Memang sih, resep tinutuan khas keluarga istri yang 2 generasi terakhir sudah lahir dan besar di Banjarmasin, Â secara prinsip sudah ber-evolusi menyesuaikan lidah Urang Banjar alias tidak lagi otentik 100% seperti aslinya yang dibawa oleh leluhurnya langsung dari Air Madidi.
Misalnya, kita tidak lagi menggunakan batang sereh, daun Gedi (Abelmoschus manihot) dan daun Leilem (Clerodendrum minahassae) yang di Banjarmasin sulit di dapat, begitu juga pemanfaatan sayuran lainnya yang sifatnya lebih insidental alias sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan tentunya kemampuan dan ketersediaan di kebun dan dapur.
Termasuk pemanfaatan ikan rawa yang ada dan tersedia di kolam samping rumah sebagai "tandem" menyantap tinutuan, semua tergantung mood kebutuhan, keinginan dan pastinya ketersediaan bahan ikannya. Inilah hebatnya memasak tinutuan, bebas berinovasi dan berimprovisasi sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan keadaan!
Tapi jangan salah! Dari kelengkapan semua bahannya, terutama dari ragam sayur-sayurannya, umbi-umbiannya, juga buah labu dan bahan karbo dari beras, singkong dan jagung manisnya, asupan nutrisi tinutuan ala keluarga kami dijamin tetap berkualitas prima.
Nggak percaya? Ok, kita bedah ya kelengkapan bahan dan kandungan nutrisi bahan-bahannya!
Baca Juga Yuk! Berburu Kuliner Tradisional Banjar di Pasar Wadai Kota 1000 Sungai
Selain menggunakan beras pulen dari Jawa sebagai bahan utama bubur, bahan sayuran yang biasa kami olah secara reguler adalah kangkung, bayam daun kemangi dan daun bawang pre.
Sedangkan secara insidental kami juga sering menambahkannya dengan pucuk daun waluh berikut bunganya, daun so atau daun belinjo muda, kuncup daun kastela atau kuncup daun pepaya yang warnanya masih transparan.Â
Bisa juga tambahkan tomat, juga kentang, Â wortel dan sesekali rebung kalau pas ada, Â bahkan saat isteri hamil dan menyusui sering juga kami tambahkan daun katu.
Selain itu, potongan buah waluh kuning, jagung manis dan potongan singkong juga tidak pernah absen dari olahan bubur yang sejatinya merupakan representasi kecerdasan masyarakat Minahasa dan Sulawesi Utara dalam menyiasati krisis pangan di era penjajahan ini.