Seminggu kemudian, Andi dan Rio datang ke rumah Dina untuk melihat hasil pekerjaannya. Mereka membawa beberapa teman lain untuk menyaksikan.
“Baiklah, Dina. Mana alatmu?” tanya Andi dengan nada menantang.
Dina membawa mereka ke sumur di belakang rumahnya. Di sana, ia telah memasang alat yang ia buat: sebuah katrol sederhana yang bisa menarik ember air hanya dengan memutar roda.
Dina memberikan demonstrasi. Ia menurunkan ember ke dalam sumur, lalu memutar roda. Dalam waktu singkat, ember itu terangkat kembali dengan penuh air.
Semua yang menyaksikan bertepuk tangan, termasuk Andi dan Rio.
“Wow, Dina, aku akui kamu memang hebat,” kata Rio dengan nada tulus.
Andi terdiam sejenak, lalu berkata, “Ya, kamu berhasil. Tapi... bisakah kamu mengajari aku cara membuatnya?”
Dina tersenyum. “Tentu saja. Sains dan teknologi adalah untuk semua orang, kok.”
Hari itu menjadi awal perubahan besar bagi Andi dan Rio. Mereka mulai melihat Dina sebagai teman, bukan pesaing.
Setelah kejadian itu, Andi dan Rio sering datang ke bengkel Dina. Mereka mulai belajar cara membuat alat sederhana dari barang bekas. Dina dengan sabar mengajarkan mereka, meskipun terkadang Andi dan Rio masih kesulitan memahami.
“Jadi, ini namanya obeng. Gunanya untuk memutar sekrup,” kata Dina sambil memperagakan cara menggunakannya.