Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Tentang Film "Steve Jobs" (2015)

6 Mei 2020   06:18 Diperbarui: 6 Mei 2020   06:23 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

CATATAN TENTANG KESAN NONTON FILM STEVE JOBS (2015)

Isaac Walterson pernah menulis buku tentang Steve Jobs. Penulis itu katanya pernah menulis juga buku tentang biografi Benjamin Franklin dan Albert Einstein. Menarik juga, kenapa Isaac Walterson memilih Steve Jobs sebagai orang ketiga? Mengapa bukan nama lain, Nicolas Tesla misalnya. Atau Thomas Alva Edison.

Kabarnya, Isaac Walterson juga pernah nulis buku tentang Leonardo Da Vinci, wow... saya ingin baca yang itu.

Kalau lihat dapur penggarapan buku biografi Steve Jobs, baca sekilas bagaimana proses pembuatannya, mendadak saya jadi ingat kisah tentang buku biografi Gus Dur tulisan Greg Barton itu. Entahlah, bagaimana menurut anda?

Senang juga karena buku itu akhirnya di filmkan. Walau ini film lama. Film Steve Jobs versinya sutradara Danny Boyle...

Karena pasti banyak sekali hal tersirat yang tak bisa digambarkan dalam film, saya ingin menulis catatan terpisah tentang kesan buku itu lain kali kalau sempat dan ada mood.

Lagi pula ini tulisan suka-suka, jadi isinya juga suka-suka.

Saya gak ingin mencela orang dengan tulisan. Andaikan saya punya penilaian pribadi, ada yang lebih baik saya simpan sendiri. Atau bahkan mengabaikan itu dan menyesal karena sudah tahu banyak tentang seseorang.

Cari informasi tentang kehidupan seseorang sesungguhnya melanggar prinsip hidup saya. Tapi, yang saya penasaran dengan Steve Jobs bukanlah cerita kesuksesannya, namun kepribadiannya yang unik. 

Bagaimana dia bisa bertahan dalam kegagalan terus menerus. Dan bagaimana dia tak nampak depresi saat memiliki banyak ide yang gak kesampaian.

Saya cuma ingin tahu bentuk nyata dari kepribadian uniknya diluar penggambaran media masa. Saya gak mau termakan opini berita koran dan majalah. Itu saja.

Saya cuma ingin menjawab rasa penasaran saya tentang caranya bersikap saat menghadapi masalah yang bertubi-tubi, dan caranya bersikap kepada musuh bisnis yang luar biasa banyak.

***

Film Steve Jobs.

Ada film yang hampir sama. Produksi tahun 2013. Entahlah apa bedanya dengan versi itu. Saya bukan penggemar fanatik dia, jadi gak ada alasan untuk membaca dan menonton semua hal tentang dia.

Dan film ini bagi saya seolah menyajikan sisi lain kehidupan Steve. Bukan penggambaran serba perfeksionis seperti yang didapat saat membaca berita media massa. Tapi bagi saya, lebih menyajikan kehidupannya apa adanya.

Bagi saya, kisah-kisah semacam Steve Jobs jadi menarik saat kita tahu kepribadian mereka diluar penggambaran media. Orang seperti mereka biasanya sikapnya "aneh". Rumah yang kosong tanpa perabotan, atau menyendiri sambil melakukan hal yang bagi banyak orang adalah gak wajar untuk seusia orang dewasa.

Satu peraturan penting saat membaca berita di media masa adalah, utamakan sikap skeptis. Curigai mereka. Mereka memang gak bohong dengan berita mereka, tapi mereka biasanya gak mengatakan semua kebenaran. Dan sebenarnya itu gak salah. Salah kita adalah kita terlalu percaya kebenaran yang tidak utuh.

Bagi saya, dalam film Steve terlihat "menyebalkan" karena ide dan sikapnya. Hal-hal kecil yang dianggap tidak realistis oleh orang di sekitarnya.

Entahlah, bagaimana menjelaskan itu?

Hanya karena komputer yang tak bisa bilang "Halo" dan acara mau dibatalkan? Apa kata mereka yang tendensi bisnisnya kuat? Mungkin bagi mereka, ide Steve itu agak merugikan.

Saya kemudian berpikir, dengan sikap semacam itu apakah mungkin Steve benar-benar memiliki teman? Jangan-jangan orang disekitarnya membutuhkan dia bukan karena dia adalah Steve Jobs. Tapi lebih karena dia memiliki uang dan jabatan. Tapi entahlah.

Jika anda ingat kisah Bill Gates. Mungkin beberapa dari anda akan jengkel saat menjadi bawahan langsungnya. Katanya sih begitu. Memangnya bekerja dengan orang semacam itu benar-benar menyenangkan?

Steve Jobs tentu saja adalah salah satu orang penting di dunia teknologi. Ponsel, musik, bahkan film. Anda tahu Disney Pixar? Itu dulu seingat saya juga "dibangun" oleh dia.

Saya gak tahu apakah Arthur Clarke adalah tokoh yang menginspirasi Steve Jobs selain katanya ada The Beatles. Clarke, penulis buku 2001 Space of Odisey itu sangat futuristik di masanya. Seolah "meramalkan teknologi masa depan." Setahu saya, buku itulah yang konon menginspirasi lahirnya banyak karya fiksi ilmiah, termasuk serial Star Wars yang terkenal itu.

Apple sendiri katanya pernah menjadi salah satu perusahaan paling bernilai di dunia. Valuasinya gila-gilaan. Luar biasa. Perusahaan itu bisa dikatakan akhirnya sukses setelah pernah jatuh bangun.

Film ini tidak menceritakan dengan detil sejak awal Steve membangun Apple. Tapi scene seingat saya dimulai beberapa saat sebelum peluncuran Macintosh.

Macintosh, atau disingkat Mac, sepaham saya adalah ide Apple yang orisinil. Mac memiliki startegi pasar yang lain. Kata Wikipedia, Apple secara eksklusif membuat perangkat keras Mac dan mengatur bagaimana sistem internalnya, desain, dan juga harganya. 

Tidak hanya itu, Apple juga tidak melisensikan Mac OS X untuk komputer non-Apple. Padahal biasanya produsen komputer lain hanya membuat komputer, dan membebaskan pembeli untuk mengisi dengan sistem operasi "sesukanya". Apple membuat komputer sekaligus sistem operasi yang eksklusif.

Benar-benar kalau kata saya, mencerminkan motto Apple yang "think different". Walaupun setahu saya itu slogan baru, tahun 1997. Gak harus ikut pakem, dan menjunjung tinggi kesederhanaan.

Tapi dengan berpikir berbeda, tak selamanya orang bisa bertahan dalam persaingan kehidupan yang kadang keras.

Saya memang bukan orang bisnis. Tidak tahu menahu dunia ekonomi. Tapi jelas sekali bahwa banyak sekali inovasi harus kalah dengan strategi marketing. Saya sedikit banyak seperti pernah mengalami itu.

Orang memang bisa membuat karya yang bagus, yah setidaknya menurut penilaian mereka sendiri. Tapi belum tentu masyarakat menerima itu. Lebih buruk lagi, persaingan bisnis membuat banyak ide luar biasa harus tertahan. Harus menunggu hingga bahkan mungkin seratus tahun lagi sampai situasi pasar membaik. Entahlah...

Yang dibutuhkan dunia bukanlah sekedar ide. Tapi bukti. Inovasi apapun, ide akan masa depan apapun, tanpa bukti keberhasilan akan kalah tentunya dengan hal sederhana yang sebenarnya biasa-biasa saja. Bagi saya, ini sudah diluar kuasa manusia sebenarnya. Tapi manusia yang terlalu optimis dan percaya diri, kadang mengabaikan itu semua.

Macintosh sempat gagal bersaing dengan IBM, dan ini mulai jadi menarik.

Kita tahu, setelah kegagalan Macintosh, selanjutnya Steve "membuat" NeXt.

Entahlah apakah Steve benar-benar seperti penggambaran di media masa, dimana orang bisa sepuluh kali membaca tulisan tentang kejeniusannya, atau justru dia hanya dikelilingi oleh orang hebat, dan dia adalah orang berbakat yang bisa menggerakkan, dan menyatukan ide-ide mereka. Entahlah...

Tapi mestinya orang yang demikian berpikir kreatif seperti dia pasti punya banyak musuh. Saingan bisnis dan orang yang gak suka. Itu seperti dua sisi api dan asap. Dimana ada pemikiran hebat, disitulah banyak tantangan.

Intriknya menarik. Membuat saya benar-benar mem-blacklist adanya cita-cita untuk jadi pengusaha dalam hidup saya.

Seperti kata seseorang, Jeff Bezos sekalipun juga mungkin minum air putih. Sama seperti saya. Dia mungkin juga makan tiga kali sehari seperti saya. Jadi apa bedanya hidup saya dengan hidupnya jika melihat dari sisi itu?

Dan satu hal penting, saya memiliki lebih banyak waktu untuk bersantai dan berkumpul dengan keluarga dari pada Jeff Bezos ataupun mungkin Steve Jobs.

Oh, mungkin dia pernah makan caviar dan saya belum. Caviar rasanya sama dengan telur ikan biasa lain gak sih?

Ini agak melenceng dari film. Tapi membahas pernak-pernik dunia bisnis itu menarik.

Bill Gates misalnya, dengan idenya akan windows. Saya pernah baca, salah satu strategi pemasaran Bill Gates yang luar biasa adalah dengan "membiarkan orang-orang membajak" sistem operasinya. Biarkan CD bajakan OS Windows bertebaran dimana-mana. Alih-alih melarang itu. Dan melindungi karyanya dengan semacam UU ITE internasional.

Dengan "membiarkan adanya pembajakan", Bill Gates seolah sedang melatih semua orang agar jadi terbiasa dengan windows. Mereka akhirnya gak terbiasa pakai Mac ataupun Linux misalnya. 

Dan akhirnya Bill Gates bisa menjual banyak lisensi atas software pendukung lain yang menggunakan windows. Dengan sendirinya orang lain akan membuat aplikasi yang ada hubungannya dengan windows.

Itu seperti kisah saya dengan WhatsApp. Saya sebenarnya gak begitu nyaman dengan WhatsApp. Saya pribadi lebih suka Telegram. Tapi mau gak mau saya harus pakai WhatsApp karena sedikit sekali sahabat saya yang mau pakai aplikasi Telegram. Akhirnya saya jadi terbiasa dengan WhatsApp dan merasa "gak nyaman" dengan antarmuka Telegram, meskipun fiturnya jauh lebih bagus menurut saya.

Strategi yang hampir sama mungkin dengan Android. Menjadikan semua orang terbiasa dengan OS Android. Hingga sulit bagi kompetitor baru untuk bersaing.

Sekarang ini rasanya gak mungkin membuat OS baru untuk ponsel, selain Apple dan Android. Karena orang sejagad sudah terbiasa dengan dua sistem operasi itu. Dan akan merasa gak nyaman saat menggunakan OS lain. 

Meskipun mungkin lebih inovatif, efisien, dan lebih canggih. Yang orang cari kadang adalah rasa nyaman. Bukan melulu fitur canggih.

Jadi, sebenarnya gak ada ruginya untuk upload video musik di YouTube. Saat video anda terkenal nanti, anda akan dapat bayaran karena diundang konser dimana-mana. Dan semakin terkenal video anda, tarif manggung akan semakin mahal.

Memangnya mau mengandalkan royalti lagu? Atau upah nada sambung pribadi? Rasanya jangan harap bisa kaya cuma dengan itu.

***

Apa kesan saya tentang film ini?

Ide dan realitas kadang bertubrukan. Steve Jobs boleh berpikir tentang hal yang menarik menurut dirinya. Tapi bisakah orang menerima itu?

Kita gak akan tahu, kecuali menyatakan ide itu. Dan menunggu. Apa jawaban orang-orang. Menyimpan gagasan kadang hanya menambah misteri baru. Jawabannya mungkin ya, lakukan saja. Terserah apa jadinya nanti. Gak akan tahu sebelum mencoba. Apa ruginya jika gagal.

Saya tahu Steve bukan orang yang mudah menyerah. Sikapnya nampak demikian optimis. Dan menurut saya, dia sangat disiplin. Dari sekian banyak kegagalan, entahlah sepertinya Steve jarang terlihat bersedih.

Disitulah rasanya saat-saat ketika bermimpi dan memiliki cita-cita jadi relevan lagi bagi orang dewasa. Orang memiliki harapan besar, lalu diuji dengan seberapa kuat level ketahanan ketika menghadapi rasa sakit.

Mungkin Steve Jobs setelah Apple benar-benar sukses tidak akan dipuja, jika awalnya dia tidak berdedikasi penuh dengan apa yang menjadi gagasannya. Meski pada awalnya tentu ada balasan yang tak setimpal dengan kerja kerasnya.

Entahlah orang seperti Elon Musk itu berpikirnya terlalu maju atau bagaimana. Sehingga ide-idenya melampaui zaman. Tapi dengan berani, mereka mengambil risiko tersebut.

Kita lihat sendiri, ada yang nampak sukses seperti Steve Jobs. Atau seperti bos Spotify itu. Ada yang terlihat sukses seperti Bill Gates. Ada juga yang nampak malang seperti Elon Musk.

Siapa yang gak tahu SpaceX? Mobil listrik Tesla. Gagasan tentang terowongan bawah tanah di Amerika. Elon Musk katanya sudah berpikir tentang membuat komunitas baru di luar bumi. Elon Musk juga membuat mobil yang ramah lingkungan tanpa bensin. Cukup dengan listrik yang bisa didapatkan dengan mudah. Tanpa polusi yang parah. Dan sebagainya.

Ide-ide Elon Musk itu tadi, kalau boleh saya katakan adalah gambaran masa depan manusia.

Andaikan saya memiliki ide semacam itu, saya mungkin gak seberani Elon Musk. Karena untuk menerima hal semacam itu rasanya banyak dari kita yang masih terlalu cepat sekian puluh tahun.

Satu lagi kesan saya menonton film ini.

Jadi tokoh publik itu rumit. Seolah kita gak bisa menjadi diri kita sendiri. Setiap perkataan akan mungkin menghasilkan kontroversi. Hal yang benar saja bisa jadi salah, apalagi kalau jelas-jelas salah. Seolah hidup harus dijadwal dengan protokol tertentu yang demikian ketat.

Mungkin lebih enak jadi orang biasa. Yang tinggal di desa kecil. Bisa makan apa yang kita suka. Dan melakukan hal kecil yang menyenangkan.

Dan satu lagi, memiliki keluarga kecil yang bahagia. Itulah hidup yang menyenangkan sesungguhnya bagi saya.

Sekian dan terimakasih...

Wallahu a'lam.

Diedit kembali tanggal 05 Mei 2020 M.
Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun