Ponsel yang berdering menyadarkan gejolak dalam hati. Sudah terlalu lama terpekur dan terdiam di warung kopi. Sahabat saya memanggil dan bergegas saya harus pergi.
Maka kemana kalimatnya menuntun pertemuan kami? Saya cuma bisa menduga-duga. Mungkin di sebuah taman seperti dalam kisah romansa Pidi Baiq. Atau justru dibawah kolong jembatan, seperti dalam fiksi bergenre thriller garapan James Wan.
Sungguh kegelisahan ini membawa kepada imajinasi yang berlebihan.
***
Kami bertemu muka dan dia nampak bahagia. Sirna dan luruh segala keluh kesah. Terwakilkan oleh senyumannya yang bercahaya. Kawan lama ini saya rindukan segala canda tawanya.
"Aku baru pulang keliling dunia..." Sungguh tak percaya. Dia memilih dari sejuta bahasa, kalimat itu.
"Kemana saja kamu..." Saya tak bisa merespon kecuali dengan kata-kata yang wajar.
"Aku sudah melihat menara Eiffel langsung dari tanah Perancis. Juga bandara Heathrow langsung dari Inggris." Tentunya bukan untuk pamer. Dia jujur baru saja keliling dunia.
"Tak aku sangka kamu bisa jadi orang sesukses ini..." Saya takjub. Betapa dia yang dulu bersama saya, sama-sama berbaju lusuh dan tak disetrika. Sekarang berdasi kupu-kupu rapih. Lengkap dengan satu set baju tuxedo.
"Ini hanya formalitas. Kalau pulang ke rumah aku juga pakai baju seperti kamu..." Dia memandang outfit saya. Hanya pakaian sederhana.
"Yuk, kita sambil jalan. Aku mau bikinkan kopi susu kesukaan kamu langsung dari dapurku sendiri." Dia menuntun saya ke mobilnya. Paling mewah diantara deretan kuda besi lain yang bikinan Jerman. Pajak mobilnya saja mungkin cukup untuk beli sebuah Harley Davidson.