Dari penolakan Petisi Soetardjo, kemudian terbentuklah GAPI (Gabungan Politik Indonesia) pada tanggal 21 Mei 1939. Kasimo dengan PPKI-nya, turut bergabung ke dalamnya.
Setelah itu GAPI membentuk Kongres Rakyat Indonesia (KRI) dan aksinya “Indonesia Berparlemen”. Mereka menuntut agar Volksraad dijadikan parlemen penuh berdasarkan asas-asas demokrasi. Aksi tersebut berlangsung pada tanggal 17 Desember 1939.
Ketika Jerman menyerbu Belanda sejak Mei 1940, maka diberlakukan status darurat di Hindia Belanda. GAPI pun mendesak dalam suatu resolusi yang menuntut perubahan dalam susunan ketatanegaraan dengan menggunakan undang-undang keadaan darurat sebagai dasarnya.
Pemerintah kolonial menanggapinya dengan membentuk Komisi Visman. Tujuannya untuk menyelidiki usul-usul dan dampaknya di negeri koloni. Komisi Visman pun mengundang delegasi GAPI yang juga dihadiri Kasimo pada tanggal 14 Februari 1941. Namun hasilnya mengecewakan karena persoalan perubahan tata-negara baru dapat dipikirkan sehabis perang.
Perkembangan GAPI tidak berhenti setelah hasil Komisi Visman dikeluarkan. Pada tanggal 13-14 September 1941 di Yogyakarta, diselenggarakan konferensi.
Hasil konferensi tersebut diputuskan dengan membubarkan Kongres Rakyat Indonesia dan diganti dengan Majelis Rakyat Indonesia (MRI). Dalam MRI terdapat dewan pimpinan yang terdiri dari wakil-wakil federasi dan gabungan lain. Kasimo yang merupakan salah satu wakil GAPI ikut ambil bagian dalam dewan MRI.
Referensi:
[1] Gondokusumo, Mr. Djody, and Amelz, Parlemen Indonesia (Djakarta: Bulan Bintang, 1951)
[2] Kisworo, Klemens Setya Puja, Nasionalisme I.J. Kasimo Pada Zaman Kolonial, Skripsi (Yogyakarta, 2017)
[3] Kompas, Tim Wartawan, I.J. Kasimo Hidup Dan Perjuangannya (Jakarta: PT Gramedia, 1980)