Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tentang Buku Seno Gumira Ajidarma, "Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara"

17 Mei 2020   06:13 Diperbarui: 17 Mei 2020   08:22 1580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itu adalah kisah tentang Seno yang berencana "memindahkan" keindahan senja ke dalam sebuah puisi. Namun gagal, dan justru jadinya malah sebuah cerpen.

Benar kata Seno. "Karena bagi saya pun, segala tetek bengek dibalik lahirnya cerpen-cerpen itu, sebenarnya merupakan masalah yang paling pribadi. Ketika catatan ini dibaca orang banyak, dan go public, maka semua itu menjadi pernyataan. Apa boleh buat. Bisa dihubungkan, bisa pula tidak usah dihubungkan, dengan cerpen-cerpen tersebut."

Saya juga menggarisbawahi kalimat Seno dibawah ini.

"Rasanya saya sudah bicara terlalu panjang, apa lagi jika itu menyangkut tentang cerpen-cerpen saya sendiri. Sekali lagi harus saya nyatakan, kisah-kisah di balik lahirnya sebuah cerpen barangkali bisa seru, tapi adalah cerpen itu sendiri yang dipertaruhkan untuk bicara.

Barangkali catatan semacam 'obsesi dan prosesi di balik penulisan cerpen' hanya bagus sebagai artikel lepas saja, sebagai bacaan di kala senggang, tidak harus dihubungkan langsung dengan - dan tidak menyumbang - kepada --- itu sendiri.

Meski begitu, dari semacam perenungan
kembali ini, saya mencatat satu hal: imajinasi tidak mampu melepaskan fakta dari kebenaran, barangkali ia menjadi fiksi, tapi tetap kebenaran. Mudah-mudahan."

***

Dan Seno membagi seni dalam dua hal. Ada yang sebaiknya dijelaskan maksudnya. Dan ada yang sebaiknya tidak. Tapi saya kurang bisa menangkap kejelasan poin pertama.

***

Kerja jurnalistik sebenarnya bukan terkait estetika. Bukan memperhatikan keindahan bahasa. Tapi terkait fakta. Bagaimana sebuah informasi bisa disampaikan. Wartawan patut diapresiasi saat mereka berani membeberkan fakta dengan akurat, terutama dalam hal yang sensitif. Dan jika mereka mampu memberikan pemberitaan yang super ekslusif. Mungkin itulah nilai kepuasan tersendiri seorang wartawan.

Tapi tak semata-mata nulis karena nekat. Tentunya harus memperhatikan maslahat dan kepentingan publik juga. Jangan sampai media massa kok menghancurkan negara sendiri dengan tulisannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun