Mohon tunggu...
Arif Hidayat
Arif Hidayat Mohon Tunggu... -

yeehhaaaaaahhh..... udah gak kebalik lagiii :)\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kematian Seorang Geisha (Antara Cinta, Kehormatan dan Kesetiaan Seorang Samurai) - Bag. 4

25 Oktober 2010   00:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:08 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Apalah arti sebilah Katana tanpa keberanian Samurai yang menghunusnya

Bukan lantaran kami adalah Ksatria pemuja kematian seperti yang mereka kira

Karena kematian bagi kami adalah sebuah puisi bagi jiwa yang teguh

Sekalipun harus mendekap erat dalam sayatan indah Tanto yang terhunus

Dan Kami pun hanyut dalam indahnya kematian…

Ditemani indahnya puisi terakhir yang kami torehkan

Dari torehan darah di akhir lembaran perkamen agung kehidupan…

****

Gerbang Utama Kastil Awan, hari Ke-15 Musim Panas, 1841

“Ikuti aku cepat, jangan lambat!” Bentakan ayahku mengawali kala pertama aku memasuki Kastil ini pada siang hari itu,  kala itu aku baru berumur 13 tahun.

Entah mengapa dinamakan kastil awan, cerita mengatakan awal mula pada saat kastil ini baru berdiri, leluhur pertama klan Toki pernah diserang oleh musuh. Ribuan pemanah dan samurai berkuda musuh sudah siap menembus benteng pertahanan terakhir sebelum memasuki wilayah klan Toki yang sudah dalam keadaan terdesak dengan kekuatan tempur yang jauh lebih kecil dibandingkan kekuatan lawan, dan hanya tinggal menunggu kekalahan saja. Seperti ada kejaiban yang turun dari langit, kabut putih berangsur turun dari langit dan menyelimuti seluruh kastil. Melihat hal ini pasukan musuh yang sedianya menyerang hanya bisa terdiam dalam takjub. Kesempatan ini berhasil dimanfaatkan oleh pasukan dari klan Toki dan menyerang balik pasukan musuh yang tidak siap akan serangan kejut itu dan berhasil menuai kemenangan gemilang. Sejak saat itulah kastil ini diberi nama Kastil Awan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun