Mohon tunggu...
kang abi
kang abi Mohon Tunggu... Relawan - Penggagas komunitas DUDUK DIAM

Pernah membawakan program siaran Sound Of Spirit (SOS) di radio Mustang 88FM jakarta (tahun 2004-2017). Penulis Buku Get Real ( Gagas media)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Memahami Perasaan Takut Mati

1 April 2020   18:40 Diperbarui: 1 April 2020   18:52 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi ketakutan kita pada kematian, bukanlah ketakutan pada penyebab niscaya, di mana kematian dapat terjadi. Yang menjadi akar ketakutan kita adalah karena kita manusia menolak ketidakkekalan dan kerapuhan. Kita sulit membayangkan bagaiamana akhirnya eksistensi dan segala yang terkait dengan apa, dan bagaimana keberadaan diperjuangkan, dibangun dengan susah payah, berakhir dan lenyap.

Sebagaimana kematian, ketidakkekalan pun bukan hal yang tidak dimengerti oleh intelektual kita, sayangnya, pemahaman dan pengertian intelektual seringkali bukanlah pengertian yang sebenarnya karena tidak serta merta melahirkan pandangan terang yang membebaskan kita dari kelekatan pada segala yang tidak kekal, juga tidak membabarkan pencerahan kebenaran dari ketidakkekalan.

Orang-orang suci konon tidak pernah antipati atau menjauhi ketidakkekalan, atau menjadi kebalikannya, tidak jatuh melekatinya.

Praktik kehidupan asketisnya lahir bukan hanya dari pemahaman intelek atas ketidakkekalan, tapi kerena mereka menyentuh langsung karakter alamiah dari ketidakkekalan kehidupan dan menjadikan watak tersebut sebagai kunci tersingkapnya kebenaran---bahwa pada ketidakkekalan, kehidupan menjadi mungkin adanya.

Thich Nhat Hanh, seorang biksu dan pejuang kemanusian, mengingatkan "hutang budi" manusia pada ketidakkekalan sebagai suatu fase dari proses 'menjadi'.

Jika anak gadis kecil anda bersifat kekal, anda tidak punya mimpi menimang cucu dan melestarikan keturunan. Petani menanam benih padi dan sayuran di musimnya karena ketidakkekalan membentangkan kesempatan panen bila sudah waktunya. Ketidakkekalan adalah 'berubah setiap waktu'. Dalam ketidakkekalan kemungkinan-kemungkinan ditawarkan. Inilah kebenaran.

Karena kemungkinan-kemungkinan yang dilahirkan oleh ketidakkekalan, kehidupan mengizinkan manusia untuk memiliki harapan. Lalu melalui sebuah harapanlah kita manusia menjahit setiap makna hidupannya.

Dalam konteks bencana horor COVID-19, dalam menghadapi si makhluk renik pencabut nyawa yang tak kenal ampun saat ini, F Budi Hardiman menempatkan pentingnya secercah harapan di tengah intaian kematian yang intimidatif ini:

"...Karena itu, bahaya yang tidak kalah besar dibanding derita raga adalah hilangnya harapan. Pemerintah atau masyarakat yang kehilangan harapan di masa pandemi bisa bersikap ceroboh, tidak peduli dan bahkan bengis sehingga memperparah keadaan. Tanpa harapan, bukan hanya kebebasan tetapi juga masa depan suatu bangsa dapat sirna"(Kompas,27 Maret 2020)

Katakan saja "Ya"

Jadi, jika hari ini Anda dan saya, dicekam ketakutan; takut tertular bahkan karena itu kita jadi takut mati oleh COVID-19, inilah faktanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun