Mohon tunggu...
Jusak
Jusak Mohon Tunggu... Konsultan - Pelatih Hukum Ketenagakerjaan Pro Bono dan Direktur Operasional di Lembaga Pendidikan

Memberi pelatihan kasus-kasus ketenagakerjaan berdasarkan putusan hakim, teamwork, kepemimpinan. Dalam linkedin, Jusak.Soehardja memberikan konsultasi tanpa bayar bagi HRD maupun karyawan yang mencari solusi sengketa ketenagakerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Sesungguhnya Hak Individu Dikorbankan atau Untuk Kepentingan Banyak Orang?

7 April 2023   14:47 Diperbarui: 7 April 2023   14:49 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di awal Maret lalu, para penumpang turun dari pesawat seperti biasa. Tak ada yang istimewa, kecuali satu orang ini. Ia bukan penumpang khusus, tapi diistimewakan oleh para pengikutnya. Saat ia turun dari pesawat, tiga petugas sekuriti bandara bergegas mendekat. Entah pengikutnya atau bukan, tapi mereka meninggalkan posnya masing-masing. Seharusnya mereka menjaga pos, tapi meninggalkannya untuk memperlakukan orang ini secara luar biasa.

Para petugas sekuriti itu mencium tangan orang itu dengan khidmat. Lalu mereka mendampingi orang 'VIP' ini melalui lorong khusus dengan sikap hormat. Selanjutnya melepasnya dan sekali lagi para petugas itu membungkuk dengan sepenuh hati. Semua tindakan tulus petugas itu tidak tercantum dalam SOP sekuriti perusahaan.

Tindakan berlebihan, suatu pelanggaran SOP kah?

Tidak Perlu Berpendapat Sama, Tapi Harus Saling Menghormati.

Sebagai sekuriti dan berseragam sekuriti, mereka mewakili satuan mereka. Apapun yang mereka lakukan seharusnya sesuai SOP. Jika tidak, bisa dianggap apapun, dari penyalahgunaan wewenang sampai merugikan perusahaan, dari pelanggaran SOP sampai pelanggaran etika.

Atasan mereka menganggap cium tangan, pengantaran khusus, perlakuan istimewa itu tidak ada di SOP. Ia berpendapat semua itu adalah hormat yang berlebihan dan mengakibatkan pelanggaran. Tindakan itu sendiri bukan pelanggaran, tapi mengakibatkan ancaman akan keamanan bandara dan penumpang lain. Menurut sang atasan, itu bisa dikategorikan sebagai pelanggaran. 

Menurut atasan, apa dampaknya pada sesama petugas?

Bekerja Dengan Tulus, Tak Bekerja Karena Tulus

Artinya bagaimana bila semua petugas memperlakukan tamu mereka sendiri yang dianggap istimewa dengan lebih hormat, sesuai kemauan masing-masing. Tentu keamanan bandara amat kacau. Sanksi nya harus tegas. Walau bertindak dengan tulus, ketiga petugas sekuriti tersebut harus dipecat. 

Tapi sebenarnya apakah itu pelanggaran SOP atau pelanggaran etika. Pendapat manajemen adalah tindakan mereka tidak etis, meninggalkan pos dan memperlakukan istimewa seorang biasa. Pastinya para petugas itu tiba-tiba tak beruntung, tiba-tiba di PHK.

Tak ada di SOP, apakah tindakan itu suatu pelanggaran? 

Tak Satupun Dapat Menghentikan, Saat Perusahaan Mempermasalahkan

Asas tiada pidana tanpa kesalahan menyatakan bahwa bila tidak ada kesalahan seperti yang ditetapkan dalam hukum, maka tidak ada pidana. Bila diterapkan dalam kasus di atas, maka tidak ada kesalahan dalam perbuatan para petugas. Semua tindakan petugas tak ada di SOP, peraturan perusahan, atau di aturan tertulis manapun itu. Sesuai hukum pidana, tak ada alasan di petugas bandara dihukum.

Namun menjatuhkan PHK berbeda dengan menjatuhkan hukuman pidana. Perusahaan bak diktator kecil yang memutuskan tanpa proses transparan dan tak mengizinkan karyawan menghadirkan pembela. Walau tak ada di SOP, perusahaan dapat menyatakan tindakan itu suatu pelanggaran, seseorang tetap bersalah.

Setelah karyawan dianggap melanggar, lalu apa?

Air mengalir masuk, Air mengalir keluar

Pelanggaran mengakibatkan hubungan antara perusahaan dan karyawan tidak harmonis. Seperti air mengalir masuk, air mengalir keluar. Hubungan antara dua pihak bisa tiba-tiba baik dan tiba-tiba buruk. Bila karyawan melanggar, manajemen marah. Bila karyawan patuh, manajemen baik-baik saja. Bila manajemen marah, karyawan dapat langsung di PHK. 

Namun masalahnya bukan PHK, masalahnya adalah 'berapa'. Berapa pesangonnya itu lebih memanusiakan manusia. Setelah undang-undang baru disahkan, perusahaan seolah-olah mempunyai hak besar untuk melakukan PHK tiba-tiba. Karyawan bisa saja protes atas PHK. Tapi undang-undang lebih berpihak pada perusahaan, kurang memanusiawikan karyawan. Hampir tak ada gunanya protes atau ingin dipekerjakan kembali. 

Apa yang penting setelah PHK?

Perusahaan Selalu Menang Dalam Imajinasi

Bukannya melawan, perusahaan pasti menang, bahkan dalam imajinasi karyawan perusahaan sudah menang. Tapi paling penting adalah 'berapa' yang didapat karyawan. Berapa itu ditentukan oleh alasan PHK. Apakah alasan PHK ini karena pelanggaran berat atau karena kinerja karyawan yang tidak memuaskan. Karena itu memahami alasan PHK itu penting. Karyawan harus memastikan apa alasan manajemen. Bukan untuk melawan langsung, manajemen pasti menang bila karyawan langsung melawan. Tapi untuk mencari kebenaran di pengadilan, untuk mendapatkan hak-haknya. 

Di pengadilan, pengacara harus memastikan hakim menerima alasan karyawan. Karena menyangkut besaran pesangon. Kemanusiaan seorang manusia. Lebih lagi, untuk mendapatkan kebenaran, untuk mendapatkan hak-haknya dengan adil.

Mari kita lihat dua kasus terpisah alasan PHK, Adi yang bekerja di sebuah bank dan Wanto di perusahaan pengiriman barang, keduanya berlokasi di Pekanbaru. 

Penyalahgunaan wewenang, apakah pelanggaran SOP?

Nama Baik Itu Terjadi Saat Ini, Bukan Akan Datang 

Seperti umumnya bank, tempat kerja Adi menerapkan SOP dengan ketat. Salah satunya adalah pasal penyalahgunaan wewenang. Posisi Adi adalah di staf di bagian legal. Suatu kali, ada karyawan kena PHK. Adi mengurus pesangonnya dan setelah itu Adi meminta atas dasar bantuan jasa legal sang karyawan. 

Menurut manajemen tindakan Adi ini adalah penyalahgunaan wewenang. Dalam hal ini, tindakan itu dapat menimbulkan dengan kerugian perusahaan, bukan saja secara materil, tapi juga kelak nama baik. Di masa datang, nama baik perusahaan akan hancur. 

Padahal seharusnya tindakan Adi adalah termasuk dalam tugas pokoknya, bukan bantuan di luar tugas pokok , bukan work extra mile. Seharusnya Adi juga tidak berhak minta imbalan.

Sama seperti kasus tiga petugas sekuriti bandara, permintaan imbalan atas jasa tidak secara nyata tertulis di SOP. Tetapi secara etika, itu jelas tak etis. Jadi pelanggaran Adi adalah pelanggaran etika, sama seperti ketiga petugas.

Bila tak ada di SOP, apakah tindakan itu suatu pelanggaran? 

Sekali Lancung Ke Ujian

Setelah perusahaan tahu, manajemen berbicara pada Adi. Manajemen menyatakan dengan tegas bahwa tindakan Adi meminta imbalan itu sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang. Tindakan ini dapat merusak nama baik perusahaan. Manajemen menyatakan bahwa penyalahgunaan wewenang itu adalah tindakan pelanggaran dan salah.

Keputusannya adalah Adi harus mengundurkan diri. Sekali lancung ke ujian, walau sudah 11 tahun bekerja, seumur hidup perusahaan tak percaya lagi. Karena tekanan amat kuat, saat itu Adi mengalah. Apakah karena sadar salah atau terpaksa, tapi akhirnya saat itu setelah 11 tahun bekerja disitu, Adi menandatangani surat pengunduran dirinya. Perusahaan tak mau memberi pesangon, karena menganggap Adi jelas-jelas bersalah dan mengundurkan diri.

Masih adakah tempat untuk perbaikan?

Menyesal,  Perasaan Manusia Yang Manusiawi

Di kemudian hari, Adi menyesal karena tanda tangan. Ia merasa dipaksa. Seharusnya ia tidak usah tanda tangan atas pelanggaran itu. Adi merasa seharusnya pelanggaran itu diberi sanksi SP3, bukan suatu pelanggaran bersifat mendesak. Juga bila diberikan SP3, ia masih bisa bekerja lagi.

Lalu Adi membawa kasus ini ke pengadilan dan menyatakan bahwa kejadian itu adalah pemaksaan. Benarkah? Hakim tidak sependapat. Hakim melihat bahwa Adi tidak dibawah tekanan dan tidak terpaksa. Adi dianggap sukarela mengundurkan diri. 

Berapa hitungan uang pisahnya?

Tragedi Hidup Adalah Manusia Terlambat Bijaksana.

Dalam hal ini perusahaan memberi uang pisah sesuai kategori PHK bersifat mendesak. Artinya mendapat uang pisah sebesar 0,3 kali penghargaan masa kerja. 

Padahal Adi bukan kena PHK atas pelanggaran bersifat mendesak, tapi Adi mengundurkan diri. Maka seharusnya, bila argumen perusahaan adalah pelanggaran mendesak, hakim menerapkan pasal 36 huruf i di PP nomor 35. Namun hasilnya sama saja. Kedua alasan itu di peraturan perusahaan uang pisahnya sama.

Andai Adi tak emosional, tak tanda tangan langsung, Adi mungkin masih bisa berargumen di depan hakim bahwa PHK nya adalah karena efisiensi, atau mencegah kerugian lebih lanjut, dengan pesangon 0,5 kali ketentuan. 

Ceroboh Dalam Hal Kecil, Tak Dapat Dipercaya Dalam Hal Besar

Kasus Wanto

Kasus pelanggaran etika lain yang mirip adalah kasus Wanto, karyawan bagian transportasi. Pekerjaannya berhubungan dengan sopir dan kurir pengantar barang. Mereka memerlukan uang kas sebagai dana operasional. Karena itu mereka minta pada Wanto dan diberikan dana operasional. Perputaran uang kas di perusahaan ini amat cepat dan besar. Setoran dan pertanggungjawaban itu amat penting untuk menjaga kredibilitas.

Namun suatu kali perusahaan menemukan kesalahan Wanto. Entah Wanto kurang kredibel atau tidak teliti. Laporan kas dan pengeluaran uang transport ini selisih. Tidak main-main, perbedaannya tiga puluh juta rupiah lebih. Pertama-tama, pertanggungjawaban uang sebesar itu tidak ada. Ada selisih. Setiap orang keuangan tahu, bahwa selisih itu bisa berarti penggelapan.

Kedua. Lebih lagi Wanto memakai uang setoran para kurir yang seharusnya disetor ke bank. Sekalipun Wanto kekurangan uang, seharusnya uang setoran tidak boleh dipakai untuk dana operasional para sopir dan kurir. Setoran harus dimasukkan ke bank, dan dana operasional harus diambil dari bank. Tapi Wanto mencampuradukan keduanya, padahal tindakan ini dianggap haram. 'Haram' artinya tidak etis, karena tidak diatur di SOP.

Tak ada di SOP, apa ini suatu pelanggaran?

Mengubah Menjadi Lebih Baik, Bukan Proaktif

Manajemen marah, karena bukan saja selisihnya sedemikian besar, tapi juga karena campur aduk dan kecerobohan yang dilakukan Wanto. Kantor pusat memanggil Wanto untuk bertanggung jawab dan mencari solusi. Panggilan dilakukan beberapa kali, namun hanya kali pertama Wanto datang. Berikutnya Wanto tidak pernah datang lagi. Mungkin Wanto juga tidak mengerti bagaimana mencari solusinya.

Di kali pertama itu Wanto menjelaskan bahwa kasir yang mengambil uang dari bank itu kerjanya lambat. Dana operasional transport seringkali tidak siap pada waktunya. Jadi ia proaktif dan membantu dengan tulus. Agar para sopir dan kurir terus dapat beroperasi, mereka dibekali dana operasional dulu. Tapi ternyata keadaan tak lebih baik. Terjadi selisih. Tentu saja manajemen tak mau tahu. Selisih harus diselesaikan.

Bagaimana solusi atas selisih itu?

Masalahnya Bukan Tak Mau, Tapi Tak Tahu

Mula-mula perusahaan menunjukan ketegasannya dengan memberi SP 1-3. Lalu untuk menutupi selisih itu, perusahaan mengharuskan Wanto mencari penggantinya. Selama mencari, Wanto dikenakan sanksi skorsing dan dimulai di bulan Januari. Masalahnya bukan Wanto tak mau mengganti, tapi tak tahu caranya. Sampai 5 bulan Wanto juga tidak mendapat penggantinya. Selama itu juga gaji Wanto ditahan. Lebih lagi THR Wanto juga ditahan. 

Tapi Wanto juga bingung, karena SOP tentang ini di perusahaannya tidak ada. Tidak ada satupun yang menyatakan bahwa uang setoran tidak boleh dipakai untuk dana operasional. Sejak skorsing itu Wanto tak pernah bekerja lagi. Lalu bulan April Wanto dipanggil 2 kali, tapi Wanto tidak datang. Wanto tak datang, karena ia tahu ia akan dipaksa mengganti selisih itu. Padahal ia tak mendapat gaji dan ia tak punya uang. Kebetulan, atas dasar Wanto tak datang, perusahaan menganggap Wanto mangkir dan mem-PHK Wanto tanpa pesangon. Dan hakim membenarkan keputusan perusahaan.

Sebenarnya dimana titik pelanggaran ketiganya?

Kewajaran Itu Tergantung Dalam Pikiran Manajemen

Ketiga pihak di atas, yaitu satpam, Adi dan Wanto dianggap melakukan pelanggaran. Baik satpam, Adi dan Wanto dianggap melakukan pelanggaran SOP, walau SOP yang dilanggar tak jelas. Di ketiga kasus di atas, perusahaan mengkait-kaitkan dengan kerugian perusahaan. 

Karena tindakan satpam, perusahaan rugi karena potensi ancaman keamanan; karena tindakan Adi, perusahaan rugi karena potensi pencemaran nama baik, karena tindakan Wanto, perusahaan rugi karena potensi kehilangan uang.

Betul semua melakukan pelanggaran etis. Tapi sebenarnya apa sanksi PHK itu wajar? Bila sanksi PHK diumpamakan seperti hukuman seumur hidup, artinya tidak ada kesempatan karyawan untuk dibina, tapi harus dihukum putus hubungan untuk selama-lamanya, maka apa sanksi PHK itu masuk akal? 

Tentu masuk akal, wajar dalam pikiran manajemen.

Membina, Butuh Waktu dan Kerelaan

Seharusnya ketiganya membawa kasus ini ke hakim dengan menyatakan bahwa kejadian itu bukan pelanggaran bersifat mendesak. Semuanya baru satu kali melakukan pelanggaran etis. Semua orang bisa berbuat tak etis. Namun sanksinya harusnya sebanding. Bila perusahaan melihat pelanggaran itu 'berat', banyak orang luar menganggapnya tak terlalu berat dan cukup manusiawi bila ada tempat untuk penyesalan. 

Bila perusahaan melakukan PHK, karena tidak mau membina lagi. Ingatlah bahwa manajemen di posisi atas juga dulu dibina. Bila perusahaan maunya melakukan efisiensi atas karyawan yang 'tidak etis' ini. Maka kemanusiawiaan dikorbankan. Bila perusahaan tidak rela keuntungannya tergerus. Prof Michael Sandel berkata hak individu tak dapat dikorbankan untuk kepentingan banyak orang.  

Apa lebih manusiawi bila kita sebagai pihak luar berpikir bahwa mereka masih dapat dibina dan diberi sanksi SP saja, bukan PHK? 

Sumber dari putusan nomor 1/Pdt.Sus-PHI//2023/Pn.Pbr dan nomor 4/Pdt.Sus-PHI//2023/Pn.Pbr .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun