Bertinutuan atau menikmati Tinutuan alias Bubur Manado bersama-sama, merupakan salah satu tradisi warisan leluhur dari keluarga istri saya yang berasal dari Air Madidi, Minahasa Utara yang sampai saat ini masih terpelihara dengan baik.
Setidaknya, sebulan minimal bisa 2 atau 3 kali kami bersama keluarga besar menikmati tinutuan yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah semrawut atau campur aduk tersebut.
Sebagai penikmat sayur-sayuran hijau sejak dini, saya langsung jatuh cinta dengan tinutuan ketika pertama kali menyantapnya, maklum orang gunung yang lahir dan besar di kaki Gunung Lawu yang kiri kanannya memang melimpah sayur mayur.
Jujur, saya sangat menyesal baru mengenal kuliner sedap sarat nutrisi lengkap ini baru, setelah menikah dengan Urang Banjar, keturunan Minahasa. Kenapa nggak dari dulu ya?
Khusus di Bulan Ramadan, tradisi bertinutuan kami justeru lebih sering, baik untuk menu sahur rame-rame maupun buka bersama rame-rame.Â
Nah khusus untuk yang terakhir keluarga kami juga sesekali berbagi menu yang relatif murah tapi super sehat ini dengan tetangga dan juga jamaah masjid di dekat rumah.
Hitung-hitung, selain berbagi rezeki sekaligus berharap pahala puasa dari membukakan puasanya orang lain, juga ikut memperkenalkan sekaligus melestarikan menu makanan yang layak digelari superfood ini ke masyarakat.
Bubur tinutuan termasuk kuliner murah, tapi jelas tidak murahan! Selain karena bahan-bahannya mudah didapat dari sekitar rumah, apalagi di pasar...he...he...he..., cara membuatnya juga sangat mudah.
Tapi ya itu tadi! Sudah rasanya pasti enak, buburnya yang lembut, hangat dan mudah dicerna membuat perut lebih nyaman dan aman. Kerennya lagi, nutrisi yang dikandungnya juga bukan kaleng-kaleng, sangat lengkap memasok kebutuhan energi penikmatnya.
Memang sih, resep tinutuan khas keluarga istri yang 2 generasi terakhir sudah lahir dan besar di Banjarmasin, Â secara prinsip sudah ber-evolusi menyesuaikan lidah Urang Banjar alias tidak lagi otentik 100% seperti aslinya yang dibawa oleh leluhurnya langsung dari Air Madidi.
Misalnya, kita tidak lagi menggunakan batang sereh, daun Gedi (Abelmoschus manihot) dan daun Leilem (Clerodendrum minahassae) yang di Banjarmasin sulit di dapat, begitu juga pemanfaatan sayuran lainnya yang sifatnya lebih insidental alias sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan tentunya kemampuan dan ketersediaan di kebun dan dapur.
Termasuk pemanfaatan ikan rawa yang ada dan tersedia di kolam samping rumah sebagai "tandem" menyantap tinutuan, semua tergantung mood kebutuhan, keinginan dan pastinya ketersediaan bahan ikannya. Inilah hebatnya memasak tinutuan, bebas berinovasi dan berimprovisasi sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan keadaan!
Tapi jangan salah! Dari kelengkapan semua bahannya, terutama dari ragam sayur-sayurannya, umbi-umbiannya, juga buah labu dan bahan karbo dari beras, singkong dan jagung manisnya, asupan nutrisi tinutuan ala keluarga kami dijamin tetap berkualitas prima.
Nggak percaya? Ok, kita bedah ya kelengkapan bahan dan kandungan nutrisi bahan-bahannya!
Baca Juga Yuk! Berburu Kuliner Tradisional Banjar di Pasar Wadai Kota 1000 Sungai
Selain menggunakan beras pulen dari Jawa sebagai bahan utama bubur, bahan sayuran yang biasa kami olah secara reguler adalah kangkung, bayam daun kemangi dan daun bawang pre.
Sedangkan secara insidental kami juga sering menambahkannya dengan pucuk daun waluh berikut bunganya, daun so atau daun belinjo muda, kuncup daun kastela atau kuncup daun pepaya yang warnanya masih transparan.Â
Bisa juga tambahkan tomat, juga kentang, Â wortel dan sesekali rebung kalau pas ada, Â bahkan saat isteri hamil dan menyusui sering juga kami tambahkan daun katu.
Selain itu, potongan buah waluh kuning, jagung manis dan potongan singkong juga tidak pernah absen dari olahan bubur yang sejatinya merupakan representasi kecerdasan masyarakat Minahasa dan Sulawesi Utara dalam menyiasati krisis pangan di era penjajahan ini.
Sedangkan untuk "teman" menyantap tinutuan, kami tidak selalu menjadikan ikan asin sebagai satu-satunya tandem abadi, tapi sering juga kami tambahkan ikan haruan atau gabus, ikan patin, ikan teri, udang papay atau udang kering, bahkan ikan talang, itu lho ikan asin premium khas Kalimantan Selatan.
Nah karena citarasa dasar tinutuan adalah gurih-hambar, maka sebagai tambahan mood booster, selayaknya masyarakat nusantara lainnya, sudah pasti kami juga menyantap tinutuan dengan sambal. Secara reguler, biasanya kami menjadikan sambal acan atau sambal terasi bercitarasa asin pedas dan sedikit asam khas Banjar sebagai penyedap tradisional bubur tinutuan.
Baru, kalau kepingin atau memang ada persiapan bahan, kami biasa juga membuat sambal dabu-dabu, sambal roa, bahkan juga bakasang, itu lho hasil fermentasi ikan cakalang cincang dengan bahan-bahan tertentu dengan cara di jemur. Ini kalau dibuat sambal rasanya juara, kawan!
Mari kita cermati bersama! Dari daftar bahan-bahannya seperti tersebut diatas, jelas bahwa tinutuan memang superfood yang kaya serat dan  banyak nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh kita, termasuk yang sedang berpuasa.
Karbohidrat yang bersumber dari bubur beras, singkong dan jagung merupakan penyuplai kebutuhan energi selama berpuasa. Sedangkan ragam sayuran yang begitu banyak merupakan sumber vitamin dan mineral yang baik untuk tubuh.
Begitu juga dengan beragam ikan segar maupun kering sebagai teman sedap menyantap tinutuan merupakan sumber protein yang baik.
Penasaran dan ingin mencoba tinutuan untuk sahur besok pagi!? Jangan kuatir, ini ada resep keluarga yang halal untuk dibagi-bagikan kepada siapa saja yang ingin mencobanya. Semoga menjadi amal jariah ya! Amin.
Bahan-bahan dasar bubur (standar)
200 gr beras pulen
1,5 liter air
2 lembar daun salam
Garam secukupnya
ubi kayu atau singkong potong sesuai selera, secukupnya
Labu kuning secukupnya
Jagung manis secukupnya
Seikat kangkung segar, ambil daun dan batang atas
Seikat bayam segar, ambil daun dan batang atas
Daun Kemangi secukupnya
Bahan tambahan (Kalau berkenan)
Sereh secukupnya.
Pucuk daun waluh berikut bunganya, secukupnya.
Daun so atau daun belinjo muda, secukupnya.
Daun katu secukupnya.
Kuncup daun kastela atau kuncup daun pepaya yang warnanya masih transparan, secukupnya saja.
2 biji tomat segar.
Kentang, wortel dan rebung iris sesuai selera, secukupnya.
Ikan teri/ udang papay secukupnya.
Catatan : Untuk bahan tambahan ini sifatnya insidental saja alias kalau mau. Bisa semua itemnya dipakai atau pilih saja sayurnya sesuai selera.
Bahan Lauk :
Ikan asin secukupnya
Ikan haruan/gabus sesuai selera dan kebutuhan
Ikan patin sesuai selera dan kebutuhan
Ikan teri/udang papay/ikan telang secukupnya, sesuai selera.
Catatan : untuk lauk ini silakan pilih yang paling disukai saja untuk menambah citarasa saat menyantap tinutuan.
Bahan Sambal :
Cabai secukupnya
Terasi secukupnya
Bawang merah Secukupnya
Garam secukupnya
Jeruk sambal
Cara Membuat :
Rebus beras dan daun salam sampai lunak selayaknya bubur.
Tentatif, kalau suka bisa juga ditambahkan batang serai, bonggol bawang pre dan teri/udang papay untuk menambah aroma dan citarasa bubur.
Tambahkan juga dalam panci bubur, bahan dan sayuran keras seperti labu, singkong, kentang, wortel dan rebung kalau ada
Jika beras sudah nampak lunak, tambahkan sedikit garam kemudian aduk hingga merata dan cicipi untuk koreksi rasa.
Setelah itu tambahkan daun kangkung, bayam dan daun kemangi hingga aroma wanginya menguar.
Setelah masak, segera hidangkan bubur dalam keadaan panas-panas bersama dengan lauk ikan yang dipilih dan juga sambal Acan atau sambal pilihan anda sendiri.
Mengutip laman hallodoc, disebutkan dalam 100 gram bubur manado, akan didapatkan  nutrisi sebagai berikut :
Energi: 156 kkal
Protein: 2,3 gram
Lemak: 0,2 gram
Karbohidrat: 15,60 gram
Serat: 8,2 gram
Vitamin C: 15 miligram
Kalsium: 41 miligram
Kalium: 164 mg
Fosfor: 20 mg
Tembaga: 300 mikrogram.
Selamat mencoba!
Semoga bermanfaat!
Salam Matan kota 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H