Mohon tunggu...
Fastabiqul Khoirot
Fastabiqul Khoirot Mohon Tunggu... Freelancer - Melakukan sesuatu dengan cinta, kreatifitas dan sepenuh jiwa

Jejak Putu Lanang kiasan dari jejak seorang cucu laki laki. penulis mengambil istilah nama jejak putu lanang karena banyak jejak yang sayang di lewatkan dan banyak karya yang tertuangkan dan di sinilah wadahnya. tempat ini bagaikan gambaran siapa sebenarnya jejak putu lanang, yaitu pria yang hobby dolanan, pecinta kuliner khas kalangan bawah, memotret hal yang di sukai mata serta hati, dan belakangan suka menulis yang terkadang asal hati senang. kemudian melihat sana-sini lalu bercengkrama dengan orang sekitar lalu pulang membawa banyak kenangan, ilmu, serta wawasan baru yang menempel di kepala. diri ini sudah mulai resah ingin menuangkan dan mengekspresikan diri dari sinilah mulai muncul karya karya yang timbul dengan dasar melakukan semua hal dengan penuh suka dan rasa cinta dalam setiap langkahnya. pria yang tak suka terikat dan terdiam di suatu tempat. Semoga jejak langkah ini menjadi bermanfaat bagi semua orang, jejak yang tak hanya di kawasan wisata namun jejak langkah dimanapun berada. penulis sangat senang dengan orang yang suka berbagi ilmu. jika ada orang yang terlalu banyak ilmu segeralah laporkan agar nantinya aku dekati dan aku meminta do'a restu dan mohon ilmunya agar bisa berkarya lebih banyak lagi. https://kakfasta.com https://sanggarmeraki.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Balada Pemimpi

18 Mei 2020   20:34 Diperbarui: 18 Mei 2020   20:57 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Balada Pemimpi

Seperti biasanya, usai menjalankan kewajibanku kepada Sang Pencipta kala fajar, aku langsung menuju dapur. Membantu Mbak menyiapkan santapan untuk pagi hari. Mbak menugaskanku untuk menggoreng tempe. Ya, hanya tempe. Memang hanya tempe yang tersisa. Semenjak tadi, tempe itu telah menanti untuk segera diolah.

Dengan penuh semangat aku mengambil tempe dari dalam kulkas dan memotongnya. Penuh kasih aku membumbui tempe itu. Berharap setelah aku memakannya, rasanya pun berpengaruh terhadap kehidupanku. Tidak segetir saat ini.

Sreng!

Suara dekapan minyak saat tempe masuk ke dalam wajan bergema nyaring.  Sembari menunggu tempe siap untuk dibalik, aku duduk di sudut dapur untuk mengamatinya. Mbak sedang mencuci beras. Kita berbincang-bincang ringan, penuh gurau. Setidaknya sandiwaraku dalam menutupi luka akibat perkataan kakak iparku semalam, berjalan sempurna.

***

Semalam mereka kemari. Entah pukul berapa, aku tak tahu. Aku sudah masuk kamar. Aku juga tidak keluar saat mereka datang. Enggan. Malas. Toh, salah satu di antara mereka juga mengatakan jika aku telah terlelap. Lagian jika aku bangkit dari pembaringanku, akan sangat sulit untuk kembali. Insomniaku memang sangat menyayangiku, hingga ia tetap singah menemani malamku yang tak berbeda jauh dengan kegelapan di luar sana. Perbedaanya sederhana. Di langit ada rembulan dan bintang yang memberikan sedikit cahaya. Sedangkan hatiku gelap. Tak ada apapun yang mampu meneranginya.

Walaupun posisiku sudah nyaman, dan kantuk melanda tapi mataku tak bisa tertutup. Telingaku terganggu oleh suara mereka yang bicara mengunakan intonasi tinggi. Seakan tengah berada di tengah hutan belantara. Aku menatap nanar awang-awang rumah. Hanya genting berwarna cokelat kusam dengan kayu yang telah lapuk termakan waktu yang bisa aku pandang. Perlahan pelupuk mataku berair. Butiran bening luruh satu persatu. Melintasi pelipis.

"Hmf!" Aku menghela napas panjang. Lagi-lagi kebohongan yang ia ujarkan akan diriku.

Aku memejamkan mata, namun memasang telinga kuat-kuat. Aku ingin tahu, sampai mana dia akan mendiskripsikan keburukanku beserta bumbu modifikasinya. Aku ingin tahu, sejauh mana dia merendahkanku. Aku juga ingin tahu, bagaimana sikap kakak ipar yang mengaku sebagai sarjana dalam menangapinya.

"Dia bilang kalau aku ini, tidak punya hati. Ya aku jawab, kamu itu sudah dibesarkan, disekolahkan, malah ngomong gitu. Anak, kok nggak tahu diri!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun