Singgah di Kota Banjarmasin, belum lengkap bila belum mengunjungi satu-satunya saksi tersisa penanda berdirinya Kota Tua Banjarmasin, yaitu Masjid Sultan Suriansyah di daerah Kuin. Monumen berupa kompleks bangungan masjid yang menurut sejarah didirikan Sultan sesaat setelah resmi diangkat menjadi pemimpin di Kesultanan Banjar.
Lokasi situs Masjid Sultan Suriansyah atau juga biasa disebut dengan Masjid Kuin ini dulunya merupakan kawasan kotaraja atau ibu kota Kesultanan Banjar yang dikenal dengan sebutan wilayah Kota Banjar Lama. Untuk menuju kesana relatif mudah, selain karena lokasinya masih di jantung kota, di dalam Kota sendiri banyak papan penunjuk arah untuk menuju lokasi masjid yang terletak di jalan Alalak Utara RT 5, Kelurahan Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin ini.
Untuk jalur sungai, pengunjung bisa memilih menyewa kelotok dari dermaga di siring Kota atau mengikuti paket wisata susur sungai yang menyuguhkan paket mengelilingi Kota melalui jalur sungai yang salah satu destinasi tujuannya ke Masjid Sultan Suriansyah. Untuk informasi lebih detail bisa juga cek di aplikasi Pegipegi atau kontak langsung customer service Pegipegi via telepon di 0804 1400 777 atau juga bisa via email di cs@pegipegi.com.
Baca juga : Unda-Nyawa, Ini "Lo-Gue" Versi Bahasa Banjar!
Berada di bangunan cagar budaya Masjid Sultan Suriansyah yang dilindungi negara melalui UU No.11 Tahun 2010 ini, kita seperti berada di dalam lorong waktu yang membawa kita kembali ke masa awal berdirinya kesultanan Banjar di abad 16.
Jika tidak terlihat dan terdengar lalu lalang mobil, sepeda motor atau juga kelotok yang lewat di jalan raya/sungai depan masjid, maka arsitektur kuno masjid, berikut eksterior dan interior masjid yang dibangun dengan kayu ulin atau kayu besi (Eusideroxylon zwageri) ini benar-benar akan menghadirkan suasana Banjarmasin dimasa lampau.
Berawal dari kehadiran Khatib Dayyan, mubaligh yang juga panglima perang Kesultanan Demak utusan Sultan Trenggono yang bertugas untuk membantu Pangeran Samudra mempertahankan diri dari serangan pamannya sendiri, Pangeran Tumanggung dari Kerajaan Daha.
Berkat kelihaian diplomasi yang dibangun oleh Khatib Dayyan, akhirnya perang saudara antar paman dan keponamakan itu berakhir manis, keduanya berdamai dan akhirnya Pangeran Tumanggung mengakui kedaulatan Kerajaan Banjar yang dipimpin oleh keponakannya, Pangeran Samudra. Peristiwa ini diperkirakan terjadi pada tanggal 24 September 1526 yang akhirnya diabadikan sebagai hari jadi Kota Banjarmasin.
Konsekuensinya, untuk keperluan beribadah sholat 5 waktu berjamaah di lingkungan istana, akhirnya Sultan Suriansyah mendirikan masjid pertama di tanah Kalimantan dengan referensi model, bentuk dan gaya arsitektur dari masjid Agung Demak yang diperkenalkan oleh Khatib Dayyan. Masjid itulah yang sekarang kita kenal dengan nama Masjid Sultan Suriansyah.
Baca juga : Bapukung, Tradisi Tua Meninabobokan Bayi Khas Suku Banjar
Meskipun dibangun dengan referensi dari Masjid Agung Demak, tapi karena adanya perbedaan alam, adat istiadat dan budaya menjadikan arsitektur Masjid Sultan Suriansyah layaknya hasil “perkawinan” antara budaya Jawa dan Banjar, sehingga di beberapa bagian memunculkan perbedaan yang signifikan dengan induknya, Masjid Agung Demak.
Meskipun telah mengalami pemugaran beberapa kali, keaslian struktur dasar bangunan masjid yang berdiri di area lahan seluas 30 x 25 meter dengan ukuran 15,5 x 15,7 meter dan tinggi 10 meter ini, masih terjaga sampai sekarang. Begitu juga konstruksi bangunan fisik yang secara keseluruhan terbuat dari kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) atau juga dikenal dengan sebutan kayu besi yang terkenal kuat dan kokoh mulai dari atap (sirap), dinding, pintu, jendela sampai lantai semuanya masih tetap utuh terjaga sampai sekarang.
Baca juga : Kegundahan di Balik Nikmatnya Nasi Kuning Dendeng Rusa, Khas Banjarmasin
Arsitektur Masjid Sultan Suriansyah sebagaimana bangunan-bangunan kuno bersejarah lainnya, juga mempunyai sisi unik berupa simbol-simbol filosofis tertentu pada detil-detil bangunannya.
Contoh yang paling mudah dilihat adalah jumlah pintu masjid yang totalnya ada 17 buah dan uniknya,
masing-masing pintu itu mempunyai nama sendiri-sendiri, layaknya dua masjid besar di tanah suci, Masjidil Haram di Makkah dan Masjidil Nabawi di Madinah.
Dibagian dalam Masjid Sultan Suriansyah, interiornya tidak jauh berbeda dengan masjid kebanyakan. Bedanya, dalam mihrab terdapat sebuah mimbar tua peninggalan Sultan Suriansyah yang terbuat dari kayu ulin yang bagian atasnya terdapat ornamen berupa pelengkung/lengkungan berhias kaligrafi arab yang berbunyi "Allah Muhammadarasulullah".
Baca juga : Journey to Banjar, Koleksi Lagu Banjar Bahari Ramuan Sang Radja
Sedangkan di bawah tempat duduk mimbar terdapat undak-undakan atau anak tangga berjumlah 9 yang dihiasi dengan ukiran berupa sulur-suluran, kelopak bunga dan arabes yang distilir.
Ditengah-tengah langit ruangan masjid, terdapat lampu gantung besar (chandelier) cantik yang berbentuk layaknya sekuntum bunga yang sedang mekar jika dilihat tepat dari bawahnya. Hiasan ini semakin memperkuat kesan klasik pada Masjid yang ruangannya terasa adem ini.
Pada daun pintu sebelah kanan terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi : " Ba'da hijratun Nabi Shalallahu 'alahihi wassalam sunnah 1159 pada Tahun Wawu ngaran Sultan Tamjidillah Kerajaan dalam Negeri Banjar dalam tanah tinggalan Yang mulia."
Sedangkan pada daun pintu sebelah kiri terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi: "Kiai Damang Astungkara mendirikan wakaf Lawang Agung Masjid di Nagri Banjar Darussalam pada hari Isnain pada sapuluh hari bulan Sya'ban tatkala itu (tidak terbaca)".
Kedua inskripsi ini menunjukkan pada hari Senin tanggal 10 Sya'ban 1159 telah berlangsung pembuatan Lawang Agung (pintu utama) oleh Kiai Demang Astungkara pada masa pemerintahan Sultan Sepuh atau Sultan Tamjidullah I (1734-1759).
Baca yuk : Kuntau, Seni Bela Diri yang Hampir Hilang di Kalimantan Selatan
Motif dan warna dominan hijau dan kuning ini menunjukkan kedekatan masyarakat Banjar dengan alam dan lingkungannya. Khusus untuk ornamen motif flora dan motif fauna, distilir dulu sebelum diterapkan menjadi ornamen hias Masjid, hal ini untuk menghindari kemusyrikkan sebab Islam melarang bentuk atau gambar menyerupai makhluk hidup.
Untuk mempermudah akses transportasi sungai, di depan Masjid atau di tepian sungai kuin yang dipisahkan oleh jalan raya beraspal terdapat dermaga tua yang dibangun beriringan dengan bangunan utama masjid Sultan. Hanya saja, kondisi dermaga memang sudah mengalami renovasi. Sekarang kondisi dermaga sudah terlihat lebih modern, karena sudah dilapisi oleh keramik putih.
Nah.....! Sebentar lagi libur akhir tahun dan libur tahun baru segera tiba! Pegipegi yuk! Jelajahi tempat wisata keren di Banjarmasin. Nggak usah bingung, pakai aja aplikasi Pegipegi semua beres! Mau cari tiket pesawat ke Banjarmasin, cari hotel atau cari info terkait tempat wisata di Banjarmasin? Semua ada...
Yuk! Kutunggu ya di Banjarmasin...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H