Mohon tunggu...
Kang Insan
Kang Insan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

God created men in order to tell stories

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Arloji Pak Kades

11 September 2015   08:43 Diperbarui: 16 Februari 2017   13:42 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pak Kades sering tidak tampak di balai desa. Kata stafnya, Pak Kades mengontrol kondisi desa. Tapi, orang-orang tak pernah bertemu dengannya. Pernah orang-orang menunggunya di balai desa, Pak Kades tidak muncul-muncul hingga malam.

Penderitaan kian berat. Kepala Desa dan aparatnya tidak lagi diharapkan, mereka berdalih bermacam-macam jika dimintai pertanggungjawaban mereka sebagai pejabat, padahal sudah jelas mereka sudah tidak peduli kepada masyarakat.

(4)

Arloji Pak Kades hilang. Desa itu pun gempar. Pak Kades mengumumkan sayembara. Konon katanya, barangsiapa menemukan arloji itu akan diberi sepetak sawah. Tapi, orang-orang tidak tertarik dengan sayembara itu. Kata mereka, kalau ketemu arloji Pak Kades, mereka tidak bakalan mengembalikannya kepada Pak Kades, lebih baik mereka jual di Ibukota. Sebab dengan begitu, mereka tidak cuma dapat sepetak sawah, tetapi bisa dapat lima hektar sawah. Orang-orang mencari—cari arloji itu. Mereka menduga-duga tempat hilangnya arloji itu. Dan, mereka pun menduga-duga siapa yang mencuri arloji itu.

Satu hari sebuah mobil truk bermuatan sembako dan mobil tangki air masuk desa itu. Lewat pengeras suara, kenek truk itu berteriak mengumumkan kepada warga.

“Bapak-bapak, Ibu-Ibu, yang membutuhkan sembako, silakan antre di depan rumah Pak Karman. Kita akan membagikan sembako ini gratis! Dan, juga lupa bawa jerigen, gentong, atau apa saja tempat air bersih ya! Sekali lagi, di depan rumah Pak Karman!”

Lalu, masyarakat desa itu pun berbondong-bondong ke rumah Pak Karman. Mereka antre dengan tertib menerima paket sembako dan air bersih. Truk dan air bersih itu datang ke desa itu setiap tiga hari sekali saat paket sembako mereka berkurang.

(5)

“Terima kasih, Nak,” kata Pak Karman sambil mengintip orang-orang yang antri paket sembako di depan rumahnya. Ia berbicara kepada anaknya, Jamilah. Seperti namanya, Jamilah memang cantik, suaminya sudah meninggal kesambar petir di sawah tiga tahun lalu. Ia tidak tinggal di desa itu, tapi di Desa Karya Makmur yang berbeda kecamatan. Pak Kades sering mampir ke rumahnya. Tapi, masyarakat desa itu tidak ada yang tahu.

“Arloji yang kamu curi lebih bermanfaat bagi masyarakat di sini dibandingkan cuma buat gagah-gagahan Pak Kades saja.”

Jamilah tidak berkata apapun, ia duduk di kursi sambil menyusui anaknya, lantas ia tersenyum. Senyum yang membuat iri bidadari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun