"Istri saya Widy!"
Widy langsung mengulurkan tangan. Tapi dia tidak cemburu. "Kang Syafri pernah cerita soal  Mbak." kata Widy.
Naila memakai kain sari seperti orang India dengan selendang menutup rambutnya. Dia memberikan tiga tiket. "Kita minum dulu di kafe dalam,' ajaknya.
Naila ternyata kerja di Perfini. Dia malah salah seorang juri.
"Pak Usmar itu hebat. Habis Tiga Dara dia mau buat film serupa, Hollywoodnya Indonesia."
"Bergeser dong dari cerita romantis perang?" timpal Syafri.
"Nggak letih sama perang? Â Di Jawa Barat saja pemberontakan belum selesai. Mudah-mudahan daerah kamu dan Minahasa tidak melawan pusat secara militer," kata Naila. "Aku tidak pernah menonton film perang mulai dari Darah dan Doa, lalu Lewat Djam Malam."
"Iya, Mbak. Aku juga cemas kalau ayahku lagi dalam tugas."
"Aku juga baru tahu Bang Daus menghilang dari rumah, katanya menyusul sepupumu itu. Dia sudah sahabatan rupanya."
Mereka minum kopi sampai azan maghrib. Syafri keluar untuk salat maghrib. Membiarkan tiga perempuan bercakap-cakap. Pulang dari tempat salat dia bertemu Angga dan Utari.