Sebagian besar influencer, terutama yang bergerak di bidang kecantikan, fashion, dan lifestyle, menjadi contoh yang jelas tentang bagaimana tubuh perempuan dikapitalisasi dalam dunia digital. Mereka sering memposting foto atau video yang menampilkan penampilan fisik mereka dengan sangat terperinci dan terkadang diedit agar memenuhi standar kecantikan ideal. Dalam banyak kasus, tubuh mereka menjadi komoditas visual yang dipertontonkan untuk menarik perhatian dan meraih popularitas.
Kehadiran influencer dengan citra yang sempurna, terlepas dari kenyataan bahwa banyak dari mereka menggunakan filter atau teknik pengeditan untuk meningkatkan penampilan mereka, sering kali memperkuat narasi bahwa kecantikan hanya dapat dicapai dengan memenuhi standar fisik tertentu. Hal ini menciptakan tekanan yang besar pada pengikut, terutama perempuan, untuk meniru penampilan tersebut demi mendapatkan validasi atau perhatian.
Seiring dengan berkembangnya pasar influencer, banyak yang terlibat dalam promosi produk-produk kecantikan, pakaian, atau pelatihan gaya hidup yang berfokus pada peningkatan penampilan fisik. Dalam banyak kasus, influencer mengiklankan produk yang menjanjikan transformasi tubuh atau wajah, seperti suplemen penurunan berat badan, makeup, atau produk perawatan kulit. Pendekatan ini memperkuat ide bahwa penampilan fisik adalah yang paling penting, dan tubuh perempuan dianggap sebagai ruang untuk perubahan atau perbaikan.
Meskipun beberapa influencer mencoba untuk memperkenalkan pesan positif tentang penerimaan diri atau body positivity, mereka tetap terperangkap dalam siklus kapitalisasi tubuh. Promosi produk dengan klaim yang berfokus pada perbaikan fisik seringkali menambah tekanan untuk tetap mempertahankan citra tubuh ideal yang terus bergeser. Penggunaan tubuh sebagai alat pemasaran, bahkan dengan niat yang baik, sering kali mengarah pada komodifikasi, di mana keberagaman tubuh hanya dianggap sebagai pasar yang belum sepenuhnya dieksploitasi.
Influencer juga berperan besar dalam mempengaruhi persepsi sosial tentang kecantikan, gender, dan kepercayaan diri. Mereka memiliki kekuatan untuk memperkenalkan narasi baru yang lebih inklusif, seperti mempromosikan self-love, penerimaan tubuh, atau menampilkan keragaman dalam citra kecantikan. Misalnya, banyak influencer yang aktif dalam memerangi body shaming dan mencoba untuk menampilkan keindahan dalam segala bentuknya, menentang standar kecantikan yang sempit.
Namun, meskipun beberapa influencer berusaha memperkenalkan pesan pemberdayaan, mereka sering kali terjebak dalam praktik yang sama yang mereka coba ubah. Misalnya, mereka mungkin mempromosikan produk yang mengklaim dapat memperbaiki kecantikan fisik, atau mereka mungkin terus memperlihatkan citra tubuh tertentu sebagai "ideal." Ini menciptakan ketegangan antara pemberdayaan dan objektifikasi, karena meskipun mereka memberi ruang untuk keberagaman, mereka tetap beroperasi dalam sistem yang didorong oleh kapitalisasi visual.
Pengaruh influencer terhadap pengikut mereka, terutama perempuan muda, sangat besar. Pengikut sering melihat influencer sebagai teladan dan mencari validasi melalui standar kecantikan yang mereka tampilkan. Tekanan untuk meniru penampilan atau gaya hidup mereka dapat memengaruhi tingkat kepercayaan diri, terutama bagi mereka yang merasa tidak memenuhi standar tersebut.
Selain itu, influencer yang terus memperlihatkan citra tubuh yang sangat terawat atau sempurna dapat memicu perasaan ketidakpuasan diri pada pengikut yang merasa bahwa tubuh mereka tidak memenuhi standar yang dipromosikan. Meskipun influencer yang mendukung body positivity berusaha memberikan pesan yang inklusif, mereka tetap harus mempertimbangkan bagaimana cara mereka membingkai tubuh dan kecantikan dalam narasi mereka agar tidak memperburuk dampak psikologis negatif pada pengikut mereka.
Influencer memiliki peluang besar untuk menjadi agen perubahan yang mempromosikan narasi yang lebih positif dan inklusif mengenai kecantikan dan gender. Mereka dapat menggunakan platform mereka untuk memperkenalkan representasi yang lebih beragam, menantang stereotip gender, dan mempromosikan penerimaan tubuh yang sehat. Namun, untuk benar-benar membuat perubahan, influencer perlu menyadari kekuatan yang mereka miliki dan bertanggung jawab atas bagaimana mereka memengaruhi persepsi tentang kecantikan di media sosial.
Selain itu, mereka harus mempertimbangkan dampak dari iklan yang mereka promosikan dan mengevaluasi apakah produk atau jasa yang mereka tawarkan berkontribusi pada komodifikasi tubuh atau justru mendukung penerimaan diri dan keragaman. Dengan kesadaran yang lebih besar dan pendekatan yang lebih autentik, influencer dapat berperan penting dalam mendefinisikan ulang kecantikan dan mengurangi objektifikasi gender di media sosial.
4. Dampak Sosial dan Psikologis