Mohon tunggu...
Kais Wheels
Kais Wheels Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa IAIN Syekh Nur Jati Cirebon

hobi menulis, karya ilmiah ataupun karya fiksi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perubahan Standar Kecantikan di Media Sosial, Inklusivitas atau Komodifikasi Baru?

7 Desember 2024   09:31 Diperbarui: 7 Desember 2024   09:33 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1. Evolusi Standar Kecantikan di Media Sosial

Kecantikan Tradisional vs. Digital

Kecantikan adalah konsep yang terus berubah seiring waktu, dipengaruhi oleh budaya, teknologi, dan media. Dalam konteks tradisional, kecantikan sering kali diasosiasikan dengan standar yang homogen. Kulit cerah, tubuh langsing, rambut lurus, dan wajah simetris adalah gambaran ideal yang dipromosikan oleh media seperti televisi, majalah, dan film. Standar ini bersifat eksklusif, mengutamakan tampilan tertentu dan sering mengabaikan keberagaman. Dalam banyak budaya, kecantikan tradisional juga dipengaruhi oleh norma sosial, seperti kesopanan, pakaian tertentu, atau gaya hidup yang mencerminkan status sosial.

Di sisi lain, era digital membawa definisi kecantikan ke tingkat yang lebih luas. Media sosial telah menciptakan ruang di mana individu dari berbagai latar belakang dapat mendefinisikan ulang kecantikan menurut pandangan mereka sendiri. Gambar tubuh yang lebih beragam, warna kulit yang lebih gelap, dan ekspresi yang lebih unik kini mendapatkan panggung yang sama besar dengan citra tradisional. Tren kecantikan seperti "body positivity" atau "skin neutrality" merevolusi cara orang memandang diri mereka sendiri, mendorong penerimaan diri yang lebih inklusif.

Namun, era digital juga memiliki sisi gelap. Meskipun lebih beragam, standar kecantikan digital sering kali didominasi oleh filter, aplikasi pengeditan, dan algoritma yang memperkuat tren tertentu. Hal ini menciptakan tekanan baru bagi individu untuk tampil sempurna di dunia maya. Kecantikan digital juga berpotensi menjadi alat komodifikasi, di mana merek-merek memanfaatkan tren inklusivitas untuk kepentingan komersial.

Baik kecantikan tradisional maupun digital memiliki karakteristik unik yang mencerminkan zamannya. Keduanya menunjukkan bagaimana persepsi tentang kecantikan tidak hanya soal fisik, tetapi juga tentang nilai-nilai budaya, teknologi, dan ekonomi yang membentuk masyarakat.

Dominasi Visual dan Pengaruh Algoritma

Di era digital, visual menjadi alat komunikasi utama yang mendominasi hampir setiap aspek kehidupan, terutama di media sosial. Platform seperti Instagram, TikTok, dan Pinterest menempatkan konten visual sebagai inti pengalaman pengguna. Gambar, video, dan estetika yang menarik secara visual sering kali menjadi penentu popularitas suatu postingan. Dalam konteks ini, dominasi visual tidak hanya sekadar soal estetika, tetapi juga memiliki pengaruh mendalam terhadap cara individu memandang diri sendiri dan orang lain.

Algoritma media sosial berperan besar dalam memperkuat dominasi ini. Algoritma dirancang untuk menampilkan konten yang memiliki potensi besar untuk menarik perhatian dan meningkatkan interaksi, seperti menyukai, berkomentar, atau berbagi. Akibatnya, konten yang sesuai dengan standar kecantikan populer atau estetika tertentu lebih cenderung muncul di beranda pengguna. Standar tersebut sering kali mencerminkan citra "sempurna" yang tidak realistis, seperti kulit yang mulus, tubuh ideal, dan gaya hidup mewah.

Efeknya, algoritma secara tidak langsung menciptakan tekanan sosial yang baru. Individu yang merasa dirinya tidak sesuai dengan standar yang ditampilkan mungkin mengalami penurunan kepercayaan diri atau bahkan terlibat dalam perilaku yang berlebihan, seperti penggunaan filter yang intens, edit foto, atau konsumsi produk kecantikan tertentu. Lebih jauh, konten yang viral sering kali menjadi patokan "normal" baru, yang kemudian diikuti oleh lebih banyak pengguna untuk memperoleh validasi sosial.

Dengan dominasi visual dan pengaruh algoritma, media sosial menjadi arena di mana kecantikan bukan hanya soal ekspresi diri, tetapi juga kompetisi untuk perhatian. Hasilnya adalah siklus tak berujung yang memperkuat standar tertentu, menciptakan tantangan baru bagi pengguna untuk menavigasi konsep kecantikan yang lebih sehat dan inklusif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun