Dua, Rumah Panggung
Berbeda dengan rumah panggung di daerah pedalaman Kalimantan lainnya yang biasanya untuk mengantisipasi serangan binatang buas, maka rumah panggung di Kota Banjarmasin dimaksudkan untuk tetap menjaga eksistensi daerah resapan meskipum pemukiman warga terus menjamur dan menutup sebagian besar "ruang biru" yang tersebar di seluruh penjuru kota Banjarmasin.
Kalau anda pernah ke Banjarmasin dan melihat deretan ruko atau rumah-rumah berarsitektur modern dengan halaman semen atau material padat lainnya di kiri-kanan jalan, Â jangan salah! Semua bangunan itu sebenarnya rumah panggung
Kalau tampak depan, biasanya bangunan-bangunan itu mirip layaknya bangunan di tanah keras biasa seperti di Pulau Jawa, karena bagian depan/halaman memang diperbolehkan diurug tapi tidak untuk bagian belakang. Jadi kalau melihat tampak belakang, baru kelihatan cirikhas bangunan rawa berupa rumah panggung dengan kaki-kaki terbuat dari kayu ulin atau beton.
Untuk mengawal dari sisi legalitas kearifan lokal khas masyarakat Banjar yang satu ini, Pemerintah Kota Banjarmasin juga membuat payung hukum berupa  Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 14 tahun 2009 tentang Bangunan Panggung.Â
Harapannya, dengan adanya payung hukum ini, kelestarian budaya sungai dan perairan darat berikut berbagai kearifan lokal khas banua ini tidak hanya menjadi milik serta tanggung jawab suku Banjar semata, tapi menjadi milik serta tanggung jawab semua warga Kota Banjarmasin yang realitanya memang seperti miniatur nusantara.
Untuk Jakartaku, Jakarta kita! Memang tidak mudah  untuk kembali menjadi Kota yang ramah air, tapi semua masih mungkin!Â
Semua harus bergandeng tangan, bahu-membahu, bersama-sama menjadikan Jakarta sebagai Kota Air Terindah di dunia! Mau...?
Selain terus belajar dengan saudara tua Banjarmasin, Jakarta harus aktif bergerak dan kreatif  berinovasi  menambah atau setidaknya mengoptimalkan penampang "ruang biru" yang ada, selain itu menurut  Yu Sing ada beberapa hal yang dari sekarang bisa dikerjakan Jakarta,
- Normalisasi sungai dari sampah dan juga betonisasi yang menyebabkan hilangnya vegetasi tepian sungai, sehingga menyebabkan langkanya air tanah dan penurunan permukaan tanah.
- Menambah dan merenovasi RTH denggan konsep rain garden, taman didesain memiliki porositas yang tinggi dengan ketinggian lebih rendah dari jalan agar bisa menyerap air sebanyak mungkin, baru lebihnya dialirkan ke sungai. Selain bisa mengisi kekosongan air tanah, strategi ini juga bisa meminimalisir sedimentasi sungai.
- Menambah Biopori sebagai media optimalisasi resapan air ke dalam tanah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H