Sebuah judul yang membuat kita mengerNyitkan kening. Benarkah judul di atas, atau mengapa bisa demikian? Apakah judul di atas hanya sekadar ingin memancing perhatian dari pembaca? Benarkah klaim yang tidak dibayarkan bukan merupakan bentuk Perbuatan Melawan Hukum?
Hal ini tentunya harus kita pahami secara kontekstual, menyeluruh dan seksama. Sebelum kita mengulasnya lebih dalam, mari kita samakan terlebih dulu persepsi tentang klaim (asuransi) dan Perbuatan Melawan Hukum.
Klaim atau tepatnya klaim asuransi timbul pada saat tertanggung (Pemegang Polis) mengalami kerugian. Sepanjang kerugian yang timbul tersebut dijamin oleh polis asuransi maka merupakan kewajiban penanggung untuk mengganti kerugian tersebut sesuai dengan nilai pertanggungan.
Sedangkan teori Perbuatan Melawan hukum diatur didalam pasal 1365 -- 1370 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1365 KUHPer menyebutkan bahwa "Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut".Â
Perbuatan Melawan Hukum dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan menurut hukum publik dan hukum private. Perbuatan Melawan Hukum dalam ranah hukum publik mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Sedangkan Perbuatan Melawan Hukum dalam ranah hukum private mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Pada pembahasan ini penulis menyampaikan sebuah studi kasus yang menarik sebagai bahan rujukan atau sekedar bahan masukan bagi kita di dalam memahami arti Perbuatan Melawan Hukum dalam konteks ranah hukum Perdata.
Penulis mengambil contoh dari kasus Gugatan Perkara Perdata tentang Perbuatan Melawan Hukum dengan nomor perkara 159/Pdt.G/2017/PN Smg sebagai materi pembahasan.
Pokok perkara dari gugatan perdata Perbuatan Melawan Hukum diatas adalah karena tidak diselesaikannya pembayaran klaim oleh pihak asuransi sesuai dengan perjanjian. Perjanjian tersebut adalah Perjanjian Kerjasama (PKS) tentang Penutupan asuransi debitur bank yang dibuat dan ditanda tangani oleh pihak asuransi sebagai penanggung asuransi dengan pihak bank sebagai tertanggung.
Sesuai dengan isi perjanjian tersebut, penyelesaian klaim oleh pihak asuransi adalah dengan menyelesaikan sisa pinjaman debitur bank (peserta asuransi), terhitung sejak debitur tersebut mengalami kondisi seperti yang dijamin didalam perjanjian tersebut. Kondisi yang dijamin asuransi didalam perjanjian tersebut diantaranya adalah karena debitur mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Penulis, di dalam membahas judul ini, supaya lebih proposional akan mengutip beberapa pertimbangan dan pendapat hukum Majelis Hakim berdasarkan salinan putusan perkara gugatan perdata tersebut diatas.
Studi kasus ini berpangkal pada Tergugat konpensi yang tidak dapat memproses lebih lanjut klaim atas nama Penggugat dengan alasan adanya Klausula Perluasan Jaminan PA Plus dan Pemutusan Hubungan Kerjayang melekat pada Polis a/n Penggugat.