“Ooo Rupanya ini putra Paman Hige, kalau begitu bolehlah kuajak menemaniku berlatih, Paman Hige?”
“Silahkan, kalau Tuan Yoshi berkenan. Sana kau, Hide! Cepat temani Tuan Yoshi berlatih”
Pertemuan sekaligus perkenalan ku dengan Tuan Yoshi mengantarkan hubungan kami yang semakin erat, berlatih bersama, bermain bersama, walaupun masih kujaga batasan antara hamba dengan putra junjungannya. Namun semua itu seolah tak berpengaruh bagi Tuan Yoshi, ia tetap memperlakukanku selayaknya seorang teman.
“Hide, sudah bosan aku berlatih teknik pedang ini hanya dengan menggunakan bokken [18] saja, kali ini aku ingin kita berlatih menggunakan ini!” sambil menyerahkan sebilah pedang sungguhan.
“Tapi, Tuan Yoshi! Ini berbahaya, hamba tidak berani”
“Coba kau lihat pedang itu dulu, itu bukan katana”
Kulihat lebih jelas lagi pedang itu, bentuknya menyerupai katana, begitu juga dengan beratnya, tapi yang ini tidak tajam. Untuk pedang sejenis ini dinamai Iaito [19] yang hanya digunakan berlatih atau turnamen berpedang “Iai-do”. Walaupun tidak tajam, namun juga berbahaya mengingat material yang digunakan juga sama-sama terbuat dari baja.
“Tetap saja, Tuan Yoshi, Iaito ini juga berbahaya dapat melukai. Mohon ampun, Tuan Yoshi, Hamba tidak berani”
“Apa kau takut, Hide?”
“Buka lantaran hamba takut terluka karenanya, Tuan Yoshi”
“Lantas?”