Sebenarnya dimana titik pelanggaran ketiganya?
Kewajaran Itu Tergantung Dalam Pikiran Manajemen
Ketiga pihak di atas, yaitu satpam, Adi dan Wanto dianggap melakukan pelanggaran. Baik satpam, Adi dan Wanto dianggap melakukan pelanggaran SOP, walau SOP yang dilanggar tak jelas. Di ketiga kasus di atas, perusahaan mengkait-kaitkan dengan kerugian perusahaan.Â
Karena tindakan satpam, perusahaan rugi karena potensi ancaman keamanan; karena tindakan Adi, perusahaan rugi karena potensi pencemaran nama baik, karena tindakan Wanto, perusahaan rugi karena potensi kehilangan uang.
Betul semua melakukan pelanggaran etis. Tapi sebenarnya apa sanksi PHK itu wajar? Bila sanksi PHK diumpamakan seperti hukuman seumur hidup, artinya tidak ada kesempatan karyawan untuk dibina, tapi harus dihukum putus hubungan untuk selama-lamanya, maka apa sanksi PHK itu masuk akal?Â
Tentu masuk akal, wajar dalam pikiran manajemen.
Membina, Butuh Waktu dan Kerelaan
Seharusnya ketiganya membawa kasus ini ke hakim dengan menyatakan bahwa kejadian itu bukan pelanggaran bersifat mendesak. Semuanya baru satu kali melakukan pelanggaran etis. Semua orang bisa berbuat tak etis. Namun sanksinya harusnya sebanding. Bila perusahaan melihat pelanggaran itu 'berat', banyak orang luar menganggapnya tak terlalu berat dan cukup manusiawi bila ada tempat untuk penyesalan.Â
Bila perusahaan melakukan PHK, karena tidak mau membina lagi. Ingatlah bahwa manajemen di posisi atas juga dulu dibina. Bila perusahaan maunya melakukan efisiensi atas karyawan yang 'tidak etis' ini. Maka kemanusiawiaan dikorbankan. Bila perusahaan tidak rela keuntungannya tergerus. Prof Michael Sandel berkata hak individu tak dapat dikorbankan untuk kepentingan banyak orang. Â
Apa lebih manusiawi bila kita sebagai pihak luar berpikir bahwa mereka masih dapat dibina dan diberi sanksi SP saja, bukan PHK?Â
Sumber dari putusan nomor 1/Pdt.Sus-PHI//2023/Pn.Pbr dan nomor 4/Pdt.Sus-PHI//2023/Pn.Pbr .