Selain itu, komodifikasi keberagaman juga terlihat dalam penggunaan influencer yang mewakili keragaman, tetapi dipilih berdasarkan daya tarik komersial mereka, bukan karena perjuangan autentik mereka dalam mempromosikan inklusivitas. Hal ini menciptakan paradoks di mana keberagaman dijadikan alat untuk mempercantik citra merek, tetapi tidak benar-benar mengubah standar kecantikan yang eksklusif.
Fenomena ini menimbulkan kritik bahwa inklusivitas telah berubah menjadi tren pasar yang dangkal. Alih-alih memerdekakan individu dari tekanan kecantikan, komodifikasi keberagaman justru memperkenalkan "standar baru" yang tetap didorong oleh konsumsi dan citra sempurna. Hasilnya, keberagaman yang seharusnya menjadi bentuk pemberdayaan justru terjebak dalam siklus komersialisasi yang sama dengan standar kecantikan tradisional.
Untuk mengatasi hal ini, diperlukan upaya kolektif untuk memastikan bahwa keberagaman tidak hanya menjadi alat pemasaran, tetapi juga membawa perubahan struktural yang mendalam. Hal ini mencakup keterlibatan komunitas dalam setiap tahap kampanye, transparansi dalam praktik bisnis, serta komitmen jangka panjang untuk mempromosikan keadilan dan inklusivitas sejati.
Studi Kasus: Kampanye Dove Real Beauty
Kampanye Dove Real Beauty adalah salah satu contoh paling terkenal dari upaya merek untuk mempromosikan inklusivitas dan keragaman dalam definisi kecantikan. Diluncurkan pada tahun 2004, kampanye ini bertujuan untuk menantang standar kecantikan tradisional yang sempit dan merayakan keunikan setiap individu. Dengan menggunakan model dari berbagai latar belakang, usia, ukuran tubuh, dan warna kulit, Dove mencoba menyampaikan pesan bahwa kecantikan sejati bukan hanya soal penampilan fisik, tetapi juga soal kepercayaan diri dan penerimaan diri.
Dove memposisikan kampanye ini sebagai langkah untuk memberdayakan perempuan di seluruh dunia. Melalui iklan, video dokumenter, dan konten digital, kampanye ini menghadirkan kisah nyata tentang bagaimana standar kecantikan yang sempit dapat merusak harga diri perempuan. Salah satu video terkenal dalam kampanye ini, Dove Evolution, menunjukkan bagaimana pengeditan foto ekstrem dalam industri kecantikan menciptakan citra yang tidak realistis dan merusak persepsi publik tentang kecantikan.
Dove juga meluncurkan inisiatif seperti Dove Self-Esteem Project untuk mendukung pendidikan dan diskusi tentang penerimaan diri di kalangan anak-anak dan remaja. Program ini dirancang untuk mengurangi tekanan sosial terhadap kecantikan, membantu generasi muda mengembangkan rasa percaya diri yang sehat.
Meski diterima secara luas sebagai kampanye progresif, Dove Real Beauty juga menghadapi kritik terkait potensi komodifikasi keberagaman. Banyak yang berpendapat bahwa pesan pemberdayaan yang diusung kampanye ini pada akhirnya tetap merupakan strategi pemasaran. Dengan mempromosikan citra merek yang "peduli" dan "inklusi," Dove berhasil memperluas pangsa pasar mereka dan meningkatkan loyalitas pelanggan.
Kritik lainnya adalah bahwa kampanye ini terkadang masih melanggengkan standar tertentu yang sulit dicapai. Misalnya, meskipun kampanye menampilkan keragaman tubuh, mayoritas model yang digunakan tetap dianggap "menarik" dalam arti konvensional, seperti kulit mulus atau fitur wajah simetris. Hal ini memunculkan pertanyaan: seberapa besar komitmen Dove terhadap perubahan sosial sejati, dibandingkan dengan tujuan komersial untuk meningkatkan penjualan produk perawatan kulit mereka?
Meskipun ada kritik, tidak dapat disangkal bahwa Dove Real Beauty telah menciptakan percakapan global tentang standar kecantikan dan dampaknya terhadap harga diri. Kampanye ini menjadi pelopor dalam mengintegrasikan inklusivitas ke dalam strategi pemasaran, membuka jalan bagi merek lain untuk mengadopsi pendekatan serupa.
Namun, keberhasilan sejati kampanye seperti ini harus diukur lebih dari sekadar peningkatan laba atau popularitas merek. Hal ini mencakup evaluasi dampak jangka panjang pada cara masyarakat mendefinisikan kecantikan, apakah benar-benar membawa perubahan mendalam atau hanya berfungsi sebagai alat pemasaran yang membingkai keberagaman sebagai komoditas.