kita melihat interaksi emosional penyesalan, rasa bersalah dan kompensasi"(cnbcindonesiadotcom).

Kanyataannya, anak-anak di rumah sudah sulit dirangkul atau dipeluk-peluk sambil ngobrol, berbincang soal sekolah, mata kuliah, cita dan minat hidupnya; anak-anak sendiri sudah sibuk dengan hidupnya, juga sudah punya tempat curhat lian yang bisa sambil dirangkul dan dipeluk-peluk. 

Sebuah permulaan dengan akhir yang tak tentu: datangnya rasa rumah yang dingin, sepi, tak ada kehangatan, mirip keadaan tenang tapi bukan. Itu kemurungan yang tebal akibat rasa kuasa kepada anak-anak yang mulai dibaikan.

 Atau...

Setelah hubungan dengan istri atau suami menyisakan banyak yang harus dipulihkan karena juga tak mungkin diakhiri. Awet rajet kata urang Sunda. Hubungan yang terawat ketidak rukunannya.

Dalam ini semua, ketenangan baru mulai dicari cara, dirancang pola untuk dibangun bersama: mencoba hidup minimalis problem ( kalau bisa ). Simple life simple problem katanya. 

Ada yang dengan jalan pulang ke desa atau mengadopsi laku hidup orang desa: istri mengisi hari dengan merawat kebun dan aneke bunga; suami beternak uang dalam ragam investasi; sambil duduk manis mendulang cuan bersila meditasi atau tafakur di mihrab merapal mantra.

Tentu ongkos kesempatan di atas belumlah termasuk uang yang dikeluarkan untuk perjalanan wisata ditiap akhir pekan maupun musim liburan. 

Belum diakumulasi untuk pembangun relif dan kolam di dalam rumah agar bisa tidur sambil mendengar gemercik air jatuh. Belum juga dijumlah total untuk sepeda dan olah raga glamor lainnya. Tambahkan pula biaya gabung dengan klub atau padepokan olah jiwa dan bayaran ke psikiater plus tebus resep obatnya; sobat misquen tidak mungkin mampu.

 Punya uang memang bisa berarti punya besar kemungkinan. Ketenangan pikiran, terutama. Masih dikutip dari situs cnbcindonesia.com yang mengutip penelitian Boston Private, "Siapa bilang uang tak bisa beli kebahagiaan? Nyatanya uang dapat memberi banyak yang diinginkan, termasuk ketenangan pikiran, perasaan sukses dan kebebasan hidup sesuai yang diinginkan.

"Penilitian berjudul 'The Way of Wealth' ini mensurvei 300 responden yang memiliki kekayaan antara US$1 juta sampai US$20 juta, yang bertujuan untuk menentukan bagaimana kekayaan mempengaruhi kualitas hidup.

Saat ditanya apa arti kekayaan, 54%, responden mengatakan jawabannya adalah kebahagiaan. Sebanyak 65% responden setuju uang memberikan hal yang lebih penting dari kebahagian, yaitu ketenangan pikiran"(cnbcindonesiadotcom/lifestyle).

Sridahr Vembu mungkin satu dari banyak orang berduit yang mengambil "berkah" kemungkinan dari efek banyak uang.

Orang yang kekayaannya di taksir majalah Forbes senilai 36 triliun juga ngeli mudik ke desa yang jumlah penduduknya kurang dari 2.000 orang di Selatan India, setelah 3 dekade mengurus Sillicon Valley, sebuah perusahaan penyedia layanan cload atau antar jaringan komputer yang mempekerjakan  9.500 pekerja.

Ia tidak dan belum pensiun, tapi ia pilih untuk tinggal di desa dan menghayati cara kehidupan sakinah orang pedesaan. Ia tinggal di rumah kebun dengan dua kamar dan tanpa dilengkapi pendingin ruangan.

Sridhar bisa Ngeloyor hanya mengenakan baju dan dohti (sarung) ke warung kopi dengan menumpang becak atau motor listrik: ber-muwajaha dan silaturahmi dengan penduduk desa. "Saya sangat menikmati hidup di desa ini"ucap Sridhar (bbcdotcom)

***

Absennya ketenangan batin berarti permulaan keruyaman segala.  Ia menentukan bagaimana hidup mau dijalani hari ini. Dan hari ini adalah pondasi bangunan rumah kehidupan kita kelak.

Sulit dibayangkan, ketika hidup yang adalah ketidakpastian, perubahan terus menerus, dihadapi dengan batin yang cemas. 

Kalau ketenangan batin bisa melihat persoalan bukanlah soal; maka kecemasan melihat liang lahat dalam tiap persoalan.

Saya sendiri melihat ketenangan batin bukanlah keadaan yang datang menggantikan keadaan sebelumnya seperti munculnya semacam rasa lega, plong, damai spoi-spoi, sepi tanpa bising bebunyian dan keributan-keributan yang memekak pendengaran. Ini sekedar sensasi batin bukan ketenangan batin.

Sensasi sangat bergantung dengan pemicunya, berakahir pemicu, berakhir pula sensasinya.

Ketenangan seperti inilah yang dapat dibeli dengan uang . 

Ketenangan semacam ini memang mutlak milik para sultan.


Bukan berarti ketenangan semacam ini kecil arti, tidak. Frank Mihalic, menulis daya positif ketenangan sensasi dan arti pentingnya bagi kelangsungan kita.

"Tanda "TENANG" di rumah sakit melindungi penyembuhan tubuh dan syaraf. "Tenang"! di dalam stasion radio menjaga lalu lintas suara yang rumit di angkasa yang tak terbatas. Di perpustakaan, "Tenang"! membisikan persatuan yang mendalam antara pikiran dengan pikiran, mekarnya perlahan-lahan pemikiran.

Hidup kita  butuh ketenangan yang punya arti sebagai obat penyembuh, pesan hikmah dari langit angkasa dan kearifaan yang menjernihkan keadaan.

Ketenangan batin lian yang ajeg, mandiri tidak bergantung stimulasi karena bukan serupa sensasi, tak tersentuh dan bukan kuasa manusia untuk kehadirannya. Suatu ketenangan yang orang kaya pun ngesot-ngesot untuk mendapatkannya. kecuali

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun